Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

iwa2642Avatar border
TS
iwa2642
PESAWAT tanpa AWAK indonesia terus berkembang (LAPAN)








sibuk mempersiapkan sebuah pesawat UAV kelas Tactical. Pesawat yang dikembangkan para peneliti Lapan tersebut dilibatkan dalam Latihan Gabungan (Latgab) TNI, di Laut Bawean, Situbondo, awal Mei lalu.

Misi pesawat Lapan Surveillance UAV (LSU) adalah mengintai atas objek yang menjadi sasaran tembak rudal Exocet. Bagi TNI AL, misi tersebut sa-ngat penting karena selama ini hasil penembakan belum termonitor dengan baik. TNI AL melihat potensi kemampuan LSU-02 mampu melakukan misi tersebut.

“UAV lepas landas dari buritan KRI Kaisiepo dan berhasil memonitor setiap tembakan rudal Exocet. Ini hal langka dan merupakan uji coba pertama di Indonesia.” kata Gunawan Setyo Prabowo, Kepala Pustekbang Lapan kepada Majalah Sains Indonesia, baru-baru ini.

Uji coba tersebut, kata Gunawan, terkait de-ngan perjanjian kerja sama antara Lapan dan TNI AL mengenai penggunaan teknologi untuk kepenting-an AL. Salah satunya adalah aplikasi UAV dalam operasi Latgab TNI 2013 ini. Dalam Latgab, pesawat LSU-02 diterbangkan setengah jam sebelum penembakan rudal Exocet.

Pesawat diarahkan ke sasaran tembak sejauh 20 NM atau sekitar 36 km. Sesampainya di lokasi, pesawat memonitor dengan cara loit-er (berkeliaran) di atas sasaran dan merekam setiap tembakan Rudal Exocet. Setelah selesai bertugas, LSU-02 kembali ke posisi penjemputan di KRI Frans Kaisiepo, dengan koordinat dan waktu yang telah ditentukan.

Dalam Latgab ini, pesawat dengan panjang badan 200 cm (composite) dan bentang sayap (wing span) 250 cm ini mampu terbang sekitar 2 jam 45 menit, dengan kecepatan rata-rata 70 km/jam. Secara keseluruhan, jarak tempuh LSU untuk kembali ke sasaran diperkirakan sekitar 200 km.

Bagi Pustekbang, ini merupakan tahun kedua keterlibatan produk UAV dalam kegiatan Latgab, setelah sebelumnya di tahun 2012 juga melakukan hal yang sama. Kegiatan ini sekaligus dalam rangkaian uji optimalisasi performance LSU-02 bagi misi surveillance/reconnaissance dan misi lain dengan berbagai environment serta o-peration requirement yang dibutuhkan.

“Keberhasilan uji coba ini menunjukkan bahwa LSU-02, mempunyai potensi yang bagus, baik untuk kepentingan sipil maupun militer, dengan basis operasi darat maupun laut. Pustekbang terus meningkatkan kemampuan rancang bangun UAV sebagai salah satu produk teknologi unggulan,” kata Gunawan.

Secara keseluruhan, kata Gunawan, ada peningkatan kemampuan dan pengalaman engineer, yaitu kemampuan rancang bangun pesawat, pelaksanaan misi sesuai yang diinginkan, meskipun belum sempurna. Ini terbuka sebuah proses standarisasi dan optimasi kemampuan LSU-02 untuk kepentingan sipil dan militer yang tentu sangat berguna bagi Indonesia.

http://www.sainsindonesia.co.id
Artikel selengkapnya bisa anda baca di Majalah SAINS Indonesia Edisi 18



*******

Pesawat Pengamat Persembahan Lapan    

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mengembangkan pesawat baru, Lapan Surveillance Aircraft (LSA). Pesawat dua awak ini akan digunakan untuk memotret wilayah Indonesia yang relatif besar. Pengembangan pesawat pengamatan ini sekaligus membuktikan penguasaan teknologi pesawat terbang di Indonesia. LSA ditargetkan beroperasi secara penuh pada 2015. Akhir 2013 ditargetkan untuk penerbangan perdana secara resmi. 
 
Indonesia melalui Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) bersama Universitas Berlin di Jerman mengembangkan pesawat pengamat bernama Lapan Surveillance Aircraft (LSA).
 
Konsep ini sebenamya telah dibuat sejak 2011, tapi baru terealisasi pada 2012 dengan menggandeng Universitas Berlin sebagai mitra kerja sama.
 
"Sampai saat ini ada enam orang ahli teknik kita yang berada di Jerman untuk terus melakukan riset, perancangan modifikasi, desain, pengujian, serta teknologi terhadap pesawat surveillance. Sedangkan untuk penerbangan resmi perdana LSA akan dilakukan akhir 2013 ini," ungkap Kepala Pusat Teknologi Penerbangan Lapan Rika Andiarti, saat dihubungi KORAN SINDO.
 
Program LSA ini memiliki beberapa misi di antaranya akurasi citra satelit, verifikasi dan validasi citra satelit, monitoring produksi pertanian, aerial photogrammetry, pemantauan, pemetaan banjir, deteksi kebakaran, search and rescue (SAR), pemantauan perbatasan dan kehutanan, serta pemetaan tata kota. Selain itu, LSA ini juga mampu mengakurasikan data dari fotocitra satelit dengan resolusi tinggi yang telah digabung dengan satelit-satelit lain, mampu mengkroscek langsung di lapangan secara acak ketika terkadang satelit biasanya suka terhalang awan.
 
