Ini Bukti Sistem Peradilan Kita Belum Bebas Dari Korupsi
TS
hukumonline.com
Ini Bukti Sistem Peradilan Kita Belum Bebas Dari Korupsi
Agan-Aganwati kaskuser melek hukum tercinta…
Tanggal 9 Desember biasa diperingati sebagai hari anti korupsi sedunia. Pada tanggal itu, setiap negara biasanya akan memperingati dengan berbagai cara. Termasuk juga Indonesia gan.. Di sini, biasanya KPK bakal bikin acara. Mulai dari yg serius seperti seminar sampai yang santai-santai, semisal perlombaan.
Yang sangat disayangkan lagi, pelaku tindak pidana korupsi ternyata juga adalah para oknum aparat hukum atau setidaknya mereka yang biasa berurusan dengan proses peradilan. Oknum pelaku bisa jadi seorang pengacara yang menangani perkara, Polisi, Jaksa, bahkan Hakimnya.
Berikut ini beberapa kasus aparat hukum dan peradilan yg terjerat kasus korupsi. Hukumonline sengaja gak nampilin semua kasus. Tapi cuma kasus2 terbaru yang terungkap di media dan untuk mewakili instansi. Sebagai catatan, beberapa kasus di bawah seperti kasus yang dialami Mario C Bernardo dan M Akil Mochtar memang masih berproses. Sehingga masih ada kemungkinan di kemudian hari pengadilan memutuskan mereka tidak bersalah. Ya udah deh langsung cekidot gan:
Spoiler for Pengacara:
1. Mario C Bernardo
Advokat dari kantor hukum Hotma Sitompoel & Associates, Mario Cornelio Bernardo merasakan duduk sebagai terdakwa. Hal itu dia rasakan sejak surat dakwaan penuntut umum pada KPK dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/10).
Penuntut umum mendakwa advokat ini dengan dakwaan subsidaritas. Primair, Pasal 5 ayat (1) huruf a, subsidair Pasal 13 UU Tipikorjo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.
Jaksa Antonius Budi Satria menguraikan, peristiwa penyuapan ini berawal ketika Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memutus lepas (ontslag van recht vervolging) Hutomo Wijaya Ongowarsito, 19 November 2012. Terdakwa kasus penipuan ini didakwa atas laporan Direktur PT Grand Wahana Indonesia (GWI), Koestanto Harijadi Widjaja.
Haposan diseret ke persidangan karena dianggap terlibat mafia hukum dalam kasus Gayus. Selain itu ia juga didakwa menyuap mantan Kabareskrim Susno Duadji untuk memperlancar penanganan kasus PT Salma Arowana Lestari dimana Haposan menjadi kuasa hukum pelapor.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lalu memvonis Haposan dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp500 juta karena Haposan dinyatakan terbukti memberikan keterangan tidak benar atas kekayaan Gayus dan terlibat mafia hukum. Pada proses banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Haposan Hutagalung menjadi sembilan tahun. Lalu pada tingkat MA, hukuman Haposan diperberat kembali menjadi 12 Tahun.
Mantan Kasubdit Tindak Pidana Ekonomi Kejagung itu dengan hukuman 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsidair delapan bulan kurungan. Hukuman dijatuhkan lantaran Urip terbukti menerima uang dari Artalyta Suryani sebesar As$660 ribu.
Urip terbukti dengan sengaja bekerjasama dengan Artalyta Suryani mengarahkan agar Sjamsul Nursalim eks-pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) tidak memenuhi panggilan dari Kejaksaan Agung. Urip dan Artalyta lantas membuat surat pemberitahuan bahwa Sjamsul tidak bisa memenuhi panggilan karena sedang dirawat di Singapura. Artinya, terdakwa terbukti telah melakukan perlindungan terhadap Sjamsul atas kasus BLBI. Terdakwa tidak hanya membocorkan rahasia negara kepada Artalyta tapi juga melindungi Sjamsul Nursalim. Selain itu, Urip terbukti menerima uang dari mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Glenn Yusuf sekitar Rp1 miliar melalui pengacaranya.
Mantan jaksa fungsional pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejagung ini, Cirus Sinaga, harus rela mendekam dalam tahanan karena terjerat rentetan kasus Gayus Halomoan P Tambunan. Upaya kasasi Cirus ditolak Mahkamah Agung (MA). Majelis menjatuhkan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp150 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Cirus Sinaga dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana merintangi secara tidak langsung penyidikan, penuntutan dan persidangan atas nama terdakwa Gayus Halomoan Tambunan. Menurut majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, terdakwa Cirus sengaja tak memasukkan pasal korupsi dalam perkara mantan pegawai negeri Ditjen Pajak itu.
Dalam pertimbangannya majelis menilai keterangan saksi Eka Kurniasari di persidangan membuktikan bahwa seharusnya ada pasal korupsi dalam dakwaan Gayus. Tapi saat Eka mengatakan hal itu, terdakwa Cirus menjawab bahwa pihaknya bukanlah jaksa di lingkungan pidana khusus.
Perbuatan Cirus ini membuktikan bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar dakwaan kedua. Melanggar Pasal 21 UU TipikorJo. UU No.20 Tahun 2001.
Mantan Kakorlantas Polri Irjen Djoko Susilo dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan proyek simulator SIM tahun anggaran 2011, yakni uji klinik pengemudi roda dua (R2) dan roda empat (R4) dan tindak pidana pencucian uang. Akibatnya, negara merugi Rp86,96 miliar.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada 3 September 2013 menghukum Irjen (Pol) Djoko Susilo 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Djoko terbukti melakukan pidana pencucian uang (TPPU) karena membeli aset dengan uang hasil korupsi. KPK menyita aset-aset tersebut sehingga majelis tidak membebankan Djoko membayar uang pengganti.
