MATARAM - Kampung Kekalik, Kelurahan Kekalik Jaya, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) dideklarasikan sebagai Kampung NasDem. Seperti namanya, kampung tersebut dipenuhi pernak-pernik khas Partai NasDem termasuk bendera.
Namun, pemasangan atribut partai itu mendapatkan kritik dari bos Partai NasDem sendiri yakni Surya Paloh. Dalam kunjungannya ke Kampung Kekalik, Rabu (6/11), Paloh mendapati bendera partainya yang dipasang di atas Masjid Al-Mabrur.
Ketua Umum Partai NasDem itu lantas meminta bendera dicabut. Ia tidak ingin masjid setengah jadi itu dicap sebagai masjid khusus kader NasDem saja. "Semangat boleh, tetapi jangan 'over' semangat. Ini masjid Allah dan masjid umat Islam, bukan hanya masjid Partai NasDem. Kalau pemberian nama Kampung Nasdem saya setuju. Saya minta tanpa mengurangi rasa hormat bendera diturunkan tetapi semangat harus tetap ada," kata Paloh lewat siaran pers kepada JPNN.
Ia menambahkan, kader NasDem jangan hanya berani memberikan saran dan kritik kepada eksternal partai. Tetapi, juga harus berani mengkritik diri sendiri. "Inilah semangat gerakan restorasi bagi bangsa Indonesia," tegas Paloh.
Dalam pidatonya di Masjid Al-Mabrur, Paloh mengajak seluruh masyarakat Mataram, khususnya yang berada di Kampung NasDem untuk membangun semangat keislaman melalui partainya. Ia juga mengaku bangga melihat semangat dan antusiasme warga Kampung Kekalik khususnya kader Partai NasDem yang bahu membahu membangun masjid. "Ini memberikan pertanda dan isyarat semangat kegotong-royongan di sini masih terbangun, di tengah-tengah lunturnya semangat akan kegotong-royongan masyarakat Indonesia saat ini," ujarnya.
Dalam kunjungannya itu, Paloh meminta doa dan petuah kepada tokoh agama Islam yang ada Mataram. Ia juga meminta para ulama untuk mendoakan para kadernya agar tidak melakukan perbuatan tercela.
PBNU Minta PKS Hentikan Perebutan Masjid
Rabu, 21/09/2011 20:06
Jakarta, NU Online. Sekretaris Jenderal PBNU H Marsudi Syuhud meminta kepada Tifatul Sembiring agar pengambilalihan masjid-masjid NU yang selama ini ditengarai dilakukan oleh para kader PKS dihentikan demi persatuan umat. “Bagaimana umat kita bisa bersatu kalau di lapisan bawah masih seperti ini,” kata Marsudi saat menerima kunjungan Tifatul Sembiring, Menkominfo yang juga kader PKS di gedung PBNU, Rabu (21/9). Sejumlah kasus yang terjadi menggunakan modus munculnya seseorang yang dengan sukarela membantu membersihkan masjid, lalu membantu adzan, diteruskan dengan mengajak temannya untuk menjadi khotib dan akhirnya merubah seluruh kepengurusan takmir masjid dan tatanan peribadatan yang selama ini sudah berjalan dengan baik. Kemunculan kasus seperti ini akhirnya menimbulkan resistensi di masjid-masjid yang lain yang sebelumnya cukup terbuka dengan alasan untuk menjaga eksistensi peribadatan yang sudah ada dan diyakini kebenarannya.
Hal ini menanggapi pernyataan Mantan Presiden PKS ini yang mendambakan tumbuhnya persatuan dan ukhuwah dikalangan umat Islam, karena jika yang dilihat perbedaannya, sangat banyak sekali sehingga untuk memecah Indonesia, akan gampang. Tifatul menjelaskan, tak ada kebijakan resmi dari partai yang meminta pengambilalihan aset ormas tertentu untuk dikelola oleh kader PKS. Masukan seperti ini tidak hanya datang dari NU, tetapi juga dari ormas Islam lainnya yang merasa sarana ibadah dan umat yang telah dibinanya diambil alih. Ditegaskannya, PKS adalah partai, bukan aliran agama, yang kadernya berasal dari berbagai ormas Islam dan mengakui adanya khilafiyah. “Kita berdakwah bagaimana Islam bisa dimakmurkan, tidak ada ambil ini-itu. Tak ada gerakan mencuri bedug,” katanya.
