- Beranda
- The Lounge
Ini Jadinya Jika Ekspor Mineral Dilarang
...
TS
munavizt
Ini Jadinya Jika Ekspor Mineral Dilarang
Dampak Negatif pelarangan Ekspor Mineral
Spoiler for Tambang:
Quote:
Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas).
Paradigma baru kegiatan industri pertambangan ialah mengacu pada konsep Pertambangan yang berwawasan Lingkungan dan berkelanjutan, yang meliputi:
- Penyelidikan Umum (prospecting)
- Eksplorasi : eksplorasi pendahuluan, eksplorasi rinci
- Studi kelayakan : teknik, ekonomik, lingkungan (termasuk studi amdal)
- Persiapan produksi (development, construction)
- Penambangan (Pembongkaran, Pemuatan,Pengangkutan, Penimbunan)
- Reklamasi dan Pengelolaan Lingkungan
- Pengolahan (mineral dressing)
- Pemurnian / metalurgi ekstraksi
- Pemasaran
- Corporate Social Responsibility (CSR)
- Pengakhiran Tambang (Mine Closure)
Paradigma baru kegiatan industri pertambangan ialah mengacu pada konsep Pertambangan yang berwawasan Lingkungan dan berkelanjutan, yang meliputi:
- Penyelidikan Umum (prospecting)
- Eksplorasi : eksplorasi pendahuluan, eksplorasi rinci
- Studi kelayakan : teknik, ekonomik, lingkungan (termasuk studi amdal)
- Persiapan produksi (development, construction)
- Penambangan (Pembongkaran, Pemuatan,Pengangkutan, Penimbunan)
- Reklamasi dan Pengelolaan Lingkungan
- Pengolahan (mineral dressing)
- Pemurnian / metalurgi ekstraksi
- Pemasaran
- Corporate Social Responsibility (CSR)
- Pengakhiran Tambang (Mine Closure)
Quote:
Ilmu Pertambangan : ialah ilmu yang mempelajari secara teori dan praktik hal-hal yang berkaitan dengan industri pertambangan berdasarkan prinsip praktik pertambangan yang baik dan benar (good mining practice)
Menurut UU No.11 Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni Golongan A (yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan tidak vital).[1] Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium. Sementara, Bahan Golongan B dapat menjamin hayat hidup orang banyak, contohnya emas, perak, besi dan tembaga. Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur dan asbes.
Sumber
Menurut UU No.11 Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni Golongan A (yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan tidak vital).[1] Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium. Sementara, Bahan Golongan B dapat menjamin hayat hidup orang banyak, contohnya emas, perak, besi dan tembaga. Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur dan asbes.
Sumber
Quote:
Asosiasi Pertambangan Indonesia (Indonesia Mining Association/IMA) menyebut penerapan larangan ekspor bijih mineral pada 2014 berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Pelarangan ekspor ini merupakan amanat Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang mewajibkan pengolahan dan pemurnian bijih mineral terhitung pada 12 Januari 2014.
Direktur Eksekutif IMA, Syahrir AB mengatakan ada empat dampak signifikan jika kebijakan pelarangan ekspor diterapkan. Dampak tersebut ialah berkurangnya penerimaan negara, pemutusan hubungan kerja, dua Kabupaten mengalami kolaps serta tidak ada pasokan pupuk di dalam negeri.
"Penerimaan negara berkurang sekitar dari 45 persen dari pendapatan US$ 7-8 miliar. Itu termasuk pajak segala macam. Kalau tidak salah antara US$ 3,2-3,6 miliar," kata Syahrir ditemui di sela acara ASEAN Senior Official Meeting on Minerals (ASOMM) di Nusa Dua, Bali, Selasa (26/11).
Syahrir memaparkan pendapatan hingga US$ 8 miliar itu hanya berasal dari PT Newmont Nusa Tenggara dan PT Freeport Indonesia. Dia menyebut akibat pelarangan itu, sekitar 30 ribu pekerja tambang dengan rincian 2 ribu pekerja Newmont dan 22 ribu pekerja Freeport Indonesia akan mengalami pemutusan hubungan kerja. Selain itu sekitar 100 ribu pekerja yang berkaitan dengan bisnis pertambangan Newmont dan Freeport Indonesia pun terkena dampak.