Djoko dinilai terbukti melakukan perbuatan dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Mantan Kabareskrim Komjen Pol (Purn) Susno Duadji berstatus terpidana dalam perkara korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008 dan suap PT Salmah Arowana Lestari.
Majelis hakim PN Jaksel menjatuhkan vonis bersalah terhadap Susno karena terbukti melakukan korupsi saat menangani perkara PT SAL dan mengutip dana pengamanan Pemilukada Jawa Barat saat menjabat sebagai Kapolda Jawa Barat pada tahun 2008. Susno dinilai melanggar Pasal 11 jo Pasal 18 UU Tipikor.
Majelis menghukum Susno selama 3 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan. Susno juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp4 miliar subsider satu tahun penjara. Saat menangani PT SAL, Susno terbukti menyalahgunakan kekuasaan dengan menerima hadiah sebesar Rp500 juta untuk mempercepat proses penyidikan kasus ini.
Lalu, putusan ini dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta bernomor 35/PID/TPK/2011/PT.DKI itu yang tertanggal 9 November 2011.
Pada Desember 2012 Majelis hakim Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan Susno. Susno juga sempat dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh kejaksaan. Dia menghilang setelah kejaksaan gagal mengeksekusi Susno. Namun pada Mei 2013 Jaksa Agung Basrief Arief menyatakan mantan Kabreskrim Susno Duadji mendatangi Lapas Cibinong untuk menyerahkan diri. Kabar terakhir mengatakan bahwa Susno mendaftarkan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juli 2013.
Syarifuddin Umar, Hakim Pengawas Nonaktif PN Jakarta Pusat, dinyatakan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terbukti bersalah menerima suap dan menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 150 Juta subside 4 bulan kurungan. Syarifuddin telah terbukti melanggar Pasal 5 ayat 2 Jo Pasal 5 ayat 1 huruf (b) UU Tipikor. Pada proses banding, Pengadilan Tinggi menguatkan hukuman 4 tahun Pidana penjara bagi syarifuddin. Sedangkan pada tingkat kasasi, Majelis Mahkamah Agung menolak upaya hukum kasasi yang diajukan Syariffudin Umar.
Ia dinyatakan terbukti menerima uang sebesar Rp250 juta lantaran menyetujui penjualan aset boedel pailit PT SCI, bernomor SHGB 7251 berupa sebidang tanah yang dilakukan secara nonboedel pailit oleh para kurator. Pemberian uang tersebut terjadi di kediaman Syarifuddin di Komplek Kehakiman, Sunter, Jakarta Utara pada 1 Juni 2011.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M Akil Mochtar sebagai tersangka dalam dugaan suap penanganan sengketa-sengketa Pilkada di MK.
Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, sebagaimana diberitakan hukumonline dalam Gratifikasi Akil Terkait Pilkada Empat Lawang dan Palembang, selain dugaan penerimaan gratifikasi dalam penanganan Pilkada Empat Lawang, Akil juga diduga menerima gratifikasi terkait penanganan Pilkada Palembang. Kedua sengketa Pilkada ini merupakan pengembangan dari dugaan suap sebelumnya, Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banten.
Bukan hanya itu, Akil juga menjadi tersangka untuk dugaan penerimaan hadiah atau janji dalam penanganan perkara lainnya di MK. Penyidik menjerat Akil dengan Pasal 12 huruf c, Pasal 6 ayat (2), Pasal 12B UU No.20 Tahun 2001jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dari hasil penggeledahan, KPK telah menyita tiga unit mobil, Mercedes Benz S 350, Audi Q5, dan Toyota Crown Athlete di rumah Akil di Liga Mas, Pancoran, Jakarta Selatan. KPK mendapati Mercedes Benz S 350 Akil diatasnamakan sopirnya. KPK juga menyita surat-surat berharga senilai lebih dari Rp2 miliar dari rumah Akil.
Yah, semoga sih ga nambah lagi jumlah aparat penegak hukum kita yang berakhir di bui karena terjerat UU Tipikor. Tapi kita yang jadi masyarakat tetep harus waspada sih, kalo udah tau ada oknum yang melakukan tindak pidana korupsi, jangan ragu-ragu buat pengaduan ke KPK. Ngadunya bisa dari situs kpk.go.id kok, ga sulit kan.
Selain itu, kalo menurut agan-aganwati, apa aja sih yang bisa kita lakukan sebagai bagian dari masyarakat untuk memerangi korupsi? Yang jelas mulai dari diri sendiri sih ya, yakini diri sendiri ga mau terlibat yang begitu-begituan. Trus apa lagi gan? Ada ide-ide lain gak? sharing pendapat dan komentarnya yah…
Spoiler for Disclaimer::
Seluruh informasi yang disediakan oleh tim hukumonline.com dan diposting di Forum Melek Hukum pada website KASKUS adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pengetahuan saja dan tidak dianggap sebagai suatu nasihat hukum. Pada dasarnya tim hukumonline.com tidak menyediakan informasi yang bersifat rahasia, sehingga hubungan klien-advokat tidak terjadi. Untuk suatu nasihat hukum yang dapat diterapkan pada kasus yang sedang Anda hadapi, Anda dapat menghubungi seorang advokat yang berpotensi.
(ACB)
0
90.2K
Kutip
1.1K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!