Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

kemalmahendraAvatar border
TS
kemalmahendra
Kisruh Kenaikan Harga Elpiji
Baru tiga hari lalu saat membuka perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Wakil Presiden Boediono menyampaikan bahwa langkah yang akan ditempuh pemerintah pada tahun 2014 adalah menciptakan kestabilan ekonomi. Namun belum seminggu tahun 2014 kita masuki yang kita lihat justru gonjang-ganjing dalam kebijakan ekonomi yang ditempuh pemerintah.

Keputusan PT Pertamina untuk menaikkan harga elpiji 12 kg sebesar 68 membuat masyarakat tersentak. Itulah hadiah tahun baru yang paling pahit karena di hari pertama tahun baru diberi beban yang tidak terkira beratnya.

Ketika masyarakat bereaksi, ternyata pemerintah sendiri saling tunjuk jari. Mulai dari Presiden hingga menteri saling lempar badan. Semua mengaku tidak tahu keputusan itu dan beramai-ramai menyalahkan Pertamina atas keputusan tersebut.

Kemarin Presiden memerintahkan Wapres untuk melakukan koordinasi dengan para menteri guna membahas kenaikan harga elpiji 12 kg yang terlalu membebani masyarakat. Namun dalam rapat terbatas begitu tiba kembali di Jakarta dari kunjungan kerja ke Jawa Timur hari Minggu, Presiden pun tidak bisa mengambil keputusan tentang apa yang harus dilakukan Pertamina.

Seusai rapat terbatas di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Presiden memerintahkan Pertamina untuk berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan. Hasil koordinasi itu diminta disampaikan kepada Presiden dan dalam waktu 24 jam ke depan harus ada keputusan baru tentang kenaikan yang tidak terlalu membebani masyarakat.

Kita ingin menyampaikan bahwa kalau niatan pemerintah adalah menciptakan kestabilan ekonomi, seharusnya persoalan seperti kenaikan harga elpiji tidak dibiarkan terus mengambang. Dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden seharusnya bisa diambil keputusan tentang kenaikan harga elpiji 12 kg yang diinginkan pemerintah.

Seperti dikatakan Presiden sendiri, pemerintah adalah pemegang saham dari Pertamina. Lalu apa susahnya pemegang saham mengambil keputusan yang dimaui, karena direksi harus mengikuti apa yang ditetapkan pemegang saham.

Konsultasi dengan BPK seharusnya bukan masalah yang sulit. Presiden bisa menelepon langsung Ketua BPK kalau sekadar ingin mengetahui apa sebenarnya catatan yang diberikan BPK tentang kerugian yang dialami Pertamina dalam menjalankan bisnis elpiji.

Dengan menunda keputusan 24 jam, maka politisasi akan terus bergulir. Kita lihat semua partai politik saling bersahutan untuk bersuara dan berlomba-lomba mencari simpati sebagai partai yang peduli kepada kepentingan rakyat.

Partai Demokrat yang merupakan partai pemerintah bahkan ikuti-ikutan menyayangkan kenaikan harga elpiji 12 kg. Padahal pemerintahan sekarang ini adalah pemerintahan Partai Demokrat, bahkan menteri yang mengurusi urusan energi berasal dari Partai Demokrat dan menteri yang membawahi Pertamina pun adalah peserta konvensi calon presiden dari Partai Demokrat juga.

Semua kekisruhan ini merupakan cerminan atas ketidakpahaman kita akan kehidupan berbangsa dan bernegara. Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjaga kepentingan rakyat.

Bung Hatta sejak awal kemerdekaan merumuskan bahwa sistem ekonomi yang kita pilih adalah ekonomi pasar yang sosial. Karena pilihan kita adalah ekonomi pasar yang sosial, maka tidak bisa semua itu hanya ditentukan kepada mekanisme pasar bebas. Ada peran yang dimainkan negara agar rakyat tidak hanya dijadikan obyek bisnis semata.

BUMN hadir untuk menjadi pengimbang dari kegiatan usaha swasta. Ketika ada komoditas yang berpengaruh kepada kehidupan rakyat banyak, BUMN hadir untuk mencegah terjadinya penentuan harga yang merugikan rakyat. Kekuatan BUMN diharapkan menjadi penyeimbang agar penentuan harga tidak menjadi monopolistis.

Sayangnya BUMN kemudian larut menjadi usaha bisnis para umumnya. Bahkan mereka larut menjadi business animal, di mana keuntungan menjadi tujuan. Lupa bahwa selain mencari keuntungan ada tugas lain yang diemban BUMN yaitu menciptakan stabilitas ekonomi.

Pemerintah sebagai pemegang saham seharusnya menjadi pengawas dari kegiatan bisnis BUMN. Namun pejabat pemerintah yang menjadi komisaris BUMN seringkali juga tidak paham akan peran dari BUMN yang diawasinya. Menjadi komisaris hanya dijadikan ajang untuk mendapatkan pendapatan tambahan saja.

Sekarang kita tidak habis mengerti kalau BPK juga ikut-kutan untuk menjadikan BUMN menjadi business animal. BPK sampai kebakaran jenggot ketika Pertamina merugikan dalam menjalankan bisnis elpiji. Padahal sepanjang kerugian itu adalah keputusan untuk kepentingan rakyat dan bukan untuk memperkaya direksi BUMN, seharusnya itu bukan masalah.

Apalagi kalau kita lihat, Pertamina secara konsolidasi tidaklah merugi. Tahun 2013 ini keuntungan mereka di atas 2 miliar dollar AS atau di atas Rp 20 triliun. Kerugian karena bisnis elpiji hanya mengurangi keuntungan Pertamina, bukan membuat BUMN itu menjadi perusahaan yang tidak sehat.

Kalau memang tujuan kita adalah menjadi Pertamina sebagai perusahaan yang mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, juga bukan sebuah keputusan yang salah. Sepanjang hal itu adalah pilihan yang diambil untuk kepentingan seluruh rakyat, maka langkah itu sah.

Namun bukan seperti sekarang yang serba tidak jelas apa yang sebenarnya kita inginkan kepada Pertamina. Menjadi perusahaan yang mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dianggap salah, sebaliknya menjadi perusahaan yang harus sedikit merugi untuk kepentingan rakyat juga dianggap keliru.

Sinyal yang serba tidak jelas itu bukan hanya membingungkan direksi Pertamina, tetapi tidak jelas bagi pasar. Setiap kali terjadi maju-mundur atas sebuah keputusan yang diambil dan ini merupakan sinyal yang tidak sejalan dengan keinginan kita untuk menciptakan kestabilan ekonomi.
0
1.1K
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.4KThread84.6KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.