Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

boxterAvatar border
TS
boxter
Jokowi-Ahok Membuka Borok Gubernur Sebelumnya
Tidak bisa dipungkiri bahwa semenjak DKI ditangani oleh Jokowi-Ahok, geliat pembangunan untuk membereskan Jakarta berlangsung siang malam secara intensif. Layaknya total football dalam permainan sepak bola, kedua pemimpin Jakarta ini mengerahkan segala kekuataan aparatur Pemda DKI untuk melakukan pekerjaan besar ini.

Disebut pekerjaan besar karena Pemda DKI harus melakukan begitu banyak pekerjaan yang selama ini, bahkan berpuluh-puluh tahun, seperti tidak pernah dikerjakan. Pekerjaan besar tersebut meliputi berbagai aspek, antara lain: kultur, infrastruktur, pendidikan, sosial, perumahan, lingkungan, kepegawaian dan lain sebagainya.

Menyadari yang dihadapi adalah Jakarta dan segala kompleksitasnya, segera setalh menerima tongkat kepemimpinan dari gubernur sebelumnya, Foke; Jokowi-Ahok lansung tancap gas bekerja. Keduanya berbagi tugas dimana Jokowi fokus pada pekerjaan lapangan dan Ahok kebagian membereskan manajemen birokrasi.

Kultur pegawai DKI yang lelet dan korup dalam bekerja langsung digebrak oleh Jokowi melalui sidak ke kantor-kantor kelurahan dan kecamatan. Sidak ini bukan saja untuk menjemput aspirasi warga, tetapi juga untuk menggali masalah di lapangan dan memberi shock therapy agar para pegawai berubah dari kebiasaan minta dilayani menjadi melayani rakyat.

Untuk membersihkan sisa-sisa kultur lama yang telah mendarah daging, Jokowi melakukan lelang jabatan, menjaring calon pemimpin wilayah yang bukan saja kompeten tetapi berdedikasi kepada masyarakat; bukan yang asal bapak senang.

Jakarta sebagai ibukota negara ternyata adalah kota yang tidak terurus. Infastruktur jalan, drainase, sungai, waduk, pasar, atau jembatan dalam kondisi amburadul. Jalan raya bukan menjadi sarana mobilitas warga, jalanan berubah menjadi arena menjemput kematian para pemakai jalan karena banyaknya lubang dan jalan rusak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.

Drainase dan sungai yang ada diokupasi oleh warga dengan backingan oknum aparat sehingga terjadi penyempitan dan area pembuangan sampah. Akibatnya fungsi drainase dan sungai untuk menyalurkan air berubah menjadi penyebab utama banjir Jakarta. Begitu juga dengan waduk, seluruh waduk yang ada di DKI dikuasai dan dijadikan pemukiman liar oleh para pendatang; fungsi utamanya sebagai penampung air di saat hujan hilang karena arealnya dipenuhi oleh rumah-rumah, enceng gondok dan sampah.

Belum lagi pasar dan pedagang kaki lima yang dibiarkan tumbuh merajalela tanpa penataan. Tetapi sebaliknya, pasar dan pedagang kaki lima menjadi ladang uang bagi para oknum dengan “memperjual-belikan” jalan-jalan dan trotoar. Para oknum ini tidak perduli bahwa tindakan mereka menyebabkan kesemerawutan dan kemacetan yang tiada henti.

Jembatan layang atau jembatan sungai, pagar dan tembok-tembok yang seharusnya dapat dijadikan penunjang estetika kota juga bernasib serupa: hitam legam tak terurus penuh jelaga dari emisi kendaraan ibukota. Meraka juga berubah menjadi media reklame liar para pemasang iklan yang tidak bertanggung jawab. Gemerlapnya ibukota yang kita saksikan kenyataannya hanya sekedar kosmetik yang mengkamuflase kompleksitas kesemerawutannya.

Tetapi kondisi Jakarta yang parah tersebut tidak membuat Jokowi-Ahok patah arang dan surut; kesemerawutan Jakarta justru menjadi tantangan bagi keduanya untuk membuktikan bahwa betapapun amburadulnya sebuah kondisi, bila ada kemauan dan tekad yang tinggi disertai dukungan seluruh stakeholder Jakarta, semua bisa diatasi. Satu-satu “kebobrokan” Jakarta mulai diperbaiki, satu-satu kesemarawutan mulai diurai.

Dalam satu tahun kepemimpinan Jokowi-Ahok, warga sudah dapat membuktikan bahwa keduanya bekerja nyata dengan hasil yang nyata pula. Jalan-jalan sudah mulus kembali, jembatan dan tembok bersih dari jelaga dan reklame liar, sungai dan waduk direvitalisasi, transpotasi publik menjadi semakin baik, trotoar lebih manusiawi, taman-taman tersebar dimana-mana, pasar dan pedagang kaki lima mendapatkan tempatnya, dan para pegawai tidak lagi bekerja untuk upeti.

Pembangunan Jakarta yang telah lama hanya dijadikan obyek memperkaya diri para pejabatnya, di tangan Jokowi-Ahok dikembalikan ke jalurnya: Jakarta dibangun sebagai ibukota yang setara dengan kota-kota lain di dunia. Jokowi-Ahok bukan saja memperbaiki fisik Jakarta, tetapi juga membangun mental dan budaya penduduk DKI.

Melihat hasil kerja nyata keduanya, timbul pertanyaan di benak publik: lalu apa yang dikerjakan oleh gubernur sebelumnya?

http://www.pensbri.in/news/news/nasi...ur-sebelumnya/

-- Saking banyaknya borok yang terjadi saat gubernur lama, Jokowi Ahok sampai sungkan saat mau ajukan APBD sebesar 70 trilyun lebih. Karena APBD jaman gub lama hanya 40an Trilyun. Saking ga enaknya kalau orang orang bertanya, gubernur lalu kerjanya apa kok APBD kecil, maka Jokowi Ahok "terpaksa" membuat APBD jadi "hanya" 69,5 Trilyun. Baru di APBD perubahan akan dihajar lebih dari 70 Trilyun.

Ini hanya di APBD. kalau di bidang lain, kayak PKL, KJS, KJP, rusun, waduk, Tranj Jakarta, Taman, dll dll, maka akan makin terlihat dengan mata telanjang kalau gubernur lama kalah segalanya dengan gubernur/wagub saat ini.

Gimana menurut agan agan?
tien212700
tien212700 memberi reputasi
1
2.8K
17
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.3KThread41.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.