LSA ini berbasis pesawat Icon 5 Amphibius dengan memiliki daya ter bang 8—24 jam, mampu mencapai ke tinggian maksimal 7,5 km dan kecepatan jelajah 220 km/jam serta jarak tempuh maksimal 1.300 km. Pesawat ini membutuhkan landasan dengan panjang minimal 300 m untuk takeoff dan landing. Pesawat ini memiliki total panjang mencapai 8,52 m dengan tinggi 2,45 m dengan lebar rentang sayap sepanjang 18 m.
 
Sedangkan resolusi gambar yang dihasilkan nanti mencapai hingga 50cm dengan muatan hingga 70 kg. Sebagai pesawat utilitas dengan dua kapasitas tempat duduk, badan pesawat komposit dengan mesin tunggal ini dilengkapi motor glider dan operasi aturan instrumen penerbangan (IFR).
 
LSA ini pesawat dengan mesin tunggal dan jenis mesin yang digunakan adalah Rotax 914 F2/15 dengan tenaga mesin (MTOP) 115 HP. Tangki bahan bakar LSA berkapasitas 130 liter dan jenis bahan bakar yang digunakan adalah Avgas 100LL/Mogas. Pesawat ini juga dilengkapi ProSENSOR MTV-7-A/170-051 serta 1,75 untuk diameter proSENSOR dengan tiga bladed.
 
Pesawat pengamat ini juga dilengkapi turbo charge dengan silinder pendingin udara dan kepala silinder pendingin air, karburator, kontrol pembuangan limbah otomatis, dan pengapian elektronik ganda. Daya tampung pesawat ini mencapai maksimal 20 kg serta 80 kg beban muatan dengan MTOW 1,300 kg.
 
Di bawah sayap pesawat sepanjang 18 m itu terselip kamera metrik berkalibrasi dengan areal kamera mount, sebuah kamera yang secara nyata dapat memonitor melalui lintas udara dengan sensor optik yang dikembangkan dengan system wide angle dan menghasilkan gambar beresolusi tinggi.
 
“LSA merupakan pesawat ringan dengan teknologi yang dikombmasikan dengan aero dynamic serta engine dan sayap yang tentunya dapat mengangkat pesawat dengan stabil dan kamera canggih beresolusi tinggi,” papar Staf Ahli Kementerian Negara Riset dan Teknologi Bidang Hankam Teguh Rahardjo, kepadaf KORAN SINDO.
 
Teknologi canggih yang dipakai dalam pesawat LSA ini sebenarnya pengembangan dari pesawat Lapan Surveillance UAV (LSU), yang merupakan pesawat tanpa awak. Pesawat ini memiliki dua tipe yakni LSU 01 dan LSU 02. Pesawat yang terbuat dari sterofoam dan telah dipakai pada ketinggian 3.300 m saat letusan gunung merapidan banjir beberapa waktu lalu ini berguna untuk verifikasi data satelit.
 
“Menariknya, ini proses pembelajaran bagi Lapan untuk membangun pesawat dengan cara bertahap sehingga diharapkan kita akan mampu membuat pesawat sendiri tanpa bergantung negara lain,” ucap Teguh. (Koran Sindo, 5 Mei 2013/ humasristek)


LSU-05 akan menjadi fokus utama.
********

Para peneliti dari Lapan terus meningkatkan kemampuan pesawat tanpa awak yang telah dihasilkannya. Dengan kemampuan terbang hingga 800 kilometer, pesawat ini dapat digunakan untuk misi pertahanan maupun pertanian.
 

Sukses pesawat Lapan Surveillance Unmanned Aerial Vehicle (LSU-02) mendapatkan pengakuan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) pada 2 Juni 2013 lalu, tak membuat tim engineer dari Pusat Teknologi Penerbangan (Pustekbang), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) berpuas diri. Kini, mereka justru terus bersemangat mengembangkan LSU varian terbaru seperti LSU-03, LSU-04, dan LSU-05.

Dari varian terbaru tersebut, Lapan tampaknya lebih memfokuskan pada LSU-05. “Ya, harus diakui LSU-05 memiliki banyak keunggulan sehingga mampu mewakili tugas LSU-03 dan LSU-04. Sedangkan LSU-02 yang telah mendapatkan penghargaan dari Muri, ke depan akan kita fokuskan untuk misi militer dan pertahanan,” ungkap Gunawan Setyo Prabowo, Kepala Pusat Teknologi Penerbangan, Lapan, kepada Majalah Sains Indonesia, belum lama ini.

Menurut Gunawan, pesawat tanpa awak jenis LSU-05 ini didesain mampu terbang hingga 8 jam dengan kecepatan rata-rata 100 km/jam. “Ini artinya, kalau kecepatan rata-ratanya 100 km/jam, dan mampu terbang selama 8 jam, maka pesawat ini akan mampu terbang secara otomatis sejauh 800 km. Kondisi tersebut jelas berbeda dengan LSU-02 yang hanya mampu terbang otomatis sejauh 200-400 km,” papar Gunawan.

Dengan keunggulaan daya jelajahnya itu, tepat jika LSU-05 ini diperuntukkan untuk pengamatan area yang jangkauannya sangat luas. “Pesawat ini memang dirancang untuk memantau kawasan objek pertanian, kehutanan, dan bidang remote sensing.


DUKUNG TERUS ILMUWAN DALAM NEGERI DARI
national institute of aeronautics and space (lapan) indonesia.

emoticon-I Love Indonesia (S) emoticon-I Love Indonesia (S)
0
5.8K
72
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671KThread40.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.