BERTATAPAN dengan kacamata pekatnya membuat saya kikuk. Ia tahu itu. Lekas ia copot kacamata, dan melepas senyumnya.

Beberapa saat lalu, saya mendatangi toko ban di kawasan Jalan Imam Bonjol Semarang. Saat melihat-lihat ban di rak, seorang perempuan menyapa. Pangling sebentar, kemudian saya mengenalinya. Sesaat setelah dia melepas kacamata, kemudian saya bergegas mengambil kursi plastik dan duduk di sampingnya. Ada kerinduan tersendiri. Sama-sama mengganti ban, jadi relatif lama kami punya waktu untuk ngobrol.

Dia, sebut saja T, menunjuk mobil keluaran terbaru merek tertentu yang dua roda depannya tengah dicopot teknisi. Mobil yang saya taksir seharga Rp 400 jutaan. Sambil mengeluh tentang ban, ia menceritakan tentang sejumlah mobilnya, berbagai merek dan seri. Total dia punya lima mobil, sedan dan SUV. Yang SUV malah belum berpelat nomor.

Dulu kami bertetangga kampus. Saya di komunikasi, dia ekonomi. Saat kuliah ia sudah glamor. Pagi, berangkat kuliah, ia pakai kacamata lebar seperti milik BCL jaman sekarang. Dengan Yamaha belel, saya tawari dia tumpangan. Tapi ia sering menolak. Ia lebih suka membonceng motor-motor gagah, macam Honda GL 100 yang kala itu sudah macho.

T ini glamor di kampus, tapi orangtuanya di bagian barat Jawa Tengah konon miskin. Tapi entah bagaimana ia begitu cantik dengan baju-baju mentereng, dan jadi rebutan. Belakangan, setelah jadi peragawati kelas lokal, saya mendapat kabar bahwa dia bispak, alias bisa dibawa. Selang beberapa tahun kemudian, saya mendapatkan kabar pula bahwa T dipiara banyak pria kaya, termasuk pejabat negara.

Suatu ketika, bertahun-tahun kemudian, saya menyambangi kos saudara sepupu saya di bagian selatan Kota Semarang, tak terduga berjumpa T yang kontrakannya bersebelahan dengan kos sepupu saya itu. Dia tampak tua. Tubuhnya kurus. Sambil menggendong balita dan satu anak lain berumur sepantaran di sebelah kakinya, ia tampak malu menceritakan tentang nasib malangnya.

Ia bilang hidupnya berantakan. Punya dua anak tanpa bapak. Dugem dan segala macam kehidupan kusam ia lalui dengan senang, bersama para pria hidung belang. Namun, jerat lezat itu membuatnya sekarat. Ia menjadi PSK yang miskin dan sakit-sakitan.  Saat bertemu saya itu, ia mengaku baru seminggu keluar dari rumahsakit karena kandungannya terganggu.

Sampai di situ saja deskripsi tentang T. Ia tentu saja tak berminat mengungkit masa lalunya yang miris. Di toko ban itu, T 'memangkas' kisahnya hanya dari sejak ia bertemu dengan suaminya sekarang, yang membuat hidupnya berubah.

Si suami melamarnya dengan status duda beranak tiga, setelah enam bulan keduanya berkenalan. Duda cerai, si istri tertangkap sedang berselingkuh dengan karyawan sebuah BPR. Si duda, sebut saja H, tahu benar masa lalu T dan ia mau menerima T apa adanya. H adalah kontraktor asal kota S yang jauh dari sukses. Lalu, pendek kata, keduanya membangun usaha, dengan telaten menabung rupiah demi rupiah. T bekerja keras untuk mendapat kepercayaan dari H, dan ia bersumpah mati akan meninggalkan jejak kusam masa lalu.

Delapan tahun kemudian, usaha mereka di bidang jasa konstruksi melesat luar biasa kemajuannya. Unit usaha pun mereka tambah dengan mendirikan showroom mobil bekas, menerima order jual beli tanah/rumah, restoran, katering, penjahit baju-baju seragam kantoran, travel, dan masih banyak lagi, termasuk akan mendirikan panti asuhan di Semarang Selatan.

Saya mendengar dengan takjub. Memandang aura wajahnya yang tenang, bening, dan dewasa, saya sungguh bergetar. Ia kini lebih cantik ketimbang saat kuliah. Cantik wajah, juga hati. Saya melambai dengan senang saat ia melarikan mobilnya menuju sebuah bank syariah di tengah kota ...


Sumber: http://m.kompasiana.com/post/read/614807/2


Tuhan maha pemaaf dengan hambanya yang sungguh2 ingin kembali ke jalan yang benar....


Jadi Janda Kembang, inilah pemburu Asmirandah http://goo.gl/xfT3rI