Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

athayasandAvatar border
TS
athayasand
DUEL MAUT SATU LAWAN SATU KOPASSUS VS GERILYAWAN KALIMANTAN



Jenderal Purn AM Hendropriyono meluncurkan
buku berjudul Operasi Sandi Yudha, Menumpas
Gerakan Klandestin yang diterbitkan Penerbit
Buku Kompas tahun 2013. Buku ini mengisahkan
operasi militer pasukan khusus Angkatan Darat
melawan gerombolan Pasukan Gerilya Rakyat
Serawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat
Kalimantan Utara (Paraku) sekitar tahun
1968-1974. Banyak kisah menarik di dalamnya.

Salah satu hal yang menarik adalah upaya
penangkapan petinggi PGRS/Paraku dengan
jabatan Sekretaris Wilayah III Mempawah Siauw
Ah San. Tim Halilintar pimpinan Kapten
Hendropriyono bisa mendapatkan info soal Ah
San dari Tee Siat Moy, istrinya yang berkhianat.
Siat Moy mau membantu TNI dengan syarat Ah
San tak dibunuh.

Maka Hendro memimpin 11 prajurit Halilintar
Prayudha Kopasandha (kini Kopassus) untuk
meringkus Ah San hidup-hidup. Mereka tidak
membawa senjata api, hanya pisau komando
sebagai senjata. Hanya Hendro yang membawa
pistol untuk berjaga-jaga. Setiap personel
dilengkapi dengan handy talky (HT).

3 Desember 1973 pukul 16.00, tim mulai
merayap ke sasaran yang jauhnya sekitar 4,5 km
melewati hutan rimba yang lebat. Kecepatan
merayap pun ditentukan. Kode hijau artinya
merayap 10 meter per menit, kode kuning berarti
lima meter per menit. Sedangkan kode merah
artinya berhenti merayap.

Ditargetkan mereka bisa sampai di titik terakhir
pukul 22.00. Lalu melakukan operasi penyerbuan
di gubuk Ah San pukul 04.00, keesokan harinya.
Baru setengah jam merayap, tim sudah
dihadang ular kobra. Ada juga yang ternyata
melintasi sarang kobra. Untung saat latihan
komando mereka sudah praktik menjinakkan ular
kobra sehingga tak ada yang kena patuk.

Di tengah kegelapan malam, anak buah Hendro
juga berhasil melumpuhkan beberapa penjaga
secara senyap.

Pukul 22.25 WIB, tim sudah sampai di lokasi
yang ditentukan. Masih cukup lama menunggu
waktu operasi. Namun rupanya kemudian lewat
HT, Intelijen melaporkan Ah San tak ada di
pondok tersebut. Seluruh tim sangat kecewa.

Baru pukul 14.00 Siat Moy dan perwira intelijen
Kodim Mempawah memastikan Ah San ada di
pondok. Maka kembali kegembiraan melingkupi
seluruh anggota tim.

Dengan kecepatan kuning mereka terus merayap
mendekati sasaran hingga akhirnya dari jarak
200 meter terlihatlah pondok kayu. Itulah rumah
persembunyian Ah San.


Tiba-tiba anjing-anjing penjaga pondok tersebut
berloncatan ke arah tim Halilintar sambil
mengonggong keras. Hendro segera meneriakkan
komando "Serbuuuuu," katanya sambil lari
sekencang-kencangnya ke arah pondok.

"Abdullah alias Pelda Kongsenlani mendahului
saya lima detik untuk tiba di sasaran. Dia
mendobrak pintu dengan tendangan mae-geri
dan langsung masuk. Saya mendobrak jendela
dan meloncat masuk," beber Hendro.
Hendro berteriak pada Ah San. "Menyerahlah
Siauw Ah San, kami bukan mau membunuhmu."


Tapi Ah San enggan menyerah. Dia menyabet
perut Kongsenlani dengan bayonet hingga usus
prajurit itu terburai. Hendro menyuruh anak
buahnya keluar pondok. Dia sendiri bertarung
satu lawan satu dengan Ah San.
"Dengan sigap saya lemparkan pisau komando
ke tubuh Ah San. Tapi tidak menancap telak,
hanya mengena ringan di dada kanannya,"


Hendro menggambarkan peristiwa menegangkan
itu.
Kini Hendro tanpa senjata harus menghadapi Ah
San yang bersenjatakan bayonet. Memang ada
senjata yang ditaruh di belakang tubuh Hendro,
tapi mengambil senjata dalam keadaan duel
seperti ini butuh beberapa detik. Hendro takut
Ah San keburu menusuknya.


Hendro lalu melompat dan menendang dada Ah
San. Berhasil, tetapi sebelum jatuh Ah San
sempat menusuk paha kiri Hendro hingga
sampai tulang. Darah langsung mengucur,
rasanya ngilu sekali.
Ah San kemudian berusaha menusuk dada kiri
Hendro. Hendro berusaha menangkis dengan
tangan. Akibatnya lengannya terluka parah dan
jari-jari kanannya nyaris putus.


Celakanya pistol di pinggang belakang Hendro
melorot masuk ke dalam celananya. Butuh
perjuangan baginya untuk meraih pistol itu
dengan jari-jari yang nyaris putus. Akhirnya
Hendro berhasil meraihnya. Perwira baret merah
ini menembak dua kali. Tapi hanya sekali pistol
meletus, satunya lagi macet. Pistol segera jatuh
karena Hendro tak mampu lagi memegangnya.


Peluru itu mengenai perut Ah San. Membuatnya
limbung, Hendro yang juga kehabisan tenaga
membantingnya dengan teknik o-goshi.
Kemudian Hendro menjatuhkan tubuhnya keras-
keras di atas tubuh Ah San.
Duel maut itu selesai. Ah San tewas, tetapi
Hendro pun terluka parah. Beruntung anak
buahnya segera datang menyelamatkan Hendro.


Rupanya saat diserang tadi Ah San sudah
membakar gubuknya sendiri. Tujuannya agar
pasukan penyerang sama-sama mati terbakar.
Hendro sempat meminta maaf pada Siat Moy
tak bisa menangkap Ah San hidup-hidup.
Sambil menangis Siat Moy mengaku bisa
memaklumi hal ini.


"Saya lihat sendiri, Atew (panggilan untuk
Hendro) telah berusaha dan memang Siauw Ah
San yang keras kepala. Saya sangat sedih
melihat Atew seperti ini," kata Siat Moy.
Hendro menderita sebelas luka di tubuhnya.
Kondisinya cukup parah, namun Hendro masih
meminta anak buahnya untuk memakamkan Ah
San secara layak.


"Mau dimakamkan pakai ritual apa, dia tidak
punya agama," kata Phang Lee Chong, mantan
tokoh PGRS/Paraku yang kini berpihak pada
TNI.
Hendro menukas, "Namanya Siauw Ah San alias
Hasan, makamkan saja secara Islam."


Luka-luka Hendro dan Kongsenlani berhasil
disembuhkan. Hendro mendapat Satya Lencana
Bhakti, tanda jasa khusus bagi tentara yang
terluka dalam pertempuran.

0
33.4K
256
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923KThread83.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.