Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

bokap_acaAvatar border
TS
bokap_aca
Wajah Musik Underground Indonesia Era ‘70
Wajah Musik Underground Indonesia Era ‘70

Sejarah adalah bagian kehidupan suatu negeri yang tidak bisa dilupakan begitu saja oleh para pelakunya dan generasi pewaris. Adalah sebuah web internasional milik Queensland Art Gallery yang menyimpan dengan apik sejarah musik underground Indonesia tahun 1970 hingga 1980. Lewat tangan seorang reporter Australia yang saat itu menjadi mahasiswa Universitas Padjajaran Bandung, Rebecca Gerts Jenkins. Rebecca yang mengabadikan kegiatan band underground tahun 1970 hingga 1980 an dan kini memorabilia tersebut disimpan di Queensland Art Gallery di Australia.

Nama band yang tidak pernah terkenal itu adalah “The Kuda“, sebuah band beraliran musik proggressive rock dan digaungkan oleh 5 anak muda yang tidak pernah dikenal namanya oleh pecinta musik kala itu.


Maklum saja, karena musik Indonesia di tahun 1970 hingga 1980 an masih diawasi dan dikungkung dalam terali baja oleh penguasa saat itu, yakni Presiden Soeharto. Bisa kita maklumi keberadaan mereka yang tidak begitu banyak dikenal orang apalagi anak muda kecuali para mahasiswa Universitas Indonesia dan beberapa komunitas musik lainnya.

Situasi politik serta kehidupan sosial budaya, didorong oleh kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah , terutama selama rezim Soeharto , yang kadang-kadang dan sering bertindak sebagai ‘alat ‘ represi bagi masyarakat. Tahun 70-an di Indonesia adalah era ketegangan di sebagian besar kehidupan sosial dan aspek politik. Ini dimulai pada tahun 1965 , yang menjadi titik balik kebangkitan kekuatan militer , terjadinya sensor ketat , tidak stabilnya ekonomi, pemerintahan yang korup , dan rendahnya pertumbuhan ekonomi industri. Kondisi ini membawa rakyat dan mahasiswa turun ke jalan untuk demonstrasi ; salah satu demonstrasi terbesar adalah’ Malari ‘ ( Malapetaka Sebelas Januari ) pada tahun 1974 .

Peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto adalah salah satu era yang paling penting menjadi wacana perubahan sosial dan politik bagi Indonesia.

Musik adalah bahasa universal dan bentuk ekspresi kreatif yang melibatkan beberapa elemen , termasuk ruang dan publik . Maka musik underground adalah bentuk ekspresi yang bertutur tentang kekacuan hidup, ruwetnya masalah hidup dan ini tidak jauh-jauh dari keseharian anak muda Indonesia saat itu.

Sementara di tahun 70-an , saat terjadi kekacauan politik di Indonesia , memang sulit untuk menemukan musik underground. Berbeda dengan musik yang ada saat itu, Band The Kuda menyajikan alternatif lain buat anak muda dan juga band ” The Kuda” adalah bagian dari bentuk dan simbol perlawanan dengan cara mereka kepada represifnya penguasa , seperti musik milik Iwan Fals di masa kini.

Masih tertarik untuk membaca kisah mereka ? Yuk kita simak bersama-sama ….

Para Personil Band “The Kuda”

Gitar Melodi dipegang Oleh Amir Rachmat Kertadiredja. Lahir di Karawang , 23 April 1950. Pendidikan tertinggi sebagai mahasiswa Fakultas Sastra , Universitas Indonesia , masuk tahun 1971 , naik ke tahun ketiga ( DO dan belum selesai ). Hobinya : menulis lagu termasuk puisi , perakitan dan bongkar pasang perangkat elektronik perangkat , dan bermain gitar.

Personil kedua bernama Deddy Rachmadi Kertadiredja, pemetik gitar “The Kuda”. Lahir di Karawang , 4 Februari 1952. Pendidikan tertinggi lulus Sarjana Ilmu Bisnis dan Academi Sekretaris , Bekasi ( 1972 ). Hobinya membaca , mendaki gunung , mendengarkan radio dan memainkan alat musik gitar .



Keduanya adalah anak-anak dari H. Deden Kertadiredja dan Hj . Siti Hamidah , yang menjadi PNS di Pemerintah Kota Karawang . Berasal dari Karawang dan keluarga besar mereka telah lama menjalankan bisnis perdagangan beras dan menjadi salah satu produsen beras di kota itu sejak 1930-an. Selama era Soekarno , bisnis keluarga H. Deden diperluas ke Jakarta , Bekasi , Bogor dan Tangerang .

Amir dan Deddy pindah ke Jakarta untuk kuliah sambil mencari pekerjaan . Mereka bekerja sebagai karyawan marketing berstatus honorer di sebuah perusahaan tekstil.

Vokalis Band The Kuda adalah Benny ” Billy ” Bounneville yang lahir di Padang Sidempuan , 6 Agustus 1950. Menyelesaikan pendidikannya di SMA Negeri 1 Tapanuli Selatan (1968 ) dan tidak melanjutkan ke bangku perguruan tinggi karena lebih memilih hidup sendiri di Kota Jakarta. Hobinya menyanyi membawa Benny sering mendapatkan tawaran job di restoran-restoran yang ada di Jakarta sembari berkerja sebagai pegawai perusahaan pelumas minyak di Jakarta Utara . Orang tua Benny adalah Martha Olan Marpaung dan Akhir Matua Harahap , keduanya bekerja di bagian administrasi balai desa di Tapanuli .

Di Jakarta , Benny tinggal dengan salah satu pamannya , Gus Irawan Pasaribu , di daerah dekat Pasar Senen . Benny tertarik dalam literatur , ia kadang-kadang menghadiri pembacaan puisi dan kegiatan budaya lainnya di TIM (Taman Ismail Marzuki) dan festival seni yang diadakan di beberapa kampus.

Gitar Bass dipegang oleh Eko Priantoro yang lahir di Surabaya , 18 Juli 1949 dan pendidikan terakhirnya , Eko lulus dari STM Harapan Mulya , Surabaya , jurusan grafis (1970 ) dan belajar di sebuah sekolah seni jurusan seni di Jakarta. Hobi nya bermain gitar bass , memodifikasi sepeda motor , dan naik sepeda keluar kota .

Drummer mereka Charlie Winata lahir di Semarang , 8 Januari 1951 dengan pendidikan tertinggi sebagai Sarjana Akademi Administrasi , Semarang (1972 ). Hobinya : bermain drum dan perkusi , bepergian dan membaca novel. Charlie keturunan China dari Semarang , Jawa Tengah , orang tuanya Darma Winata dan Ruth Suryadinata .



Keluarga kelas menengah yang memiliki bisnis menjual alat berat pembanguan di kota-kota besar termasuk Jakarta dan Surabaya . Pada awalnya Charlie hijrah ke Jakarta untuk kuliah di Universitas Indonesia , jurusan arkeologi pada tahun 1971. Charlie tidak terlalu suka akan bidang arkeologi hingga akhirnya Charlie memutuskan keluar dari kampusnya dan membuka bengkel reparasi mobil di daerah Jatinegara Jakarta.

Hobi Charlie bermain drum dan instrumen perkusi lainnya mempertemukan Charlie dengan Amir dan mereka tertarik untuk membentuk band “The Kuda” bergabung bersama personil lainnya.

Pada awal 1976 , para personel The Kuda mulai menyusun album musik mereka . Meskipun The Kuda baru terbentuk , Charlie dan Benny berusaha agar band mereka dapat membuat rekaman sederhana, sehingga koleksi lagu-lagu mereka bisa dinikmati pecinta musik.

Nama The Kuda adalah inspirasi mereka saat berkemah di perkemahan Cibodas dan melihat banyaknya kuda-kuda di Cibodas. Kuda adalah simbol kerja keras, ulet dan melawan semua bentuk represif yang mengukungnya. Liar dan berkarakter. Sejak itu The Kuda menjadi band yang cukup dikenal sebagai kelompok musik yang hanya muncul dan manggung di acara-acara tertentu. The Kuda cukup aktif dalam kinerja independen dan juga dikenal sebagai grup musik yang menggabungkan lirik kritis dan cukup keras dengan aransemen musik eksperimental yang dinamis, sehingga lagu-lagu yang dibawakan mereka dianggap vokal di era tersebut.



Lagu-lagunya yang cukup dikenal banyak kalangan kampus, salah satunya berjudul “Lurus ke Depan” ( seperti kuda yang ditutup matanya ) dan lirik lagu ini berhasil menggambarkan keadaan masyarakat yang matanya ditutup oleh penguasa seperti kuda yang ditutup matanya oleh pemilik kuda. Inilah sebagian lirik tersebut :

atas bawah depan belakang, kiri kanan hantam rintangan

lihat kami diantara kalian menggenggam parang dan sekam

sepatuku besi dan bajuku kulit alami

kami maju dengan kaki tertanam, terbenam angan

memang ada aku diantara kalian, satu aku sejuta kalian

Lagu “Lurus Ke depan” ada di album mereka “Duka Kuda” yang direkam di sebuah stasiun radio amatir dan ada beberapa lagu seperti ”Hantam Arang”, “Ilalang Hilang”, “Hantu Laut”, “Kapan Kapan Kapan”.

The Kuda memulai karir sebagai band yang tidak terikat oleh sebuah bentuk musik atau genre apapun dalam musik. Meskipun di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya, banyak band bermunculan dan menjadi terkenal dan populer pada saat itu. Sementara itu, The Kuda berani untuk menciptakan sebuah “gerakan” dengan sendirinya dan bergandengan tangan dengan beberapa band lain untuk tampil dalam satu panggung dalam acara di kampus mana Amir, Charlie dan Eko sedang kuliah disana. Lirik lagu The Kuda dikemas kritis, mereka juga memberi pesan dan memprotes dunia komersial dan kapitalis yang memanipulasi pembangunan di Indonesia pada waktu itu, khususnya di Jakarta.

Mereka menciptakan acara berskala kecil di kampus independen, bermain dengan instrumen sederhana yang tersedia dan dapat dibawa di atas sepeda motor yang mereka modifikasi.


Peranan Besar Rebecca Jenkins Untuk Band “The Kuda”

Dari tahun 1975 sampai 1979. Rebecca Jenkins berada di Jakarta sebagai kontributor dan pelaporan penulis lepas pada sebuah koran Australia. Rebecca sering menulis situasi dan isu-isu politik , sosial dan budaya yang berkembang diIndonesia selama pemerintahan Orde Baru , pemerintahan Soeharto.

Beberapa bulan setelah Rebecca datang, pecah perang saudara di Timor Timur dan terjadi peristiwa penting dalam sejarah pers Australia di Indonesia yakni insiden Balibo di Timor Timur .

Rebecca sangat terpukul dengan kejadian itu, menyebabkan dia harus menyembunyikan diri dan hanya meliput kegiatan mahasiswa di kampus dan acara di TIM. Rebecca terus bersembunyi untuk menghindari sentimen massa akibat insiden Balibo di mana beberapa wartawan Australia terbunuh di Timor Timur .

Rebecca bertemu Benny dan Deddy saat pembacaan puisi WS. Rendra di TIM .

Ada bazaar budaya yang digelar tepat setelah tahun baru 1976 di bulan Februari. Kemudian Rebecca menjadi dekat dengan Benny karena mereka sering bertemu , dan kemudian Rebecca juga bertemu Amir , Charlie dan Eko. Rebecca tertarik pada kegiatan para personil The Kuda .

Demikian juga dengan Benny dan Deddy , mereka mengundang Rebecca datang untuk melihat beberapa peristiwa yang mereka organisir dan menjadi salah satu ‘ saksi ‘ keberadaan band “ The Kuda” .

Awalnya Rebecca membaca beberapa artikel yang ditulis oleh Benny dan Deddy , dan kemudian dia terpesona oleh aktivitas para mahasiswa .

Apalagi Saat Amir , Charlie dan Eko bercerita tentang kegiatan mereka mendukung kegiatan aktivis di kampus dalam seni dan budaya dengan cara bermain musik .

Pada tahun 1977 , bertepatan dengan pemilu di Indonesia dan juga album pertama “The Kuda” beredar , Rebecca mengambil keputusan untuk tinggal di Jakarta dan kembali bekerja sebagai kontributor berita stasiun radio Australia dan surat kabar Australia , terutama yang berbasis di Brisbane dan Sydney .

Pada awal tahun 1978 ketika Rebecca sedang meliput acara Kampus Kuning ( Universitas Indonesia ) di mana mahasiswa Jakarta berdemo menentang pengangkatan kembali Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia, dia membuat kontak dengan beberapa stasiun radio di Australia untuk mengirimkan berita yang terkait dengan demonstrasi dan larangan terbitnya sejumlah surat kabar di Indonesia. Peristiwa ini menyebabkan Rebecca dan para personil Kuda menjadi sangat dekat. Bahkan Rebecca akhirnya menjadi kekasih Benny.

Rebecca mulai melihat potensi band ini, lagu-lagu dan musik mereka , terutama setelah mendengarkan rekaman The Kuda, Rebecca jatuh hati apalagi mereka tidak mengambil keuntungan sepeserpun dari penjualan album “Duka Kuda” dan semata-mata untuk memenuhi kepuasan batin mereka sendiri .

Rebecca meminta copy album ” Duka Kuda ” sebagai penunjang bahan berita. Ini menjadi data tambahan buat konsumsi media di Australia bahwa di Indonesia sedang terjadi pengekangan kebebasan berekspresi mahasiswa oleh rezim Soeharto.

Pada pertengahan tahun 1979, Rebecca kembali ke Brisbane dan menikah bersama Benny . Mereka menghabiskan sisa tahun 1979 di Australia . Mereka juga sering berhubungan dengan mengirim surat dan kartu pos untuk Amir , Charlie , Deddy dan Eko di Jakarta .

Di Brisbane, Rebecca aktif menyiarkan perkembangan keadaan Indonesia di sebuah stasiun radio kecil. Saat siaran Rebecca menjadikan album musik “The Kuda” sebagai referensi lagu yang dikategorikan sebagai “underground music” dan dimotori mahasiswa Indonesia. Menjadi sebuah kebanggaan ketika lagu-lagu The Kuda disiarkan dan dijadikan sebuah catatan kemajuan musik Rock ‘n Roll dan menjadi pertanda kemunduran politik hukum rezim Soeharto.

Pada bulan Februari 1980, Benny dan Rebecca kembali ke Jakarta untuk bertemu dan bersatu kembali dengan Amir , Charlie , Deddy dan Eko . The Kuda kembali manggung dalam beberapa acara di Jakarta sampai tahun 1981 mereka berhenti bermusik, saat mereka sudah memiliki keluarga dan bisnisnya masing-masing.

Demikianlah “The Untold Story” wajah musik underground di era tahun 70 yang belum banyak orang mengenal nya.

Semoga pemuda Indonesia tetap harus berani menyuarakan ketidakadilan dan kejahatan publik yang mungkin dibuat oleh para pejabat nya dan bukan hanya terfokus pada lagu-lagu romansa cinta yang tidak berarti apa-apa dan tidak berpengaruh buat kemajuan dan kejayaan bangsa.

Hiduplah Indonesia ku !
0
5K
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923KThread83.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.