"Semua terkena dampak ketika produksi berhenti," jelasnya.
Dikatakannya, akibat pelarangan ekspor 2014 membuat kondisi perekonomian dua Kabupaten mengalami kolaps yakni Kabupaten Sumbawa di Nusa Tenggara Timur dan Timika di Papua. Pasalnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kedua Kabupaten itu mayoritas berasal dari Newmont dan Freeport Indonesia.
Dia menyebut PDRB Sumbawa disumbang Newmont mencapai 92 persen, sedangkan PDRB Timika disumbang Freeport Indonesia mencapai 95 persen.
Lebih lanjut Syahrir menerangkan imbas ke empat dari pelarangan ekspor yakni kelangkaan pasokan pupuk. Hal ini lantaran PT Smelting Indonesia tidak mendapatkan pasokan bijih mineral dari Freeport sehingga tidak ada produk sulfat hasil olah tersebut. Sulfat merupakan bahan baku PT Petrokima Gresik untuk menghasilkan pupuk.
"Itulah sebabnya kenapa Smelting Indonesia didirikan di Gresik berdampingan dengan Petrokimia karena sulfatnya diambil untuk menghasilkan pupuk urea," jelasnya.
Sumber
Direktur Eksekutif IMA, Syahrir AB mengatakan ada empat dampak signifikan jika kebijakan pelarangan ekspor diterapkan. Dampak tersebut ialah berkurangnya penerimaan negara, pemutusan hubungan kerja, dua Kabupaten mengalami kolaps serta tidak ada pasokan pupuk di dalam negeri.
"Penerimaan negara berkurang sekitar dari 45 persen dari pendapatan US$ 7-8 miliar. Itu termasuk pajak segala macam. Kalau tidak salah antara US$ 3,2-3,6 miliar," kata Syahrir ditemui di sela acara ASEAN Senior Official Meeting on Minerals (ASOMM) di Nusa Dua, Bali, Selasa (26/11).
Syahrir memaparkan pendapatan hingga US$ 8 miliar itu hanya berasal dari PT Newmont Nusa Tenggara dan PT Freeport Indonesia. Dia menyebut akibat pelarangan itu, sekitar 30 ribu pekerja tambang dengan rincian 2 ribu pekerja Newmont dan 22 ribu pekerja Freeport Indonesia akan mengalami pemutusan hubungan kerja. Selain itu sekitar 100 ribu pekerja yang berkaitan dengan bisnis pertambangan Newmont dan Freeport Indonesia pun terkena dampak.
"Semua terkena dampak ketika produksi berhenti," jelasnya.
Spoiler for Miners:
Dikatakannya, akibat pelarangan ekspor 2014 membuat kondisi perekonomian dua Kabupaten mengalami kolaps yakni Kabupaten Sumbawa di Nusa Tenggara Timur dan Timika di Papua. Pasalnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kedua Kabupaten itu mayoritas berasal dari Newmont dan Freeport Indonesia.
Dia menyebut PDRB Sumbawa disumbang Newmont mencapai 92 persen, sedangkan PDRB Timika disumbang Freeport Indonesia mencapai 95 persen.
Lebih lanjut Syahrir menerangkan imbas ke empat dari pelarangan ekspor yakni kelangkaan pasokan pupuk. Hal ini lantaran PT Smelting Indonesia tidak mendapatkan pasokan bijih mineral dari Freeport sehingga tidak ada produk sulfat hasil olah tersebut. Sulfat merupakan bahan baku PT Petrokima Gresik untuk menghasilkan pupuk.
"Itulah sebabnya kenapa Smelting Indonesia didirikan di Gresik berdampingan dengan Petrokimia karena sulfatnya diambil untuk menghasilkan pupuk urea," jelasnya.
Sumber
0
3K
Kutip
28
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
923.2KThread•83.8KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru