- Beranda
- Stories from the Heart
Seru Juga Jadi Pengagum Rahasia
...
TS
songotku
Seru Juga Jadi Pengagum Rahasia
Quote:
Aku mungkin sedang jatuh hati kepada seorang gadis. Atau apalah sebutannya, yang jelas sudah sejak beberapa lama mataku tidak bisa lepas mengekorinya, sesering yang aku bisa . Juga mukaku yang selalu bersemu, kalau secara tak sengaja pandangan kami bertemu atau saat dia menyapaku sambil lalu. Jantungku juga tidak mau berkompromi, selalu berdebar keras kalau dia ada di sekitarku. Sialnya, hampir tiap hari aku bertemu dia di kelas, kecuali hari minggu. Masih beruntung aku duduk di barisan belakang, sedang dia di depan, jadi tidak terlalu banyak hal-hal yang harus kami lakukan bersama, seperti berbagi buku pelajaran atau sekedar meminjam pulpen. Posisi duduk ini juga memungkinkanku untuk mengawasinya dengan tenang, tanpa perlu takut ketahuan, kadang juga membuatku agak susah berkonsentrasi terhadap pelajaran.
Dia itu tipe orang yang selalu membuat suasana di sekitarnya menjadi ceria, supel, energik dan nyaris selalu tersenyum. Dia juga salah satu siswi yang populer, baik di kalangan guru dan juga murid. Wajahnya yang manis mendukung itu semua ditambah nilai-nilai pelajaran yang membuatnya selalu terancam menjadi juara kelas. Aku lupa menyebutkan kalau dia juga bendahara OSIS. Singkatnya, dia itu orang yang berada di area yang nyaris mustahil terjangkau buatku. Aku sendiri hanya siswa yang tidak mencolok, yang lebih suka menghabiskan waktunya di perpustakaan, mushola atau kadang lantai teratas sekolah. Pokoknya tempat-tempat sepi yang memungkinkanku bisa membaca buku dengan tenang atau tidur siang. Nilai-nilaiku juga sebenarnya tidak begitu buruk tapi jelas tidak bisa dibandingkan dengan dia. Aku juga tidak tergabung dalam ekstrakurikuler apapun, apalagi OSIS. Singkatnya, kalau dia itu bermandikan cahaya, aku seakan ditelan bayang-bayang. Bukan berarti aku tidak puas, aku sudah cukup puas hanya dengan mengagumi dan mengawasi dia saja. Bukankah yang namanya suka itu, kadang tidak perlu diungkapkan, daripada menyakitkan.
******
Hari itu aku sedang tidur siang di mushola. Ketika dia yang kemungkinan sedang terburu-buru secara tidak sengaja terantuk kakiku. Salahku juga sih yang tidur di dekat pintu. Jadi posisi kami sekarang, dia yang sedang terbungkuk karena terjatuh sambil memandang ke arahku dengan wajah meringis dan aku yang terbangun dengan wajah mendelik ke arahnya.
“Maaf ya, aku nggak sengaja” katanya dengan memelas.
“Hmm..” aku cuma mendengus saja.
“Aku nggak tahu kamu sedang tidur disitu” kali ini dia mengucapkannya sambil menangkupkan tangan tanda penyesalan.
“Hmmmm, yasudahlah” rasanya aku ingin mengutuk diri sendiri, kenapa pula aku harus bersikap ketus.
“Lalu, ngapain kamu disini?” aku mulai bertanya kepadanya, sebenarnya mencuri kesempatan berbicara dengannya.
“Aku mau shalat Dhuha” jawabnya dengan muka yang mulai sumringah.
“Kamu sendiri sedang apa?” dia bertanya balik.
“Kamu nggak lihat tadi aku sedang tidur?” masih dengan nada ketus yang sama, dan masih meratap dalam hati akan ketololanku ini.
“Oh iya ya, hehehe, nggak shalat Dhuha?”
“Udah tadi, bukannya kamu mau shalat? Buruan sana” rasanya aku ingin merobek mulutku.
“Iya iya, yaudah aku pergi dulu, sekali lagi maaf ya Daris” dia berkata begitu sambil beranjak berdiri dan mulai menjauh.
Dan aku masih menyesali diri sendiri, ayolah diriku, katakan sesuatu untuk memperbaiki keadaan. Jangan sampai dia mendapat kesan kalau aku ini cowok bego yang ketus. Ayolah diriku, keluarkan keberanianmu.
“Ah, tunggu…”
“Iya?” dia berhenti sambil menoleh ke arahku.
“Anu.. maaf..” pilihan kalimat yang salah, kenapa pula aku harus minta maaf.
Dia tertegun sejenak.
“Hahaha, kamu aneh deh” ujarnya sambil tersenyum seraya beranjak pergi.
Aku kena serangan jantung.
****
Setelah kejadian di mushola itu, aku jadi semakin susah ketika bertemu dia, jantungku seakan mau lompat terus. Dan dia juga sepertinya tidak terlalu berubah terhadapku, hanya agak lebih sering menyapaku saja. Aku masih menanggapinya dengan biasa, masih menanggapinya sambil lalu, padahal dalam hati kebat-kebit minta ampun.
Hari ini aku berniat ke perpustakaan, kebetulan ada novel baru yang ingin kupinjam. Sudah jauh-jauh hari aku memesan kepada petugas perpustakaan, kupastikan dia menyimpankannya untukku sebelum dia meminjamkan ke orang lain. Aku memang punya semacam hak khusus untuk memesan buku-buku terbaru yang menarik minatku di perpustakaan sekolah ini, hanya karena aku itu pengunjung setia perpustakaan dan kadang juga kalau senggang aku membantu merapikan buku-buku.
“Ada novelnya mbak?” serbuku tanpa basa-basi.
“Tenang ris, ini pesananmu” ujar beliau sambil mengeluarkan novel pesananku.
“Makasih mbak, seperti biasa ya” sahutku sumringah sambil mengambil novel itu.
Aku langsung beranjak ke pojok ruangan, tempat favoritku. Tempat dimana aku bisa dengan tenang membaca. Perpustakaan ini pengunjungnya jarang, jadi sebenarnya dimanapun aku duduk sama saja sih. Tapi aku tetap lebih suka duduk di pojokan. Tak lama akupun sudah larut dalam bacaanku.
“Wah.. kamu sudah baca itu ya?” tiba-tiba ada suara yang mebuatku terkejut dari belakang. Aku kenal baik pemilik suara ini, makanya aku terkejut. Tidak biasanya dia disini.
“Kamu… kenapa ada disini?” kenapa ya aku ini susah banget buat bersikap normal.
“Emang perpustakaan ini punya kamu?” dia bertanya dengan sedikit senyum jahil di wajahnya.
“Nggak, bukan gitu, tumben aja”
“Hahaha, kamu nggak pernah merhatiin orang lain, aku lumayan sering kok ke perpus, sekedar buat pinjam-pinjam novel atau buku lain” ujarnya sambil tertawa renyah.
“……”
“Aku tahu lho kamu sering banget ke perpus” dia masih nyerocos sendiri.
“Kok?” aku makin heran.
“Kamu itu lumayan terkenal lho, setidaknya orang-orang yang sering ke perpus pasti hafal sama kamu. Kamu kan selalu duduk di sini kalau lagi baca”
“…..” aku masih melongo.
“Kubilang juga apa, kamu itu nggak pernah merhatiin sekeliling sih. Apalagi kalau lagi baca” Itu salah besar nona manis. Aku ini selalu memperhatikan kamu.
“Oke, cukup. Jadi kamu sedang apa disini?” aku mencoba mengalihkan perhatian.
“Kalau aku lagi di perpustakaan, artinya aku pengen baca Daris” jawabnya kalem sambil tersenyum jahil. Sial, ini balasan buat yang kemarin ya.
Dan begitulah, semua terjadi secara alami, bolehlah kalau kusebut takdir. Akhirnya kami berbincang banyak tentang novel. Dan di luar dugaanku, dia juga cukup gemar membaca komik. Banyak selera kami yang cocok. Banyak kesamaan lain yang juga membuatku berbunga-bunga. Seperti kesukaan kami kepada kopi, tentang bagaimana dia juga menyukai hujan. Tapi juga tak sedikit hal-hal yang membuat kita berbeda pendapat. Hari ini aku merasakan sendiri dan faham kenapa dia begitu banyak punya teman. Dan hari ini kami terus saja berbicara sampai jam perpustakaan tutup. Hari ini pula, aku jatuh cinta lagi padanya. Untuk kesekian kali.
Dia itu tipe orang yang selalu membuat suasana di sekitarnya menjadi ceria, supel, energik dan nyaris selalu tersenyum. Dia juga salah satu siswi yang populer, baik di kalangan guru dan juga murid. Wajahnya yang manis mendukung itu semua ditambah nilai-nilai pelajaran yang membuatnya selalu terancam menjadi juara kelas. Aku lupa menyebutkan kalau dia juga bendahara OSIS. Singkatnya, dia itu orang yang berada di area yang nyaris mustahil terjangkau buatku. Aku sendiri hanya siswa yang tidak mencolok, yang lebih suka menghabiskan waktunya di perpustakaan, mushola atau kadang lantai teratas sekolah. Pokoknya tempat-tempat sepi yang memungkinkanku bisa membaca buku dengan tenang atau tidur siang. Nilai-nilaiku juga sebenarnya tidak begitu buruk tapi jelas tidak bisa dibandingkan dengan dia. Aku juga tidak tergabung dalam ekstrakurikuler apapun, apalagi OSIS. Singkatnya, kalau dia itu bermandikan cahaya, aku seakan ditelan bayang-bayang. Bukan berarti aku tidak puas, aku sudah cukup puas hanya dengan mengagumi dan mengawasi dia saja. Bukankah yang namanya suka itu, kadang tidak perlu diungkapkan, daripada menyakitkan.
******
Hari itu aku sedang tidur siang di mushola. Ketika dia yang kemungkinan sedang terburu-buru secara tidak sengaja terantuk kakiku. Salahku juga sih yang tidur di dekat pintu. Jadi posisi kami sekarang, dia yang sedang terbungkuk karena terjatuh sambil memandang ke arahku dengan wajah meringis dan aku yang terbangun dengan wajah mendelik ke arahnya.
“Maaf ya, aku nggak sengaja” katanya dengan memelas.
“Hmm..” aku cuma mendengus saja.
“Aku nggak tahu kamu sedang tidur disitu” kali ini dia mengucapkannya sambil menangkupkan tangan tanda penyesalan.
“Hmmmm, yasudahlah” rasanya aku ingin mengutuk diri sendiri, kenapa pula aku harus bersikap ketus.
“Lalu, ngapain kamu disini?” aku mulai bertanya kepadanya, sebenarnya mencuri kesempatan berbicara dengannya.
“Aku mau shalat Dhuha” jawabnya dengan muka yang mulai sumringah.
“Kamu sendiri sedang apa?” dia bertanya balik.
“Kamu nggak lihat tadi aku sedang tidur?” masih dengan nada ketus yang sama, dan masih meratap dalam hati akan ketololanku ini.
“Oh iya ya, hehehe, nggak shalat Dhuha?”
“Udah tadi, bukannya kamu mau shalat? Buruan sana” rasanya aku ingin merobek mulutku.
“Iya iya, yaudah aku pergi dulu, sekali lagi maaf ya Daris” dia berkata begitu sambil beranjak berdiri dan mulai menjauh.
Dan aku masih menyesali diri sendiri, ayolah diriku, katakan sesuatu untuk memperbaiki keadaan. Jangan sampai dia mendapat kesan kalau aku ini cowok bego yang ketus. Ayolah diriku, keluarkan keberanianmu.
“Ah, tunggu…”
“Iya?” dia berhenti sambil menoleh ke arahku.
“Anu.. maaf..” pilihan kalimat yang salah, kenapa pula aku harus minta maaf.
Dia tertegun sejenak.
“Hahaha, kamu aneh deh” ujarnya sambil tersenyum seraya beranjak pergi.
Aku kena serangan jantung.
****
Setelah kejadian di mushola itu, aku jadi semakin susah ketika bertemu dia, jantungku seakan mau lompat terus. Dan dia juga sepertinya tidak terlalu berubah terhadapku, hanya agak lebih sering menyapaku saja. Aku masih menanggapinya dengan biasa, masih menanggapinya sambil lalu, padahal dalam hati kebat-kebit minta ampun.
