- Beranda
- The Lounge
Memimpikan Bandung menjadi Kota Dunia -Bandung Juara, program Kang Emil-
...
TS
oxy_stucker
Memimpikan Bandung menjadi Kota Dunia -Bandung Juara, program Kang Emil-
Halo Agan2...bermula dari penasarannya ane ama kang Emil. Belum lama 100 hari, tapi bandung bener2 berubah jadi rumah yang keren buat masyarakatnya. Dan baru2 ini doi muter2 eropa, beritanya ada di sini.
Baru tau ternyata, program2 yang doi jalanin sekarang itu adalah mimpinya dulu (tahun 2008, saat doi masih seorang profesional) untuk merubah bandung. Dan doi punya mimpi, merubah bandung menjadi "liveable city" kata doi " Mari kita bangun Indonesia melalui sebuah rumah yang bernama bandung, dari bandung untuk indonesia" silakan gan tulisan doi di bawah..
Sumur; http://ridwankamil.wordpress.com/200...di-kota-dunia/
Komeng berbobot
Ini rencana-rencana RK:
1. Ridwan Kamil Ingin Bandung Seperti Kyoto thread kaskus
2. Ridwan Kamil Targetkan Lelang Jabatan Selesai Desember Ini thread kaskus
3. [Kerenkah]Rencana RidwanKamil Benahi Transportasi Bandung,Bus Gratis Hingga Cable Car thread kaskus
4. [Cinta Budaya Mengayomi PELAJAR] Ridwan Kamil: Pakai Iket, Tingkat Jomblo Menurun Thread kaskus
5. [Gebrakan Ridwan Kamil] Dengan 250rb warga bisa ikut membangun Bandung thread kaskus
dll...
Berita RK
1. Ridwan Kamil: Saya Batalkan Kerjasama (dengan australia) Demi Harga Diri thread kaskus
2. WALIKOTA BANDUNG RIDWAN KAMIL NONTON PERSIB PAKE MOTOR BARENG PANGLIMA VIKING Thread kaskus
3. Maen2 di BP gan, banyak
Baru tau ternyata, program2 yang doi jalanin sekarang itu adalah mimpinya dulu (tahun 2008, saat doi masih seorang profesional) untuk merubah bandung. Dan doi punya mimpi, merubah bandung menjadi "liveable city" kata doi " Mari kita bangun Indonesia melalui sebuah rumah yang bernama bandung, dari bandung untuk indonesia" silakan gan tulisan doi di bawah..
Spoiler for "Kang emil":
Pikiran Rakyat, April 2008
”Saya benci Bandung”, kata seorang pengusaha Jakarta di Sabtu sore. ”Semrawut, makin panas, sering macet dan sistem lalu lintasnya sering berubah, membingungkan”. Itulah sekelumit citra negatif yang sering diutarakan oleh sebagian pelancong dari luar kota. Terutama ketika mereka datang di akhir pekan.
”Kami menyukai Bandung”, ujar beberapa pelancong yang dijumpai di jalan Dago. ”Kotanya masih teduh, sekolahnya bagus-bagus, dekat dengan suasana pegunungan, anak-anak mudanya kreatif dan wisata belanjanya menyenangkan”. Cukup melegakan mendengar pujian mereka tentang Bandung.
Itulah yang terjadi. Bandung adalah paradoks. Kadang dirindu. Kadang dibenci. Bandung disukai karena suasana santainya, namun digerutui karena kemacetannya. Didatangi karena kualitas universitasnya, namun ditinggalkan karena minim peluang berkarirnya. Dipuji karena banyak ahli kota dan arsiteknya, namun diejeki karena minimnya inovasi dan kesemrawutan kotanya
Bandung adalah persilangan sebuah kota yang kaya dengan arsitektur bersejarah dengan lingkungan alam Parahyangan yang menenangkan hati. Di Bandung banyaknya perguruan tinggi yang didukung oleh stabilitas sosial yang terbuka dan kondusif adalah konteks unik yang melahirkan budaya kosmopolitan global yang berbeda dengan konteks kental religius ala Bali atau konteks patuh tradisi alaYogya.
Kosmopolitan dan kontemporer adalah karakter khas Bandung. Irisan dan persilangan unik khas Bandung ini melahirkan banyak peluang, terutama yang berkaitan dengan kekuatan ekonomi yang lahir dari tingginya kreativitas dan inovasi generasi mudanya. Ekonomi yang lahir dari kekuatan berpikir. Dari kekuatan ’human capital’ atau yang sering disebut dengan istilah’creative economy’.
