prd0000Avatar border
TS
prd0000
Maldives: Hidup di tanah yang sedang tenggelam
Ane tulis artikel ini buat agan agan, terutama mereka yang bilang kalau kita yang "green freak", menggunakan tenaga alternatif, berhemat air, bensin, listrik, dan seterusnya itu kelewatan, paranoid, dan seterusnya.
Pencemaran udara, pelepasan CO2 oleh bensin, pembakaran limbah, sampah, dan sebagainya telah membuat efek rumah kaca, menyebabkan bumi memanas, dan ini menyebabkan air di kutub utara perlahan lahan mencair. Pada waktunya, bumi akan mengambil langkah drastis untuk melindungi dirinya, yaitu dengan membunuh manusia.
Thread ini ane buat ada 2 tujuan.. Pertama, untuk mengenang sebuah negara akan menghilang dari muka bumi dalam waktu dekat akibat tindakan kita. Dan yang kedua, untuk mengingatkan, bahwa Indonesia adalah negara kepulauan seperti maldives. Jakarta sudah semakin tenggelam, tetapi kita adalah salah satu negara yang paling boros dan paling dikecam dalam hal lingkungan hidup. Lihat saja orang orang yang foya foya menggunakan air dan listrik, sampah dimana mana, apa pun bisa kita buang buang seenaknya, bensin naik pun tidak rela. Mengapa tidak rela bensin naik? Karena sudah tidak bisa ke indomaret di gang sebelah naik mobil? Sudah ga bisa foya foya buang buang bensin ke udara? Ingat gan, Indonesia will be next in line.

-----------------------------------------------------------------
Realita yang keras telah memaksa masyarakat maldives untuk mengadopsi hidup langkah yang agresif dalam lingkungan hidup. Tapi, apakah hal itu cukup untuk memastikan kelangsungan hidup mereka?


Maldives, surga yang sempurna dari Asia, selalu berada di ambang akhir kehidupan. Bayangkan sebuah pulau beberapa meter yang beada di antara laut dan langit kosong. Pada prinsipnya, sebuah gelombang laut akan membersihkan seluruh negara seperti pada adegan akhir film Deep Impact



Walaupun akhirnya mungkin tidak sedramatis itu, tetapi sama tidak mungkinnya untuk dielakkan. Kalau pemanasan global berlanjut, dan permukaan air laut naik, maka negara ini akan hancur. Beberapa memperkirakan sekitar 50 tahun, ada yang mengatakan sebuah pulau akan hilang dalam 8 hingga 10 tahun. Dan masyarakat benar benar sadar akan kenyataan buruk ini.


"Saya sudah ada di pulau ini selama 15 tahun" Kata Mohamed Naeem. Deputi General Manager dari Banyan Tree resort di Vabbinfaru. Dia menunjuk ke pangkalan yang berada di atas laut murni, kelihatan tidak bersalah, pada teluk yang sangat indah. "Pada waktu dok tersebut dibuat, dia berada jauh diatas air. Tidak mungkin ada air yang naik ke atas dok. Tapi sekarang, cipratan air yang besar pun bisa membasahi dok itu. Saya tidak hanya percaya bahwa air laut naik. Saya melihat itu terjadi"


Seperti halnya manusia bumi yang menghadapi meteor yang akan datang, penduduk maldives melakukan apapun yang bisa mereka lakukan untuk memastikan hidup mereka dan kelangsungan tanah mereka. Sebagai hasilnya, negara ini telah menjadi contoh di regional asia untuk reservasi lingkungan hidup, dan tentunya memimpin di depan dalam kemajuan ecotourism. Negara lain, yang lingkungannya sepertinya sedikit rawan - tetapi pasti akan menghadapi masalah yang sama - HARUS MEMPERHATIKAN


