Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

1001ceritaAvatar border
TS
1001cerita
Sabar vs Anak TK
Sabar vs Anak TK

“Miss, I want to pee, please open your pants”, saya pikir saya salah denger. Ini hampir jam 3 siang, sekolah udah sepi dan tiba-tiba ada anak ajaib umur 4 tahun yang pengen pipis and he’s asking me to open my pants. Pertama sempet mikir, ternyata nggak cuma Natural Born Leader yang ada, tapi juga Natural Born Pervert. “Your pants?”. “Yes, your pants” katanya dengan muka datar. “My pants or yours?…dan tiba-tiba currrrrrrrr…..pipislah dia di depan saya. “I’m Maxwell, nice to meet you” ujarnya sambil cuek pergi. Dan orang-orang di sekitar saya selalu bilang, “seneng ya jadi guru TK, murid-muridnya lucu-lucu, kerjaannya nggak berat” nggak pernah tau rasanya dibikin bego sama sekumpulan anak-anak umur 2-5 tahun setiap hari….

Saya nggak pernah kepikiran jadi guru dulu. Saya pengen jadi pelukis, atau pembalap, atau koki. Cita-cita terakhir saya batalkan demi kemanusiaan. Yes, saya pernah iseng dulu waktu SMA nyobain buat kukis. Hasilnya, alih-alih renyah, kukis saya bisa dibuat jadi batu gosok saking kerasnya… Nah waktu lulus SMA, saya dapet undangan buat masuk salah satu perguruan tinggi swasta di Surabaya, bisa milih fakultas and dapat beasiswa pula. Saya dengan khilafnya memilih FKIP jurusan Bahasa Inggris dengan pemikiran; mahasiswa baru fakultas ekonomi aja waktu itu hampir 1500 orang, penuh sesak. Saya claustrophobic. Dan peminat FKIP cuma 200 orang. Lega. Jadilah saya seorang guru. Setelah sempat jadi dosen, guru SMA dan guru SD (sumpah, saya aslinya pengen jadi guru balet), sekarang inilah saya. Ini tahun ke 12 saya mengajar TK. Tahun ke 12 saya dizalimi oleh anak-anak yang jauh lebih ahli dari Oliver Sacks sekalipun untuk mencuci otak seseorang.

Saya pernah baca di suatu poster kampanye parpol, bahwa “Kunci kehidupan adalah kesabaran”, dan banyak orang bilang “jadi guru itu modalnya sabar”. Jadi seharusnya, semua guru adalah orang-orang yang memegang rahasia kehidupan itu sendiri. Tapi saya kasih tau yaa, kalau sabar aja yang dijadikan modal mengajar, apalagi ngajarin anak-anak TK, maka guru-guru yang sok guru itu akan menyerah setelah….3 bulan. Percaya sama saya, anak-anak ini lethal dan ya, dengan menjadi sabar aja, itu nggak akan membuatmu mejadi guru yang handal. Maxwell contohnya. Dia jenius. Umur boleh cuma 4. Tapi dia fasih berbahasa English dan mandarin. Terobsesi dengan angka dan gadget. Dia memecahkan deret Fibonacci yang iseng saya tulis di whiteboard dalam waktu kurang dari 10 detik. Dia bisa ngerjain soal-soal aljabar dasar dan yang paling parah, dia hobby minjem bb saya lalu mulai chatting dengan teman-teman saya disana secara acak. Suatu hari yang indah, saya lagi membahas tentang gay dengan salah satu sahabat gay saya ketika tiba-tiba Max datang dan “meminjam” bb saya trus dengan cueknya ngetik “what’s gay?”, untunglah temen saya disana cukup kartun dengan membalas “gay is happy”, lalu Max membalas “I’m gay too”. Panik dong saya. Lewat hp satunya, saya bilang ke temen saya kalo itu Max, bukan. Dia nggak kalah panik. Besoknya ibunya Max dateng dan lapor “seharian Max menyapa orang-orang dengan Hey, I’m gay”. Duh Gusti…dalam waktu kurang dari semenit, dia berubah menjadi gay..

Nggak cuma itu, Max sangat paham gadget. Saya yang pernah kebingungan mencari cara screen capture pake mac, dia dengan cueknya bilang “Shift, command 3” dan Dhuarr! Dia benar sodara-sodara!. Dan saya malu. Tuh kan? Sabar aja nggak cukup. Muka tebal juga perlu. Maxwell ini sangat emosional. Ibarat bom, kalau terkena guncangan sedikitttt saja, dia akan meledak dengan kekuatan yang menghancurkan gedung bertingkat 3. Dan bila ia sangat marah sehingga nggak tau lagi mesti ngomong apa, dia akan menggonggong. Ya, menggonggong. FYI aja, dia bukan satu-satunya muridnya saya yang hobi menggonggong. Saya sempat ingin mengusulkan bila menggonggong dimasukkan ke dalam salah satu Dafta Pencapaian Belajar. Nanti kalau orang-orang pada bingung, kenapa anak-anak TK doyan menggonggong, bilang aja ini keahlian yang kita adaptasi dari salah satu dongeng klasik; The Boy Who Cried Wolf. Tapi daripada saya dipanggilin pendeta trus dipaksa ikut exorsisme, saya urungkan niat itu.

Maxwell selalu ingin jadi nomer 1. Apapun kegiatannya. Sudah saya bilang berkali-kali “It’s not a race, it just schooling” tetep aja dia ngotot. Lucunya, kalau temannya kebetulannya bisa nyelesain tugasnya duluan, dia akan teriak “Hey, IT’S NOT A RACE!!!”. Saya protes dong, “Max, apaan sih marah-marah melulu?”, dia noleh ke saya 2 detik trus tiba-tiba teriak “I’M NOT ANGRY, I WAS JUST TELLING HIM THAT IT’S NOT A RACE!!!”. Dan 5 detik pertama saya percaya dong dia nggak marah…. Ternyata reality check jauh lebih dibutuhkan daripada sekedar sabar.

Itu baru Maxwell. Belum Howard. Howard ini mantan murid saya tahun lalu. Sekarang ia dipindahkan ke kelas lain karena…..gini deh, untuk bocah umur 4 tahun, Howard ini sangat berbeda. Potongan rambutnya crewcut, mukanya campuran antara imut-dogol- tengil, kulit putih bersih dan kadang-kadang saya berpikir kalo dia ini sebenernya seorang pria umur 35 tahun yang terjebak dalam tubuh bocah umur 4 tahun. Setiap pagi kalau saya sapa “Hey Howard, apa kabar?”, dia jawab “Nggak ada kabar”, dengan muka tanpa ekspresi. Pernah saya diundang ke ultahnya dan saya tanya, “Kamu umur berapa sih sekarang?”, dia jawab “Nggak pake umur”. Ngeselin tingkat dewa. Setiap hari dia ganti nama. Dan saya harus nebak-nebak sendiri. Kadang dia pakai nama Bumblebee, kadang Gargamel, kadang Optimus Prime dan kadang……Bambang. Ntah siapa Bambang ini. Jadi hari itu saya nanya, “Who are you today? Gargamel?” dia geleng kepala. “Optimus Prime?” dia geleng kepala lagi. “Then today you must be Bumblebee, right??” tebak saya penuh kemenangan. Dia santai aja geleng kepala trus bilang “Today I’m Bambang”. Okay, ini aneh, saya bela-belain langganan tv kabel cuma buat nonton kartun, supaya update terus sama mereka. Jadi saya tau apa aja yang lagi trend di kalangan anak-anak, but sumpah saya nggak pernah nonton kartun dengan tokoh yang namanya Bambang. Namun ntah bagaimana, saya dan Howard bonding sekali. Saya kadang paham dia mau apa tanpa dia harus ngomong ke saya. Dan dia juga paham betul gimana cara membuat saya sebel. Ya, bukan simbiosis mutualisme memang… Ngomong-ngomong, Howard ini sering banget ditinggal-tinggal mama-papanya untuk urusan bisnis ke luar negeri. Kalau udah terlalu kangen sama mamanya, dia cuma duduk dipangkuan saya trus nangis pelan di pelukan saya. Tersentuh? Jelas! Makanya saya nggak kaget waktu hari itu dia memanggil saya “mama”. Saya berasumsi pasti dia kangen banget sama mamanya dan mencoba mencari sosok mama itu di dalam diri gurunya. Ternyata saya salah….. Howard datang pagi itu dan cuek duduk di pangkuan saya. Dia peluk saya dan berkata “Mama…..Papa kangen”. DUENGGGGG!!! Reflek saya turunin dia dari pangkuan saya. Manggil gurunya mama sih biasa…but MEMANGGIL DIRINYA SENDIRI PAPA???. Itulah sebabnya dia dipindahkan dari kelas saya. Karena sejak itu cita-citanya cuma satu; pasang police line di kamar saya supaya saya nggak pergi dengan cowok lain. Sekali lagi, strategi lebih diperlukan daripada sekedar sabar.

Lain lagi dengan Anabelle. Dia mantan murid saya. Hidupnya negri dongeng sekali. Tergila-gila dengan princess dan doyan berbicara sendiri mengutip dialog-dialog dari para princess yang dia lihat di dvd. Anehnya, dia mengganti semua nama teman-teman sekolah, guru-guru dan bahkan pesuruh sekolah dengan angka. Ya, angka. Karena cuma princess-princess Disneylah yang berhak punya nama. Lainnya nggak. Saya dipanggil 726. Temen saya sekelas 1078 dan saya tentu saja nggak hafal dengan angka-angka ke 22 teman sekelasnya yang lain. Yang repot adalah ketika dia mengadu ke saya seperti “Hey 726, 340 and 172 didn’t want to play with me and 687 said I should play with 522 instead”. Okay, siapakah 340 dan 172? Dan mengapakah si 687 menyuruh-nyuruh Anabelle untuk bermain dengan si 522? Kenapa saya jadi merasa pengen pasang togel?.

Pernah pada suatu saat, anak-anak kecil itu ntah kesambit setan apa jadi rame banget. Ada yang cekikikan sambil memandang kosong ke white board, ada yang gebrak-gebrak meja, ada yang asik ngupil sambil nyanyi terus upilnya ketelan dan beberapa asik ngomong sendiri-sendiri. Anabelle yang lagi asik mewarna jadi sebel and tiba-tiba dia berdiri dan teriak “416, 275 and 891 QUIET PLEASE!!”, saya gengsi dong. Ikutan-ikutan marah sambil nunjuk seorang anak “416, you have to be quiet!”. Yang ditunjuk bengong and bilang “But I’m 127”. That’s it!! Sejak itu saya nggak mau lagi sok negur-negur. Saya jadi merasa sedang main Sudoku dan saya Kalah. Setiap. Saat.

Yang bego, Anabelle itu papanya ganteng bangetttttt, dan pada suatu hari saya dengan PDnya mengulurkan tangan saya dan berkata “Hey, I’m 726, Anabelle’s teacher”. Duhhhh…Sabarkah saya? Nggak. Malu sih iya. Saya harap papanya Anabelle yang bisa lebih sabar waktu itu…

Pernah suatu saat saya dapet murid yang ADHD akut. Sebut saja Ken. Ken ini hobby sekali marah-marah tanpa sebab yang jelas. Marahnya tantrum segala. Pake acara jedot-jedotin kepala ke tembok dan menaruh keranjang sampah (yg udah dia buang semua isinya) ke kepalanya. Nah suatu saat dia datang dengan penuh senyum. Cengar-cengir nggak jelas dan mamanya bilang “hari ini moodnya lagi bagus miss”. Syukurlah….saya lega dengernya. Tak lama setelah mamanya pulang, Ken masih dengan seringai di wajahnya, tiba-tiba mengkangkat kursi plastic ke atas kepalanya (iyah, badannya gede buat ukuran anak umur 3) dan BRAKKKKK, dilempar ke tembok. Lalu dia ketawa terbahak. Okay….jadi kalo lagi marah dia akan jedot2in kepala ke tembok lalu kalo seneng dia akan….melempar-lemparin kursi plastik ke segala penjuru kelas. Kalo udah begitu, bukan sabar yang kamu butuhkan. Tapi teknik duck and cover advanced yang memungkinkan untuk menyelamatkan kepala dari keremukkan dalam waktu kurang dari 3-5 detik. Dan waktu pulang baby sitter-nya dengan tenang berkata “oh dia memang kalo seneng suka lempar-lempar miss, saya aja pernah kena lempar sepatu papanya…”. Sudah saya bilang, sabar aja nggak akan cukup..

Hidup itu sebuah pertandingan yang harus dimenangkan kata seorang ahli motivator. Meh. Sejak baca Kafka ketika SMA, saya udah bersyukur banget bila pagi harinya saya belum berubah jadi kecoak. Sekarang saya jadi double bersyukur ketika jam kerja selesai, kepala saya masih utuh. Otaknya saya jelas terkontaminasi, tapi setidaknya saya tau cara men-detox otak saya sendiri.

April nanti, genap 13 tahun saya mengajar. Dan ya, saya udah mengalami diajak nyariin gajah imaginari sama anak umur 4 tahun, dilamar sama anak umur 5 tahun, sampai dilaporin sama seorang anak tentang gimana mamanya ngomel-ngomel semalem sambil bilang “cepet banget sih keluarnya???”. Dan hampir aja saya bilang “eh semalem keluarnya cepet ya pak?” ketika si papa datang menjemput…D’oh!
Spoiler for Sumber:
Diubah oleh 1001cerita 13-01-2014 02:41
0
3.3K
13
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.3KThread84.1KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.