***
Di tatar Parahyangan ini banyak tersembunyi kegiatan-kegiatan ekonomi berbasis inovasi dan kreativitas tanpa banyak kita hapal. Di Bandung terdapat pusat-pusat riset teknologi seperti LIPI, Pusat mikroelektronika, RISTI, MDIC, Eckman Center, Batan dan Microsoft Innovation Center at ITB. Di kota kreatif ini pula terdapat perusahaan teknologi seperti Omedata semikonduktor, LEN, INTI, CMI telkom, Harif Tunggal telekomunikasi, Daya Engineering, Quasar telekom dan PT Dirgantara.
Di Bandung pula, peluang-peluang ekonomi kreatif berbasis gaya hidup atau lifestyle tumbuh subur. Factory Outlet hadir dengan omset milyaran rupiah perbulan. Industri Distro (distribution store) anak muda Bandung yang kosmopolitan dengan desain clothingunik tumbuh dengan super cepat dan menjalar ke kota-kota lainnya.
Tidak heran, suasana kreatif dan alam yang unik di tatar Parahyangan ini membuat industri musik pun berkembang. Grup musik terkenal seperti Peterpan, Seurieus, Mocca, Laluna, PAS, Rif, Elfa, Krakatau hadir berbarengan dengan belasan grup musik Indie seperti Changcuters, Burgerkill, Besides, Pure Saturday dan komunitas underground musik yang produktif di Ujung Berung. Galeri-galeri seni kelas internasional juga tumbuh pesat di bandung, seperti Galeri Barli, Galeri Sumarja, Galeri Jehan, Galeri Padi, dan Selasar Sunaryo yang aktif dengan kegiatan seni internasionalnya sebagai agenda agenda rutinnya.
Di dunia arsitektur, progresivitas berpikir dan desain eksperimental arsitek-arsitek Bandung cukup jauh meninggalkan kota-kota lainnya. 70 persen-an pemenang sayembara nasional arsitektur selalu dari Bandung. Prestasi ini terjadi karena suasana komunitas, dialog dan iklim akademiknya yang kondusif dan inspiratif. Tahun 2007 URBANE menjadi satu-satunya firma kecil dari Bandung yang masuk 10 besar arsitek Indonesia verisi BCI awards, yang mengukur kerberhasilan firma arsitektur dari kuantitas nilai bisnisnya. Bahkan pemenang pertamaYoung Design Entrepreneur of the Year dari British Council, dimenangkan oleh warga Bandung 2 tahun beruturut-turut.
***
Di sisi lain, salah satu syarat menjadi kota kelas dunia adalah kualitas infrastruktur fisik kota dan ruang publiknya. Inilah kelemahan kota Bandung. Tidak ada kemajuan yang berarti dari segi pembanguan fisik dan sarana kota kecuali jembatan Pasupati. Sarana kota seperti Stadion Siliwangi yang sudah uzur, taman-taman kota yang tidak jelas konsepnya, Gelora Saparua yang sudah tidak layak pakai, adalah contoh-contoh buruknya. Dari sudut pandang prasarana, tragedi konser musik di Braga menjadi salah satu bukti, bagaimana aspirasi dan antusiasme kegiatan ekonomi kreatif tidak terwadahi oleh tempat yang layak.
Pemerintah kota dan propinsi seharusnya bisa melihat bagaimana investasi di fasilitas publik dengan arsitektur progresif bisa mengangkat ekonomi kota melompat ke level internasional. Seperti halnya kehadiran Museum Guggenheim di kota Bilbao Spanyol yang berdiri di bekas stasiun yang terbengkalai. Karena publikasi yang mendunia, sekitar empat jutaan pelancong datang ke kota tersebut hanya untuk melihat keunikan museum yang dirancang oleh superstar arsitek Frank Gehry. Jutaan pelancong itulah dalam 4 tahun yang membawa devisa 14 trilyun rupiah ke kota industri di Spanyol ini. Kesimpulannya, arsitektur publik yang baik dan progresif, seperti halnya Esplanade di Singapura atau Sydney Opera House di Australia, mampu menyumbangkan devisa yang besar bagi ekonomi kotanya.
Di sisi lain, pemerintah seringkali tidak mampu menahan pihak-pihak swasta yang tidak bertanggung jawab untuk berinvestasi namun merusak fisik kota Bandung atas nama investasi dan pertumbuhan ekonomi. Rencana Babakan Siliwangi yang akan dikomersilkan, kawasan Punclut yang digerus, beberapa Factory Outlet di Dago yang merusak karakter arsitektur Art Deco dan melanggar sempadan adalah contoh-contohnya.
Karenanya jangan heran jika banyak orang-orang pintar pergi dari Bandung setelah mereka lulus. Mereka hanya menumpang lewat. Mereka tidak melihat iklim kota Bandung dan sarana kotanya cukup kondusif untuk melakukan inovasi-inovasi dan bisnis yang selayaknya. Sementara otak-otak kreatif yang tinggal dan berbisnis di Bandung hanya bisa menggerutu dan bertahan semampunya tanpa bantuan dan dukungan yang signifikan dari pemerintah,
***
Kekuatan Bandung terbesar ada pada aset kualitas manusianya. Inilah kekuatan Bandung di masa depan. Inilah tiket bersaing global. Jangan sampai ribuan orang-orang kreatif dan pintar ini selalu pergi ke Jakarta atau Singapura setelah mereka lulus sekolah di Bandung, Mereka harus diakomodasi untuk berbisnis dan berkarir di Bandung. Mereka harus distimulasi untuk mencintai kota Bandung.
Karenanya pemerintah harus berinvestasi dengan 2 cara. Pertama, investasi dalam bentuk dukungan instrumen kebijakan ekonomi yang kondusif dan jangka panjang. Instrumen ini untuk mendorong investasi ekonomi kreatif mengalir dan eksis di Bandung. Sehingga orang-orang kreatif dan pintar dari luar kota pun mau dan tertarik untuk pindah ke Bandung dengan membawa kapital, ide-ide kreatif atau inovasi-inovasi bisnisnya.
Kedua, pemerintah harus berinvestasi memperbaiki infrastruktur dan sarana kota. Memperbaiki lalu lintas, memperbanyak gedung-gedung pertunjukan atau galeri, memelihara dan mempercantik bangunan-banguan bersejarah, berinovasi dalam ruang hijau kota atau menyuntikkan seni dalam penataan kawasan kota. Ingat, kreativitas dan inovasi mudah lahir dari wadah yang inspiratif.
Persaingan dunia bukan lagi antar negara, tapi antar kota. Karena itulah strategi-strategi perencanaan kota yang inovatif sudah dilakukan oleh kota London, Glasgow, Taipei, Singapura, Bangalore, Buenos Aires dalam merespon ekonomi baru ini. Kebijakan ekonomi kreatif yang responsif dan peningkatan kualitas sarana kota, bersatu kompak bagai dua sisi dalam satu koin uang. Pemerintah kota Bandung sudah saatnya berpikir inovatif diluar norma-norma standar pengelolaan kota-kota Indonesia. Kita harus berpikir dan berinovasi seperti kota-kota dunia.
”Bandung Kota Dunia” bukanlah hanya mimpi. Kita sudah punya modal awal yaitu aliran sumber daya manusia yang kreatif dan kompetitif berkelas dunia. Modal ini harus disempurnakan dengan kualitas sarana kota yang berkelas dunia pula. Inilah reposisi dan wajah baru Bandung di era milenium. Wajah baru yang menyempurnakan era Bandung sebagai wajah pemersatu Asia Afrika tahun 1955. Jangan biarkan mimpi ini mati sebagai mimpi. Mari sama-sama bekerja keras menghadiahkan masa depan yang indah untuk generasi cucu kita.
”Saya benci Bandung”, kata seorang pengusaha Jakarta di Sabtu sore. ”Semrawut, makin panas, sering macet dan sistem lalu lintasnya sering berubah, membingungkan”. Itulah sekelumit citra negatif yang sering diutarakan oleh sebagian pelancong dari luar kota. Terutama ketika mereka datang di akhir pekan.
”Kami menyukai Bandung”, ujar beberapa pelancong yang dijumpai di jalan Dago. ”Kotanya masih teduh, sekolahnya bagus-bagus, dekat dengan suasana pegunungan, anak-anak mudanya kreatif dan wisata belanjanya menyenangkan”. Cukup melegakan mendengar pujian mereka tentang Bandung.
Itulah yang terjadi. Bandung adalah paradoks. Kadang dirindu. Kadang dibenci. Bandung disukai karena suasana santainya, namun digerutui karena kemacetannya. Didatangi karena kualitas universitasnya, namun ditinggalkan karena minim peluang berkarirnya. Dipuji karena banyak ahli kota dan arsiteknya, namun diejeki karena minimnya inovasi dan kesemrawutan kotanya
Bandung adalah persilangan sebuah kota yang kaya dengan arsitektur bersejarah dengan lingkungan alam Parahyangan yang menenangkan hati. Di Bandung banyaknya perguruan tinggi yang didukung oleh stabilitas sosial yang terbuka dan kondusif adalah konteks unik yang melahirkan budaya kosmopolitan global yang berbeda dengan konteks kental religius ala Bali atau konteks patuh tradisi alaYogya.
Kosmopolitan dan kontemporer adalah karakter khas Bandung. Irisan dan persilangan unik khas Bandung ini melahirkan banyak peluang, terutama yang berkaitan dengan kekuatan ekonomi yang lahir dari tingginya kreativitas dan inovasi generasi mudanya. Ekonomi yang lahir dari kekuatan berpikir. Dari kekuatan ’human capital’ atau yang sering disebut dengan istilah’creative economy’.
***
Di tatar Parahyangan ini banyak tersembunyi kegiatan-kegiatan ekonomi berbasis inovasi dan kreativitas tanpa banyak kita hapal. Di Bandung terdapat pusat-pusat riset teknologi seperti LIPI, Pusat mikroelektronika, RISTI, MDIC, Eckman Center, Batan dan Microsoft Innovation Center at ITB. Di kota kreatif ini pula terdapat perusahaan teknologi seperti Omedata semikonduktor, LEN, INTI, CMI telkom, Harif Tunggal telekomunikasi, Daya Engineering, Quasar telekom dan PT Dirgantara.
Di Bandung pula, peluang-peluang ekonomi kreatif berbasis gaya hidup atau lifestyle tumbuh subur. Factory Outlet hadir dengan omset milyaran rupiah perbulan. Industri Distro (distribution store) anak muda Bandung yang kosmopolitan dengan desain clothingunik tumbuh dengan super cepat dan menjalar ke kota-kota lainnya.
Tidak heran, suasana kreatif dan alam yang unik di tatar Parahyangan ini membuat industri musik pun berkembang. Grup musik terkenal seperti Peterpan, Seurieus, Mocca, Laluna, PAS, Rif, Elfa, Krakatau hadir berbarengan dengan belasan grup musik Indie seperti Changcuters, Burgerkill, Besides, Pure Saturday dan komunitas underground musik yang produktif di Ujung Berung. Galeri-galeri seni kelas internasional juga tumbuh pesat di bandung, seperti Galeri Barli, Galeri Sumarja, Galeri Jehan, Galeri Padi, dan Selasar Sunaryo yang aktif dengan kegiatan seni internasionalnya sebagai agenda agenda rutinnya.
Di dunia arsitektur, progresivitas berpikir dan desain eksperimental arsitek-arsitek Bandung cukup jauh meninggalkan kota-kota lainnya. 70 persen-an pemenang sayembara nasional arsitektur selalu dari Bandung. Prestasi ini terjadi karena suasana komunitas, dialog dan iklim akademiknya yang kondusif dan inspiratif. Tahun 2007 URBANE menjadi satu-satunya firma kecil dari Bandung yang masuk 10 besar arsitek Indonesia verisi BCI awards, yang mengukur kerberhasilan firma arsitektur dari kuantitas nilai bisnisnya. Bahkan pemenang pertamaYoung Design Entrepreneur of the Year dari British Council, dimenangkan oleh warga Bandung 2 tahun beruturut-turut.
***
Di sisi lain, salah satu syarat menjadi kota kelas dunia adalah kualitas infrastruktur fisik kota dan ruang publiknya. Inilah kelemahan kota Bandung. Tidak ada kemajuan yang berarti dari segi pembanguan fisik dan sarana kota kecuali jembatan Pasupati. Sarana kota seperti Stadion Siliwangi yang sudah uzur, taman-taman kota yang tidak jelas konsepnya, Gelora Saparua yang sudah tidak layak pakai, adalah contoh-contoh buruknya. Dari sudut pandang prasarana, tragedi konser musik di Braga menjadi salah satu bukti, bagaimana aspirasi dan antusiasme kegiatan ekonomi kreatif tidak terwadahi oleh tempat yang layak.
