Tengkuluk berarti penutup kepala dan sering disebut takuluk atau kuluk. Selain berfungsi sebagai salah satu pelengkap busana tradisional, tengkuluk juga bisa digunakan dlm acara formal, pesta adat serta pelindung kepala saat di sawah. Seiring bergulirnya waktu, fungsi tengkuluk tidak hanya sekedar penutup kepala saja, tetapi menjadi lebih kompleks, sebagai alat atau penunjuk agama dan status sosial. Hingga kini, tengkuluk masih tetap setia menjadi simbol kecantikan wanita Melayu Jambi.
Menurut Budayawan Jambi, Junaidi T Noor, berdasarkan sejarah Tengkuluk diambil dari patung perempuan mengenakan pentutup kepala di Lahat, Sumsel, Pada masa sebelum Masehi, tepatnya pada zaman Melayu Tua.
Seorang wanita yang mengenakan tengkuluk akan terlihat anggun dan berwibawa. Ternyata, diam-diam tengkuluk telah mencuri perhatian pemakai busana muslimah di tingkat Nasional. yaitu sebuah perkumpulan yang menghimpun wanita berkerudung, Hijabersmom Community (HMC), perkumpulan ini aktif mempromosikan hijab tradisional Jambi ini. Nyatanya, tengkuluk memang sangat pantas apabila dipakai dengan jilbab karena bisa di modifikasi secara fashionable.
Ada aturan dalam memasang tengkuluk, yaitu apabila kain menjuntai ke arah kanan menandakan bahwa wanita itu telah bersuami dan apabila kain menjuntai ke arah kiri berarti ia adalah seorang gadis. pemakaian tengkulukpun bervariasi, mulai dari pemakaian yang simpel hingga membutuhkan keterampilan khusus.
Di Jambi sendiri ada tengkuluk yang memiliki 86 jenis lipatan, tapi yang sudah dibukukan baru 42 jenis. Beberapa jenis tengkuluk diantaranya Bunga Rampai, Daun Jeruk, Daun Sirih Terurai, Pulau Rengas,Tekuluk Pinang, Tekuluk Pedado dan Tekuluk Cempako. Banyaknya lipatan pada tengkuluk menunjukkan perbedaan masing-masing wilayah di Provinsi Jambi. Tengkuluk untuk Kabupaten Merangin memiliki 40 lipatan.
Tengkuluk juga terekam dalam salah satu lagu jambi berjudul “Dagang Menumpang”.
Cik Minah tengkuluk putih, pergi meranca darat pelayang
Tanjung putus, pulau lah beralih sayang dek oi
Dusun merindang beraso ilang
Tengkuluk akhirnya menjadi bagian dari keperluan agama, sekaligus karya seni. sesuai dengan adat Jambi yaitu “adat bersendi sara’, sara’ bersendikan kitabullah,” yang berarti segala tindak tanduk perbuatan harus sesuai dengan hadis dan kitab suci.