Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

jajang100Avatar border
TS
jajang100
Duh, 40 Ribu Anak TKI Tak Tahu Lagu Indonesia Raya
Duh, 40 Ribu Anak TKI Tak Tahu Lagu Indonesia Raya


BALIKPAPAN - Diperkirakan sekira 40 ribu anak tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia tidak mendapat hak pendidikan secara layak. Mereka merupakan anak-anak TKI yang orangtuanya merupakan buruh di perkebunan sawit di Sabah, Serawak, Malaysia.

Alasan ilegal atas keberadaan mereka pun menjadi "tumbal" mengapa mereka belum dapat menikmati pendidikan sebagaimana lazimnya.

"Pada 2005, yang kita ketahui ada belasan ribu, itu yang ketahuan. Dari jumlah itu yang belajar sedikit hanya di learning center, itu pun hanya bisa baca tulis saja. Pakai bahasa Melayu, enggak tahu Indonesia Raya, enggak kenal Jakarta dan enggak kenal Presiden SBY. Update terakhir di Konjen RI di Kinabalu, jumlah berkembang sekira 40 ribuan anak-anak," kata Praktisi Pendidikan Bambang Irianto, yang aktif di Sampoerna Foundation School Development Outreach, saat media briefing, di Balikpapan, Kamis (14/11/2013).

Hal ini sangat memprihatinkan karena orangtua mereka bekerja di perkebunan di Malaysia itu awalnya adalah seorang pekerja. Kondisi lambat laun berkembang, serta lama tidak pulang ke Indonesia, mereka pun menikah dan memiliki keluarga. Sehingga akhirnya beranak pinak dan membentuk suatu kelompok besar.

"Keberadaan mereka dianggap ilegal dan menyalahi kontrak sehingga akses bagi sarana pendidikan ya sangat terbatas. Di sana ada Humana Bornea seperti learning center yang didirikan oleh orang asing," katanya.

Pemerintah, tambah Bambang, sudah melakukan diplomasi terkait keberadaan orang-orang Indonesia di perkebunan sawit di Malaysia. Menurut dia, seharusnya kedua negara bersama-sama ikut menanggung persoalan pendidikan anak-anak. Walaupun Malaysia ngotot menilai keberadaan anak-anak Indonesia adalah ilegal.

"Paling bagus menggunakan jalur diplomatik. Memang mereka keukeuh bahwa mereka menyalahi kontrak dan ilegal. Tapi faktanya ada banyak anak Indonesia yang tidak bisa baca tulis. Ini jadi beban Indonesia yang harus dituntaskan. Mereka (Malaysia) keukeuh pada aturan dan TKI kita juga nakal, mereka kan masuk ke sana lewat cara yang enggak benar juga. Jadi kompleksnya masalah," ucapnya.

Dia pun menyadari jika pihaknya menyambangi anak-anak TKI di Negeri Jiran dan mendirikan sekolah di sana, karena memang bukan wilayah yang dimiliki Indonesia. Sehingga hal yang paling memungkinkan adalah mendirikan pusat pembelajaran dan latihan di kantong-kantong TKI.

Di Indonesia saja, kata Bambang, berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak pada 2011, masih ada sekira 11,7 juta anak Indonesia yang belum tersentuh pendidikan. Ini terjadi karena mayoritas dari mereka berada di daerah-daerah pelosok atau terpencil.

"Anak yang tidak mempunyai akses pendidikan sudah harusnya menjadi prioritas pembangunan pendidikan. Oleh sebab itu, sebagai salah satu jalan keluar, dibutuhkan sebuah kerjasama dari berbagai pihak, baik dari pemerintah, korporasi swasta maupun BUMN dan komunitas untuk bergerak memperbaiki kondisi yang memprihatinkan ini," imbuhnya.

Dia mengakui,n akses yang terbatas menjadi masalah utama bagi masyarakat di daerah terpencil untuk mendapatkan pendidikan. Lokasi yang jauh dari perkotaan sehingga memerlukan waktu tempuh yang panjang menjadi salah satu hambatan bagi masyarakat daerah terpencil untuk mendapatkan pendidikan.

"Karena itu, kami menawarkan lima pola yang mungkin bisa dilakukan yakni sister school, satellite school, SMP terbuka, boarding school, dan perbaikan kualitas sekolah di daerah terpencil," ujarnya saat Diskusi Solusi Pendidikan di Daerah Terpencil.

Melalui sister school, kata dia, ada kerjasama yang dilakukan antara sekolah yang berada di daerah terpencil dengan sekolah yang berada di area perkotaan. Kerjasama ini hampir mirip dengan satelite school, hanya saja berbeda dalam pola kerjasamanya.

Adapun untuk sister school, ada guru dari sekolah di kota yang harus mengajar di daerah terpencil. Fasilitas akomodasi sebaiknya disediakan karena waktu mengajarnya hanya dalam periode tertentu. Sementara untuk satellite school, sekolah induk di daerah lain hanya bertindak sebagai pengawas terhadap keberlangsungan proses pendidikan di daerah terpencil tersebut.

Konsep SMP terbuka dan boarding school, tambahnya, sudah ada yang diaplikasikan selama ini hanya perlu untuk diaktifkan kembali. Adapun untuk perbaikan kualitas sekolah, imbuh Bambang, dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi sekolah yang sudah ada.

"Ini seperti yang kami lakukan di Purwakarta dengan menjembatani korporasi yang berniat memperbaiki salah satu sekolah di daerah tersebut," tutupnya.

http://kampus.okezone.com/read/2013/...medium=twitter
0
1.6K
17
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.9KThread41.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.