Pemerintah kota dan propinsi seharusnya bisa melihat bagaimana investasi di fasilitas publik dengan arsitektur progresif bisa mengangkat ekonomi kota melompat ke level internasional. Seperti halnya kehadiran Museum Guggenheim di kota Bilbao Spanyol yang berdiri di bekas stasiun yang terbengkalai. Karena publikasi yang mendunia, sekitar empat jutaan pelancong datang ke kota tersebut hanya untuk melihat keunikan museum yang dirancang oleh superstar arsitek Frank Gehry. Jutaan pelancong itulah dalam 4 tahun yang membawa devisa 14 trilyun rupiah ke kota industri di Spanyol ini. Kesimpulannya, arsitektur publik yang baik dan progresif, seperti halnya Esplanade di Singapura atau Sydney Opera House di Australia, mampu menyumbangkan devisa yang besar bagi ekonomi kotanya.
Di sisi lain, pemerintah seringkali tidak mampu menahan pihak-pihak swasta yang tidak bertanggung jawab untuk berinvestasi namun merusak fisik kota Bandung atas nama investasi dan pertumbuhan ekonomi. Rencana Babakan Siliwangi yang akan dikomersilkan, kawasan Punclut yang digerus, beberapa Factory Outlet di Dago yang merusak karakter arsitektur Art Deco dan melanggar sempadan adalah contoh-contohnya.
Karenanya jangan heran jika banyak orang-orang pintar pergi dari Bandung setelah mereka lulus. Mereka hanya menumpang lewat. Mereka tidak melihat iklim kota Bandung dan sarana kotanya cukup kondusif untuk melakukan inovasi-inovasi dan bisnis yang selayaknya. Sementara otak-otak kreatif yang tinggal dan berbisnis di Bandung hanya bisa menggerutu dan bertahan semampunya tanpa bantuan dan dukungan yang signifikan dari pemerintah,
***
Kekuatan Bandung terbesar ada pada aset kualitas manusianya. Inilah kekuatan Bandung di masa depan. Inilah tiket bersaing global. Jangan sampai ribuan orang-orang kreatif dan pintar ini selalu pergi ke Jakarta atau Singapura setelah mereka lulus sekolah di Bandung, Mereka harus diakomodasi untuk berbisnis dan berkarir di Bandung. Mereka harus distimulasi untuk mencintai kota Bandung.
Karenanya pemerintah harus berinvestasi dengan 2 cara. Pertama, investasi dalam bentuk dukungan instrumen kebijakan ekonomi yang kondusif dan jangka panjang. Instrumen ini untuk mendorong investasi ekonomi kreatif mengalir dan eksis di Bandung. Sehingga orang-orang kreatif dan pintar dari luar kota pun mau dan tertarik untuk pindah ke Bandung dengan membawa kapital, ide-ide kreatif atau inovasi-inovasi bisnisnya.
Kedua, pemerintah harus berinvestasi memperbaiki infrastruktur dan sarana kota. Memperbaiki lalu lintas, memperbanyak gedung-gedung pertunjukan atau galeri, memelihara dan mempercantik bangunan-banguan bersejarah, berinovasi dalam ruang hijau kota atau menyuntikkan seni dalam penataan kawasan kota. Ingat, kreativitas dan inovasi mudah lahir dari wadah yang inspiratif.
Persaingan dunia bukan lagi antar negara, tapi antar kota. Karena itulah strategi-strategi perencanaan kota yang inovatif sudah dilakukan oleh kota London, Glasgow, Taipei, Singapura, Bangalore, Buenos Aires dalam merespon ekonomi baru ini. Kebijakan ekonomi kreatif yang responsif dan peningkatan kualitas sarana kota, bersatu kompak bagai dua sisi dalam satu koin uang. Pemerintah kota Bandung sudah saatnya berpikir inovatif diluar norma-norma standar pengelolaan kota-kota Indonesia. Kita harus berpikir dan berinovasi seperti kota-kota dunia.
”Bandung Kota Dunia” bukanlah hanya mimpi. Kita sudah punya modal awal yaitu aliran sumber daya manusia yang kreatif dan kompetitif berkelas dunia. Modal ini harus disempurnakan dengan kualitas sarana kota yang berkelas dunia pula. Inilah reposisi dan wajah baru Bandung di era milenium. Wajah baru yang menyempurnakan era Bandung sebagai wajah pemersatu Asia Afrika tahun 1955. Jangan biarkan mimpi ini mati sebagai mimpi. Mari sama-sama bekerja keras menghadiahkan masa depan yang indah untuk generasi cucu kita.
Sumur; http://ridwankamil.wordpress.com/200...di-kota-dunia/
Komeng berbobot
Quote:
Original Posted By w4nderer►
sumur
Spoiler for Pendapat Mahasiswa Sunda di Belanda:
Den Haag - Bersyukur sekali bahwa malam itu saya bersama Paguyuban Sunda Nederland memiliki kesempatan bertemu langsung dengan Walikota Bandung Ridwan Kamil (Kang Emil) di sela-sela kegiatannya yang padat. Dalam enam hari Kang Emil harus menempuh perjalanan di 3 negara dan 8 kota, serta menjalankan 12 agenda, antara lain kesepakatan dana CSR senilai Rp 1,7 triliun dari beberapa perusahaan di Belanda dan Prancis, penjajakan ke perusahaan H-Bahn (monorail gantung) di Jerman, penandatanganan kerjasama dengan konsultan terkemuka PriceWaterhouseCooper untuk menjadi mitra Bandung, kerjasama kebudayaan dengan pemerintah Prancis, serta berpartisipasi pada pameran wisata Utrecht di mana 150 orang langsung memesan wisata ke Bandung.
Belum termasuk agenda yang sifatnya informal seperti pertemuan dengan kami, PPI Belanda, PPI Perancis, serta Jejaring Diaspora Indonesia di Belanda. Jangan dibayangkan jika itu semua dilakukan dalam satu rombongan kerja yang besar. Kang Emil hanya ditemani 2 orang staf ahli dan 1 orang asisten pribadi, mirip tim pasukan elit komando, yang bekerja cepat, dalam satuan kecil, senyap, dan mematikan.
Kang Emil menceritakan mimpinya untuk menjadikan Bandung liveable and loveable city. Dan saat ini tantangan Bandung adalah infrastruktur, pelayanan publik, serta pola pikir dan kebiasaan warganya. Kang Emil adalah bagian dari gelombang baru kepemimpinan Indonesia yang muncul dari daerah yang sama-sama memiliki ciri meritokratis yaitu progresif, mengandalkan kinerja bukan pencitraan, serta gaya kepemimpinan egaliter dan dekat dengan rakyat bukan kepemimpinan feodal dan berjarak. Sebelumnya kita mengenal kepemimpinan serupa seperti pada sosok Bu Risma di Surabaya, Pak Jokowi di Solo, atau Bu Rustriningsih di Kebumen.
Saya mencatat ada tiga hal yang menjadi kunci bagaimana Kang Emil kini menjadi sosok yang dicintai oleh warganya. Pertama, memimpin ialah menjadi hatinya masyarakat. Tak akan sanggup orang bekerja sekeras itu, jika bukan didorong oleh niat berbuat ikhlas untuk masyarakat. Salah satu hadits yang sering dikutip oleh Kang Emil adalah, Sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat untuk sesamanya. Selain keikhlasan, cinta adalah energi tak terbatas yang menjadikan seorang pemimpin rela berkorban untuk kebaikan warganya. Saya teringat ucapan Kang Emil mengenai cintanya pada Bandung, Buat saya Bandung bukan sekedar tempat, tetapi perasaan. Barangkali ini adalah alasan mengapa Kang Emil masih aktif menjawab mention-mention di Twitter. Nampaknya buat dia menyapa warganya bukanlah beban melainkan adalah sebuah kebutuhan, seperti orang sedang kasmaran.
Kedua, memimpin ialah menjadi kepalanya masyarakat. Kepala adalah simbol dari akal, kecerdasan, dan efektifitas. Kecerdasan Kang Emil bisa terlihat dari bagaimana dia gesit memanfaatkan jejaringnya dalam mencari sumber-sumber pendanaan alternatif di luar APBD. Karena sekadar menggunakan dana yang ada tidak akan cukup dalam mewujudkan rencana- rencananya. Turun ke lapangan adalah hal penting, tetapi belum cukup. Seorang pemimpin hendaknya mengetahui titik-titik ungkit (leverage) di mana dengan satu usaha yang sama bisa menghasilkan keluaran berkali-kali lipat. Di sini pentingnya kompetensi dan membangun tim, sehingga Bandung beruntung memiliki walikota, yang juga berlatar belakang tatakota.
Jika pun seorang pemimpin tak memiliki kompetensi teknis di bidangnya, karena tak mungkin ada pemimpin yang menjadi spesialis dalam semua hal, maka kuncinya ada pada pilihan siapa yang menjadi orang-orang terdekatnya. Bersiaplah sejak awal untuk mengakhiri jabatan dengan kegagalan jika orang-orang yang dipilih sekadar tim hore yang bermental asal bapak senang (ABS), penjilat, dan bermuka dua. Titik paling krusial dari sebuah kepemimpinan adalah seberapa baik timnya. Mereka haruslah orang yang kompeten, sevisi, dan tentu saja berintegritas bahkan berani mengatakan pendapat berbeda.