Hari ini aku berniat ke perpustakaan, kebetulan ada novel baru yang ingin kupinjam. Sudah jauh-jauh hari aku memesan kepada petugas perpustakaan, kupastikan dia menyimpankannya untukku sebelum dia meminjamkan ke orang lain. Aku memang punya semacam hak khusus untuk memesan buku-buku terbaru yang menarik minatku di perpustakaan sekolah ini, hanya karena aku itu pengunjung setia perpustakaan dan kadang juga kalau senggang aku membantu merapikan buku-buku.
“Ada novelnya mbak?” serbuku tanpa basa-basi.
“Tenang ris, ini pesananmu” ujar beliau sambil mengeluarkan novel pesananku.
“Makasih mbak, seperti biasa ya” sahutku sumringah sambil mengambil novel itu.
Aku langsung beranjak ke pojok ruangan, tempat favoritku. Tempat dimana aku bisa dengan tenang membaca. Perpustakaan ini pengunjungnya jarang, jadi sebenarnya dimanapun aku duduk sama saja sih. Tapi aku tetap lebih suka duduk di pojokan. Tak lama akupun sudah larut dalam bacaanku.
“Wah.. kamu sudah baca itu ya?” tiba-tiba ada suara yang mebuatku terkejut dari belakang. Aku kenal baik pemilik suara ini, makanya aku terkejut. Tidak biasanya dia disini.
“Kamu… kenapa ada disini?” kenapa ya aku ini susah banget buat bersikap normal.
“Emang perpustakaan ini punya kamu?” dia bertanya dengan sedikit senyum jahil di wajahnya.
“Nggak, bukan gitu, tumben aja”
“Hahaha, kamu nggak pernah merhatiin orang lain, aku lumayan sering kok ke perpus, sekedar buat pinjam-pinjam novel atau buku lain” ujarnya sambil tertawa renyah.
“……”
“Aku tahu lho kamu sering banget ke perpus” dia masih nyerocos sendiri.
“Kok?” aku makin heran.
“Kamu itu lumayan terkenal lho, setidaknya orang-orang yang sering ke perpus pasti hafal sama kamu. Kamu kan selalu duduk di sini kalau lagi baca”
“…..” aku masih melongo.
“Kubilang juga apa, kamu itu nggak pernah merhatiin sekeliling sih. Apalagi kalau lagi baca” Itu salah besar nona manis. Aku ini selalu memperhatikan kamu.
“Oke, cukup. Jadi kamu sedang apa disini?” aku mencoba mengalihkan perhatian.
“Kalau aku lagi di perpustakaan, artinya aku pengen baca Daris” jawabnya kalem sambil tersenyum jahil. Sial, ini balasan buat yang kemarin ya.
Dan begitulah, semua terjadi secara alami, bolehlah kalau kusebut takdir. Akhirnya kami berbincang banyak tentang novel. Dan di luar dugaanku, dia juga cukup gemar membaca komik. Banyak selera kami yang cocok. Banyak kesamaan lain yang juga membuatku berbunga-bunga. Seperti kesukaan kami kepada kopi, tentang bagaimana dia juga menyukai hujan. Tapi juga tak sedikit hal-hal yang membuat kita berbeda pendapat. Hari ini aku merasakan sendiri dan faham kenapa dia begitu banyak punya teman. Dan hari ini kami terus saja berbicara sampai jam perpustakaan tutup. Hari ini pula, aku jatuh cinta lagi padanya. Untuk kesekian kali.
Capek juga ya nulisnya
Baca
2 Lanjutan
3 Traktir Adi
4 Telpon dari Nida
5 Hari H 1
6 Hari H 2
7 aku ingat Hari H lagi
8 masuk sekolah
9 Sudah lama tapi masih terasa
10 Harapan kecil
11 bandung aku datang
12 ending 1
13 SELESAI
Agar Lebih mendramatisir bolehlah pada akhir part mendpadengarkan atau ngeliat lyrik ini ya
Quote:
Diubah oleh songotku 07-03-2014 22:53
anasabila memberi reputasi
1
9.7K
Kutip
89
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.7KThread•43.1KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya