Kebanyakan orang awam memang lebih suka langsung mengadili dari pada memahami inti masalah yang sebenarnya terjadi. Mereka bertindak seperti itu sebagian besar saya duga karena hasutan provokatif dari media yang mengangkat berita tidak berimbang secara membabi-buta, bagi media, bad news is a good news demi hanya mengejar rating semata. Sebagian yang lain mungkin memang pada dasarnya sudah ada dendam pribadi karena mempunyai pengalaman yang tidak mengenakkan dan tidak diperlakukan dengan baik oleh oknum dokter.

Pada dasarnya, kami semata-mata tidak meminta Dr. Ayu dkk, untuk dibebaskan oleh MA. Bukan, bukan itu, karena kami juga warga sipil biasa seperti kalian yang wajib dan harus patuh terhadap hukum (kami tidak kebal hukum). Tetapi yang sebenarnya kami perjuangkan adalah mencegah implikasi hukum terhadap kasus tersebut di masa depan. Apakah kalian tau implikasinya jika kasus tersebut didiamkan?

Putusan kasasi MA itu bersifat inkrah (putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap). Apa artinya?
Artinya bahwa putusan tersebut bisa dijadikan sandaran hukum terhadap kasus serupa di masa depan jika hakim memang tidak menemukan dalil hukum atau undang-undang yang mengaturnya (Yurisprudensi).

Lalu apakah implikasi dari putusan tersebut di bidang hukum kesehatan?
DEFENSIVE MEDICINE

Semua tindakan CITO (gawat darurat) yang akan dilakukan dokter di kemudian hari HARUS mendapatkan persetujuan pasien dan/keluarga. Dan semua tindakan CITO HARUS dilakukan pemeriksaan penunjang lengkap sebelum dilakukannya tindakan.
Apakah kami yang memintanya? oh.. tentu tidak, hukum sudah mengaturnya, dan kami sebagai warga negara sipil yang baik HARUS menjalankannya.


Lalu? siapakah yang rugi? Kamikah? Tidak, sedikitpun kami tidak rugi, tapi hati kami miris. Kalianlah yang rugi, masyarakatlah yang rugi. Iya.. kalian, bukan kami.

Inilah esensi dari perjuangan kami. Disaat kami (dari Prof. Doktor. sampai mahasiswa FK turun ke jalan) mencegah hal ini untuk tidak terjadi, kalian yang esensinya sedang kami bela dan perjuangkan, malah mencemooh kami.

kisah nyata defensive medicine