Geografi telah menentukan bahwa masyarakat maldives tinggal di dekat dan sekitar laut. Negara ini terdiri dari 1192 pulau tropis, barat daya dari India, dan dikelillingi 26 buah atoll. Pulau pulau ini tersebar di area seluas 90000 kilometer persegi, dan hanya 300 kilometer persegi daratan (hanya 0.3% negara) Secara praktis, setiap pulau dikelilingi oleh teluk, yang tertutup, dan dilindungi oleh bunga karang. Kecil, dan terbuka, pulau pulau ini rawan akan efek dari angin, arus, dan perubahan iklim. Hal ini telah membuat masyarakat maldives konservasionis sejati. Kemauan mereka untuk secara aktif melindungi lingkungan mereka, dan secara cepat mengadopsi kontrol lingkungan, bukanlah tepat secara politik, tetapi karena kebutuhan untuk survival.


"Masyarakat Maldives hidup di dekat alam sehingga kita selalu membawa preservasi lingkungan ke dalam hati." Kata Menteri pariwisata Hassan Sobir. "Kita menyadari bahwa ekologi negara kita kompleks, dan konservasi alam adalah satu satunya cara kita survive"

Keringkihan dari Maldives berarti bahwa gangguan kecil - seperti perubahan cuaca atau lingkungan - bisa membawa efek besar. Hal ini jelas menjadi masalah pada eksistensi negara jangka panjang yang selalu dibawah ancaman. Tetapi hal ini juga menjadi keuntungan, karena segala masalah yang berhubungan dengan laut, ikan, dan daratan, akan langsung terlihat oleh masyarakat, dan diperbaiki secepatnya. Dan tidak ada satu hal pun yang membuat masyarakat maldives fokus pada lingkungan mereka kecuali pariwisata.

Jam pasir waktu

Pantai pasir yang putih mengelilingi kepulauan maldives adalah gambaran jelas dari negara itu untuk para turis. Walaupun hamparan pasir ini seperti hadiah dari alam, mereka rentan terhadap angin dan arus laut. Banyak pulau pulau tersebut dibentuk oleh angin musim. Angin dari timur laut, yang bertiup dari arah timur maldives, pasir bergerah ke barat, membuat pantai yang lebih lebar pada daerah tersebut. Sedangkan sisanya, pasir kembali ditiup ke timur oleh angin dari barat daya.


Tetapi menurut Ihuru Resort dan Banyan Tree, angin dari barat daya beberapa tahun belakangan tidak terbentuk. Akibatnya kedua resort tersebut, mengalami penumpukan pasir di barat pulau tersebut, dan membuat pantai timur terkena erosi. "Saya tidak mengerti bagimana itu terjadi, tapi alam tidak melakukan tugasnya beberapa tahun belakangan ini. ' Kata Ahmed Mujuthaba, chairman dari Ihuru Investments, menjelaskan dinding kantong pasir pada beberapa tempat di pantai Ihuru. "Kita harus menjaga pasir sebanyak mungkin di sebelah timur atau akan terjadi erosi. Nanti kalau pantai kembali ke normal, kita akan buang kantong pasirnya.

Menurut Naeem, perubahan pasir di sekitar Banyan Tree di Vabbinfaru luar buasa dramatis. "Saya ingat pada tahun 1989, kita bermain bola pada timur pulau, pada pantai yang lebarnya 50 meter. Sekarang, semua pasir berada pada pantai barat, dan kita harus membawanya kembali sendiri ke bagian timur, yang saat ini 'telanjang'". Pada sebuah lokasi, erosi telah parah sehingga sebuah tembok dibentuk untuk melindungi pohon dan bungalow dari laut, dan sebuah pompa disediakan untuk memindahkan pasir dari satu sisi pantai ke sisi lainnya.

Tetapi ketidaktepatan cuaca ini bukan hal yang baru. Bangunan permanenlah yang membuatnya terlihat. "Pasir selalu berubah di pulau ini dari musim ke musim, tapi sebelum pulau ini dihuni, hal itu tidak menjadi masalah." Kata Naeem. "Sekarang kita memiliki bangunan di tepi, jadi kita harus mengontrol gerakan pasir untuk keselamatan dan penampilan".

Daya tarik luar negeri
Secara keseluruhan, pembangunan pariwisata telah menggabungkan antara memancing dan pariwisata, dua buah industri negara tersebut, dengan baik. Para nelayan harus memastikan stok ikan lokal tidak kering karena mereka hidup dari sumber daya laut. Dan pemilik resort harus menjaga keasrian pantai, air, dan karang laut untuk menarik pengunjung. Ini adalah keseimbangan yang cukup sulit, yang dengan mudah dihancurkan oleh perubahan mendadak oleh salah satu kubu, tetapi sampai hari ini policy yang cukup baik masih tetap berjalan. Tetap saja, faktor faktor yang tak terlihat telah mengganggu keseimbangan nasional ini.


Masalah penyu dari Maldives adalah salah satu contoh. Menurut Mohamed Zahir, pendiri dan presiden Ecocare Maldives (ormas), penyu telah dibunuh oleh oleh nelayan serakah yang ingin uang lebih dari pasar turis. "Dengan adanya pariwisata di maldives, ada permintaan (terutama di Male, ibukota) untuk perhiasan dan cinderamata terbuat dari rumah penyu, bahkan seluruh rumah penyu. Akibatnya, populasi penyu di Maldives dalam situasi yang berbahaya" kata Zahir

Fakta mengenai penyu jelas. Ketujuh (global) spesies mengalami kepunahan, dan 5 diantaranya ada di Maldives. Sementara penyu di Maldives ditangkap menggunakan tombak (cara yang paling menjaga habitatnya) angkanya menurun secara drastis. Berkat lobi lobi ormas seperti Ecocare, pemerintah telah melarang perburuan penyu pada Juni 1995. Walaupun begitu, Zahir berkata masih ada pekerjaan yang harus dilakukan, dan mereka tetap berjuang membuat para turis menyadari fakta dan kondisi penyu. "Sekarang para nelayan hanya membunuh sekitar 1% dari penyu yang biasa mereka buru, tetapi kita masih harus berjuang bagi penyu dengan memberitakan ke para pembeli - dan turis - atas situasi ini". Populasi penyu mulai membaik, dan banyak dari mereka mulai membuat sarang di Soneva Fushi di daerah selatan Baa Atoll.


Para penyu tidak sendiri menjadi korban. Akibat keuntungan besar dari sup sirip hiu di pasar Jepang, Cina, Taiwan dan Hongkong, nelayan Maldives belakangan mulai menangkapi hiu dalam jumlah besar, memotong siripnya untuk obat dan kuliner di pasar yang bertumbuh di asia. Industri baru yang mengkhawatirkan ini mengakibatkan penurunan jumlah hiu - yang merupakan atraksi besar bagi para penyelam - dengan cepat di perairan lokal, dan mengakibatkan pemerintah melarang perburuan hiu di zona pariwisata pada tahun 1998. Sebuah permulaan, tetapi bukan tanpa celah, dan organisasi seperti Ecocare bekerja keras untuk menghapus perdagangan hiu.

Bunga Hindia
Marco Polo menyebut Maldives sebagai "Bunga dari Hindia". Disengaja atau tidak, referensi pelaut terkenal itu tepat. Maldives adalah potongan alam yang sangat indah, dan sangat rentan, yang membutuhkan perawatan dan perhatian untuk bisa selamat. Tetapi di depan industri pariwisata yang semakin membengkak, ini bukan tugas mudah. Tahun 1998 ada sedikit dibawah 400 ribu pendatang ke maldives. Sebuah angka yang fantastis mengingat penduduk maldives hanya 260 ribu jiwa.


Fakta bahwa Maldives memiliki industri pariwisata sendiri adalah usaha yang bagus. Awal tahun 1970, UNDP (United Nations Development Program) menyatakan maldives sama sekali tidak memiliki potensi pariwisata. Halangannya? Tidak ada airport, tidak ada infrastruktur, tidak ada supply makanan, tidak ada air bersih, berada di lokasi terpencil, dan populasi yang 100% muslim. Menurut UN, masa depan pariwisata terlihat suram.


Biarpun begitu, setelah perjalanan oleh tur italia dan kawan kawannya pada tahun 1971, 2 buah resort di Maldives berdiri pada akhir tahun 1972. Pariwisata tumbuh perlahan di awal awal ini. Akses sulit, fasilitas seadanya, dan resort dijalankan oleh masyarakat lokal yang tidak memiliki pengalaman. Problem pertama timbul waktu Maldives menemukan dirinya berada pada "hippie trail" karena kedekatannya dengan India dan Srilanka. Tingkah pendatang yang cuek membawa masalah moral ke negara tersebut, yang bertentangan dengan populasi lokal yang muslim. Dengan pariwisata yang mulai menunjukan sisi negatifnya, pemerintah mengambil tindakan untuk menjaga nilai tradisional dari populasi lokal.


Tahun 1979 master plan pariwisata dibuat dengan menekankan daya tarik kepulauan "Robinson Crusoe" - taman eden tropis yang sunyi - sebuah gambaran yang masih kuat menempel hingga sekarang. Rencana itu memastikan pariwisata tidak akan memberikan efek buruk yang terjadi di tempat lain, dan mulai memberikan potensi penerimaan dolar. Konsep awalnya adalah jumlah kecil per pulau, efek kecil, dan profit besar.


Pajak pada turis memastikan pemerintah mendapat bagian dari aksi turis, tetapi yang lebih penting adalah meletakkan hukum yang masih ada sampai sekarang. Untuk melindungi populasi lokal, setiap resort diharuskan membangun wilayah tak berpenghuni (Tak dihuni oleh lokal) dan kedatangan turis ke wilayah ini dimonitor. Hanya satu resort yang diijinkan untuk setiap pulau, sehingga menghindari kompetisi dan masalah. Untuk melindungi lingkungan alam, setiap resort harus memenuhi "Resort Development Controls" tertentu, yang melindungi lingkungan pulau dan menjaga penampilan (Sebelum setiap konstruksi dimulai, setiap rencana konstruksi harus melalui Environment Impact Assessment). Maldives membuat peraturan, dan para pemilik resort dengan senang hati mematuhinya.

Membuat rumah

Tetapi ini bukanlah sebuah negara dimana anda bisa begitu saja membuat resort, dan menyambung listrik ke pusat listrik nasional, lalu mengambil supply air bersih lokal. Karena masalah geografi (kepulauan terpencil tersebar di area yang luas) setiap resort harus mandiri. Setiap resort memiliki "mesin" yang dibutuhkan untuk menjaga komunitasnya. Pembangkit listrik, penghancuran sampah, management selokan dan pusat penyulingan air. Komunitas tersebut termasuk staf resort yang tinggal di pulau tesebut, yang mungkin sama atau melebihi jumlah tamu


Selain itu adalah kebutuhan fundamental untuk menghemat energi. Ihuru Touriest Resort, yang memenangkan award untuk produk yang "environmentally friendly", memimpin dalam hal ini. "Tidak ada yang bisa kita buat terhadap global warming, jadi kita harus fokus kepada apa yang bisa kita lakukan" Kata Mujuthaba. "Ada tanggung jawab bagi para pemilik resort untuk memberikan standard mereka sendiri, karena walaupun anda harus mengikuti peraturan pemerintah, tidak mungkin bagi otoritas untuk memonitor setiap resort setiap waktu. Disiplin kepada diri sendiri sangat penting." Resort menggunakan lampu hemat energi, pembangkit listrik tenaga surya, pengolahan air hujan, hanya menggunakan shower, dan mengeringkan pakaiannya menggunakan matahari untuk mengurangi pemakaian mesin pengering pakaian.

Walaupun pariwisata di Maldives secara global membuat setiap resort mengikuti peraturan yang ketat, dibelakang pemandangan yang bersih ada banyak masalah lingkungan hidup yang menganggu industri tersebut

http://actionasia.com/articles/the-m...-drowning-land
Diubah oleh prd0000 09-11-2013 08:46
0
9.4K
37
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.