Ketua PBNU Iqbal Sullam yang turut dalam pertemuan tersebut meminta agar sasaran dakwah difokuskan kepada umat Islam yang saat ini masih dikategorikan “abangan” yang potensinya masih sangat besar. “Tak perlu mengobrak-abrik tatanan yang selama ini sudah ada,” kata Iqbal. Kiai Said Aqil Siroj mengungkapkan banyak persoalan besar umat Islam yang harus difikirkan dan diatasi bersama seperti masalah kelaparan dan peperangan di Somalia, revolusi di Mesir, perang di Libya, Irak dan negara berpenduduk mayoritas Islam lainnya yang sedang menghadapi masalah serius dan perlu bantuan. Perbedaan keyakinan, harus dihormati, apalagi yang sifatnya prinsipil seperti sejumlah amalan warga NU, yang oleh kelompok lainnya dianggap sebagai bid’ah.
Dakwah yang berhasil, menurut kiai Said, tidak dengan pendekatan halal-haram dan menyalahkan orang lain, tetapi dengan pendekatan kelembutan dan kasih sayang seperti yang dilakukan oleh Walisongo yang berhasil mengislamkan Nusantara.
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinam...n+Masjid-.phpx
Rebut Kembali Masjid Nahdliyyin, LDNU Kumpulkan Majelis Ta'lim se-Jabotabek
Kamis, 24/08/2006 15:06
Nahdlatul Ulama (NU) merasa khawatir dengan nasib masjid-masjid milik warga nahdliyyin (sebutan untuk warga NU) diambilalih oleh kelompok-kelompok yang mengatasnamakan Islam. Oleh karenanya, Pengurus Pusat (PP) Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) berinisiatif melakukan gerakan nyata untuk merebut kembali masjid-masjid milik warga nahdliyyin itu, dengan mengumpulkan para pemimpin majelis ta’lim se-Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi). “Tanggal 30 (Agustus, red) nanti kita akan kumpulkan ketua-ketua majelis ta’lim se-Jabotabek. Kita harus rebut kembali masjid-masjid yang sudah dikuasai orang (kelompok, red) lain itu,” kata Ketua Umum PP LDNU KH Nuril Huda kepada NU Online di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (24/8).
Seperti diberitakan NU Online beberapa waktu lalu, Ketua PBNU KH Masdar F Mas’udi mengungkapkan, sekelompok orang yang mengatasnamakan Islam telah serampangan mengambilalih masjid-masjid milik warga nahdliyyin dengan alasan syarat ajaran bid’ah dan beraliran sesat. Pengambilalihan yang dimaksud berbentuk penggantian para takmir masjid yang selama ini diisi oleh warga nahdliiyin. Demikian juga dengan tradisi-tradisi ritual keagamaan khas NU pun diganti.
Kegiatan yang merupakan hasil kerja sama PP LDNU dengan PP Muslimat NU itu, kata Kiai Nuril—demikian panggilan akrabnya—, dilaksanakan setiap akhir bulan. Dalam pertemuan itu, para pemimpin majelis ta’lim tersebut diberikan pemahaman yang menyeluruh tentang paham Ahlusunnah wal Jama’ah (Aswaja).
Menurut Kiai Nuril, pemahaman tentang Aswaja yang benar dirasa sangat penting guna menghadapi gerakan-gerakan kelompok-kelompok yang telah mengambilalih masjid-masjid NU. Pasalnya, secara umum para pemimpin majelis ta’lim itu belum memahami sepenuhnya ajaran Aswaja tersebut. Selain itu, Kiai Nuril menambahkan, tidak sedikit pula bermunculan ajaran yang mengatasnamakan Ahlussunnah, namun yang dimaksud bukanlah Aswaja. “Sekarang kan banyak sekali aliran yang mengaku Ahlussunnah, tapi sebetulnya bukan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Ahlussunnah saja, beda dengan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Makanya, majelis ta’lim ini harus diberi pemahaman agar bisa membedakan antara Ahlussunnah saja, dengan Ahlussunnah Wal Jama’ah,” terangnya.
“Bedanya, kalau Ahlussunnah saja, itu hanya mengikuti ajaran dan perilaku Nabi Muhammad SAW. Tapi kalau Ahlussunnah Wal Jama’ah, mengikuti ajaran dan perilaku nabi sekaligus juga para Khulafaur Rosyidin (kholifah empat; Abu Bakar Assiddiq, Umar bin Khatab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib, red),” imbuh Kiai Nuril.
Disadari Kiai Nuril, sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia yang berpaham Aswaja, NU merasa perlu untuk segera melakukan gerakan-gerakan nyata dalam rangka penyelamatan terhadap paham yang sudah diyakini kebenarannya selama ini. Jika tidak, katanya, tidak ada jaminan dalam waktu sepuluh tahun mendatang ajaran moderat yang terkandung dalam Aswaja akan hilang dan tergantikan oleh paham yang lain.
Diungkapkan Kiai Nuril, pada pertemuan pertama dan kedua yang diikuti 162 ketua majelis ta’lim se-Jabotabek itu, responnya cukup positif atas kegiatan tersebut. Dalam pertemuan tersebut, katanya, sekaligus terungkap bahwa sebagian besar pimpinan majelis ta’lim belum mengerti sepenuhnya paham Aswaja sebagaiamana diterapkan NU selama ini. “Ibaratnya, kita akan berikan pencerahan kepada para majelis ta’lim itu tentang ajaran Aswaja yang benar dan menyeluruh. Biar mereka juga bisa membedakan antara paham Ahlussunnah saja dengan Ahlussunnah yang ada Wal Jama’ah-nya,” tandas Kiai Nuril.
Kegiatan tersebut, kata Kiai Nuril merupakan awalan. Selanjutnya, pihaknya akan memperluas wilayah garapan dari kegiatan tersebut hingga ke daerah-daerah, terutama daerah di luar Jawa. Karena, ungkapnya, fenomena tersebut tidak hanya terjadi di wilayah Jabotabek saja, melainkan seluruh Indonesia. Untuk pertemuan mendatang (30 Agustus), tutur Kiai Nuril, pihaknya telah mengundang seorang tokoh muslimah asal Amerika Serikat untuk menjadi penceramah, yakni Mrs Tiye Mulazim. Menurutnya, Mrs Tiye Mulazim juga seorang muslimah yang berpaham Aswaja.
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinam...alih-p,2-.phpx
Masjid NU dan Muhammadiyah Direbut Organisasi Lain
Monday, Feb 12, 2007 3:56 am
Mengenai sikut-sikutan di antara umat Islam yang disinggung Hasyim Muzadi dalam Workshop Pengkaderan Nasional yang diadakan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) memang bukan hal yang asing. Di antara yang
cukup meresahkan adalah perebutan masjid oleh beberapa organisasi berbeda.
Hasyim sendiri punya cerita. “Kemarin saya ketemu Pak Din Syamsudin (Ketua Umum Muhammadiyah). Dia bilang, ‘Bagaimana nih masjid saya kok banyak diambil organisasi lain’. Saya bilang, ‘NU lebih dulu’,” ujar Hasyim. Berdasarkan informasi dari salah seorang pengurus LDNU perebutan masjid ini terjadi di banyak wilayah, terutama di Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. “Di Jatinegara (Jakarta Timur) itu ada masjid namanya al-Bahri. Masjid ini didirikan guru Marzuki, pendiri pesantren pertama di Betawi. Masjid itu sekarang sudah dikuasai oleh kelompok lain,” tandasnya.
Imbasnya, kalau ada orang main qasidahan di masjid langsung direspon dengan memasang pamflet yang isinya, “Maaf Masjid Bukan Tempat Main Ondel-Ondel.” Lain lagi kasus yang terjadi di luar Jawa, di antaranya di daerah Sumatra Barat. Menurut salah seorang peserta workshop perebutan itu bukan dilakukan oleh organisasi, tapi perseorangan yang memegang kekuasaan politik. “Ada oknum yang tidak pernah ke masjid tapi dengan seenaknya mengganti pengurus masjid, ” tandasnya.
http://superkoran.info/forums/viewto...hp?f=1&t=39311
Karma Menimpa Muhammadiyah, Masjidnya Direbut Islam Radikal
Senin, 18/06/2007 05:04
Seorang Pimpinan Muhammadiyah tiba-tiba mengontak pengurus di kantor PBNU, karena ternyata juga banyak masjid dan sarana Muhammadiyah yang lain diserobot Islam radikal.“Ah gitu aja kok risau,” kata pengurus PBNU.
“Lho gimana kami tidak risau, kalau NU selama ini juga mengeluh mesjidnya juga hilang!?”
“Lho kalau NU kehilangan masjid itu Musibah, kalau Muhammadiyah kehilangan mesjid itu hukum karma, hehe..”
“Karma apa?”
“ Iya dulu Muhammadiyah yang ngambili masjid dan sarana NU, saat ini gantian diambil lagi oleh Islam radikal, itu namanya hukum karma, dan hokum karma itu adil, biarkan saja,” tegas orang NU.
“O gitu ya. Tapi kita harus tanggulangi, orang Muhammadiyah tidak boleh masuk Islam radikal.”
“Ya terserahlah NU mengatasinya dengan mengajak hidup rukun bukan dengan melarang
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinam...iyah-p,4-.phpx