Ketiga, memimpin ialah menjadi tulang punggungnya masyarakat. Pada akhirnya semua rencana, kolaborasi, dan kepemimpinan kolektif harus diwujudkan dalam kerja. Kang Emil memberi contoh bagaimana pemimpin juga harus memperhatikan yang detail dan konkrit. Misalnya program-program tematik harian kota Bandung: Senin Bis Gratis, Selasa Tanpa Rokok, Rebo Nyunda, Kamis Inggris, dan Jumat bersepeda. Bagi saya sebetulnya ini bukan program strategis dan krusial, namun pesan yang penting ialah semua warga bandung merasa terlibat dalam membangun kotanya, serta dengan kebiasaan-kebiasaan kecil yang baiklah hal yang besar bisa dicapai.
Terakhir, saya tidak percaya sosok seperti Kang Emil merupakan ratu adil atau juru selamat yang turun dari langit. Kang Emil adalah pemimpin yang tumbuh bersama masyarakat. Menjadi bagian dari kita dan sama-sama merasakan susah senangnya. Oleh karena itu pemimpin tetap harus diingatkan dan diberi masukan. Termasuk ada satu pertanyaan yang saya lupa tanyakan pada beliau malam itu terkait apa kompensasi yang harus diberikan untuk program CSR perusahaan- perusahaan Belanda dan Prancis tersebut?
Bagaimanapun Kang Emil adalah sosok yang sama seperti kita yang memiliki kehidupan dengan keluarga, cita-cita, dan hobinya. Yang membedakan ialah Kang Emil punya mimpi yang besar untuk Bandung dan mau keluar dari zona nyamannya sebagai arsitek papan atas dan dosen di kampus elit untuk mau bobolokot ngesang beberes Bandung. Yuk, siapa mau ikut menjadi bagian dari gelombang baru ini?
Keterangan Penulis: Penulis adalah pelajar Indonesia di TU Delft, anggota Keluarga Besar Paguyuban Sunda Nederland
Belum termasuk agenda yang sifatnya informal seperti pertemuan dengan kami, PPI Belanda, PPI Perancis, serta Jejaring Diaspora Indonesia di Belanda. Jangan dibayangkan jika itu semua dilakukan dalam satu rombongan kerja yang besar. Kang Emil hanya ditemani 2 orang staf ahli dan 1 orang asisten pribadi, mirip tim pasukan elit komando, yang bekerja cepat, dalam satuan kecil, senyap, dan mematikan.
Kang Emil menceritakan mimpinya untuk menjadikan Bandung liveable and loveable city. Dan saat ini tantangan Bandung adalah infrastruktur, pelayanan publik, serta pola pikir dan kebiasaan warganya. Kang Emil adalah bagian dari gelombang baru kepemimpinan Indonesia yang muncul dari daerah yang sama-sama memiliki ciri meritokratis yaitu progresif, mengandalkan kinerja bukan pencitraan, serta gaya kepemimpinan egaliter dan dekat dengan rakyat bukan kepemimpinan feodal dan berjarak. Sebelumnya kita mengenal kepemimpinan serupa seperti pada sosok Bu Risma di Surabaya, Pak Jokowi di Solo, atau Bu Rustriningsih di Kebumen.
Saya mencatat ada tiga hal yang menjadi kunci bagaimana Kang Emil kini menjadi sosok yang dicintai oleh warganya. Pertama, memimpin ialah menjadi hatinya masyarakat. Tak akan sanggup orang bekerja sekeras itu, jika bukan didorong oleh niat berbuat ikhlas untuk masyarakat. Salah satu hadits yang sering dikutip oleh Kang Emil adalah, Sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat untuk sesamanya. Selain keikhlasan, cinta adalah energi tak terbatas yang menjadikan seorang pemimpin rela berkorban untuk kebaikan warganya. Saya teringat ucapan Kang Emil mengenai cintanya pada Bandung, Buat saya Bandung bukan sekedar tempat, tetapi perasaan. Barangkali ini adalah alasan mengapa Kang Emil masih aktif menjawab mention-mention di Twitter. Nampaknya buat dia menyapa warganya bukanlah beban melainkan adalah sebuah kebutuhan, seperti orang sedang kasmaran.
Kedua, memimpin ialah menjadi kepalanya masyarakat. Kepala adalah simbol dari akal, kecerdasan, dan efektifitas. Kecerdasan Kang Emil bisa terlihat dari bagaimana dia gesit memanfaatkan jejaringnya dalam mencari sumber-sumber pendanaan alternatif di luar APBD. Karena sekadar menggunakan dana yang ada tidak akan cukup dalam mewujudkan rencana- rencananya. Turun ke lapangan adalah hal penting, tetapi belum cukup. Seorang pemimpin hendaknya mengetahui titik-titik ungkit (leverage) di mana dengan satu usaha yang sama bisa menghasilkan keluaran berkali-kali lipat. Di sini pentingnya kompetensi dan membangun tim, sehingga Bandung beruntung memiliki walikota, yang juga berlatar belakang tatakota.
Jika pun seorang pemimpin tak memiliki kompetensi teknis di bidangnya, karena tak mungkin ada pemimpin yang menjadi spesialis dalam semua hal, maka kuncinya ada pada pilihan siapa yang menjadi orang-orang terdekatnya. Bersiaplah sejak awal untuk mengakhiri jabatan dengan kegagalan jika orang-orang yang dipilih sekadar tim hore yang bermental asal bapak senang (ABS), penjilat, dan bermuka dua. Titik paling krusial dari sebuah kepemimpinan adalah seberapa baik timnya. Mereka haruslah orang yang kompeten, sevisi, dan tentu saja berintegritas bahkan berani mengatakan pendapat berbeda.
Ketiga, memimpin ialah menjadi tulang punggungnya masyarakat. Pada akhirnya semua rencana, kolaborasi, dan kepemimpinan kolektif harus diwujudkan dalam kerja. Kang Emil memberi contoh bagaimana pemimpin juga harus memperhatikan yang detail dan konkrit. Misalnya program-program tematik harian kota Bandung: Senin Bis Gratis, Selasa Tanpa Rokok, Rebo Nyunda, Kamis Inggris, dan Jumat bersepeda. Bagi saya sebetulnya ini bukan program strategis dan krusial, namun pesan yang penting ialah semua warga bandung merasa terlibat dalam membangun kotanya, serta dengan kebiasaan-kebiasaan kecil yang baiklah hal yang besar bisa dicapai.
Terakhir, saya tidak percaya sosok seperti Kang Emil merupakan ratu adil atau juru selamat yang turun dari langit. Kang Emil adalah pemimpin yang tumbuh bersama masyarakat. Menjadi bagian dari kita dan sama-sama merasakan susah senangnya. Oleh karena itu pemimpin tetap harus diingatkan dan diberi masukan. Termasuk ada satu pertanyaan yang saya lupa tanyakan pada beliau malam itu terkait apa kompensasi yang harus diberikan untuk program CSR perusahaan- perusahaan Belanda dan Prancis tersebut?
Bagaimanapun Kang Emil adalah sosok yang sama seperti kita yang memiliki kehidupan dengan keluarga, cita-cita, dan hobinya. Yang membedakan ialah Kang Emil punya mimpi yang besar untuk Bandung dan mau keluar dari zona nyamannya sebagai arsitek papan atas dan dosen di kampus elit untuk mau bobolokot ngesang beberes Bandung. Yuk, siapa mau ikut menjadi bagian dari gelombang baru ini?
Keterangan Penulis: Penulis adalah pelajar Indonesia di TU Delft, anggota Keluarga Besar Paguyuban Sunda Nederland
sumur
Ini rencana-rencana RK:
1. Ridwan Kamil Ingin Bandung Seperti Kyoto thread kaskus
2. Ridwan Kamil Targetkan Lelang Jabatan Selesai Desember Ini thread kaskus
3. [Kerenkah]Rencana RidwanKamil Benahi Transportasi Bandung,Bus Gratis Hingga Cable Car thread kaskus
4. [Cinta Budaya Mengayomi PELAJAR] Ridwan Kamil: Pakai Iket, Tingkat Jomblo Menurun Thread kaskus
5. [Gebrakan Ridwan Kamil] Dengan 250rb warga bisa ikut membangun Bandung thread kaskus
dll...
Berita RK
1. Ridwan Kamil: Saya Batalkan Kerjasama (dengan australia) Demi Harga Diri thread kaskus
2. WALIKOTA BANDUNG RIDWAN KAMIL NONTON PERSIB PAKE MOTOR BARENG PANGLIMA VIKING Thread kaskus
3. Maen2 di BP gan, banyak
Diubah oleh oxy_stucker 27-01-2014 03:44
0
6.7K
Kutip
28
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
924.7KThread•89.1KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya