TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta memberi amplop (uang) kepada belasan wartawan yang menghadiri acaranya di The Future Institute (TFI), Jalan Dukuh Patra 5 Nomor 48, Patra Residensial, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis, 5 Desember 2013 lalu. Saat itu Anis mengundang jurnalis untuk mendiskusikan soal Pemilu Raya yang digelar PKS. Menurut sumber Tempo yang hadir dalam acara itu, amplop berisi masing-masing Rp 500 ribu yang dikemas dalam amplop berwarna putih. Dikonfirmasi soal pemberian amplop itu, Anis enggan menjawab. Dia beralasan sedang diburu acara partai. "Bentar-bentar. Ini ada acara di atas," kata Anis kepada Tempo sambil bergegas masuk ke lift kantor DPP PKS di Jakarta, Rabu, 18 Desember 2013.Bagi-bagi amplop itu kembali terulang kendati dengan bentuk yang berbeda pada peringatan Hari Ibu di kantor DPP PKS, Rab 18 Desember 2013. Kali ini, sejumlah wartawan termasuk Tempo ditawari pulsa elektrik senilai Rp 100 ribu oleh panitia. Namun, Tempo menolak tawaran tersebut dengan alasan masih punya saldo pulsa yang cukup. "Ada nomor lain yang bisa diisi pulsa?" kata si panitia.Seperti diketahui, citra PKS sebagai partai dakwah sedang tertekan oleh skandal kasus suap pengaturan impor daging sapi di Kementerian Pertanian. Bekas Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaq, yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, sudah divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Dia divonis 16 tahun penjara karena terbukti menerima suap dan melakukan pencucian uang. (Baca: Luthfi Hasan Disebut Runtuhkan Citra PKS)Ketika ditanya terkait tujuan pemberian amplop olehnya dan juga partainya di dua kesempatan terpisah itu, Anis juga tak banyak berkomentar. "Cukup, cukup," katanya.KHAIRUL ANAM
http://m.tempo.co/read/news/2013/12/18/078538460/Anis-Menghindar-Soal-Amplop-untuk-Wartawan
Quote:
PKS, Slogan Bersih, dan Amplop Wartawan kesibukan membuat saya agak lama tak membuka milis menarik ini. dan setelah satu per satu membaca pesan lama, ada postingan yang membuat saya terusik, dari tim sukses pks, berjudul "sekedar tips dari kawan lama". pada butir pertama tulisan loyalis pks ini, ada kalimat begini: "Pilih partai yang paling sedikit ngeluarin duit (modal yang dikeluarin sedikit akan mengurangi peluang buat korupsi uang rakyat saat partai ini dipercaya memimpin)." saya bekerja di salah satu televisi swasta sebagai reporter. tulisan itu seketika mengingatkan saya pada liputan tentang kecurangan perhitungan suara yang dialami pks. kebetulan saya sendiri yang jalan dalam liputan itu, setelah kader pks menelepon redaksi dan memberitahukan akan ada jumpa pers. dan mulailah liputan itu, bersama sejumlah wartawan lain. di depan sorot lampu kamera dan moncong mike, kader pks menjabarkan kecurangan yang mereka alami. satu jam lewat, jumpa pers pun beres. rupanya kecemasan saya terbukti. partai yang menyebar spanduk di jembatan penyebrangan atau simpang jalan atau batang pohon (saya tak tahu itu berizin atau tidak), dengan slogan antikorup dan bertekad menciptakan pemerintahan bersih, ternyata menebar benih amplop berisi sejumlah uang. jelas, ini bukan uang untuk bocah pengamen di kolong fly over pancoran, atau buat gelandangan yang lelap di halte atau sudut jalan jakarta, tapi diberikan untuk para wartawan yang meliput itu, termasuk untuk saya dan juru kamera pula tentunya. saya gamang menerima duit yang kalau tak salah hitung, jumlahnya lumayan untuk membeli satu slop rokok marlboro ditambah sekitar enam bungkus lagi itu. ada kekecewaan yang mendadak muncul di benak: partai yang berniat bersih ternyata tak beda jauh dengan partai lain, menyuap wartawan agar berita dimuat atau ditayangkan. mungkin saya orang yang beruntung. juru kamera saya tak melihat adegan ketika saya menerima uang, sehingga dengan mudah saya mengembalikan uang itu ke kader pks. saya tak tahu apakah kameramen saya terbiasa atau tidak dengan amplop. tapi, sejujurnya, tanpa bermaksud menjelek-jelekkan kantor sendiri, di tempat saya bekerja tak semua wartawannya bersih, meski kebijakan ideal yang digembar-gemborkan amplop diharamkan. saya cuma khawatir andai saat itu juru kamera melihat, dan ternyata dia tak bermasalah dengan amplop, saya akan bertengkar (kerja tim di televisi memang merepotkan, karena harus pintar-pintar bernegosiasi agar tak bertengkar gara-gara yang satu menolak dan yang lainnya ingin menerima amplop). saya bersyukur, meski sering kehabisan uang di tengah bulan, saya tak tertarik menerima uang hasil liputan sejak bekerja di MIM dulu. bukan sekadar diletikkan mimpi pers yang independen, tapi karena memang hati kecil saya tak bisa menerima uang semacam itu. lewat tulisan ini saya cuma ingin mengatakan kepada pks, yang ingin negeri ini bersih. tak perlulah memberi amplop kepada wartawan yang anda undang, karena itu sama artinya membudayakan wabah suap yang sudah akut. akan ada kejomplangan antara itikad baik dan tindakan yang partai anda lakukan. saya tak mencoblos saat pemilu legislatif, tapi saya sedih andai pks--yang ingin mengurangi peluang buat korupsi uang rakyat saat partai ini dipercaya memimpin, seperti bunyi butir pertama slogan manis itu--ternyata tak konsisten.... wassalam, satriana budi
Jilbab hitam mana jilbab hitam?