WASHINGTON – Seorang bekas pilot pesawat tanpa awak (drone) didiagnosis menderita depresi. Pria bernama Brandon Bryant tersebut menyesal telah membunuh banyak orang.
Pemerintah Amerika Serikat (AS) melancarkan serangan drone untuk membunuh militan di kawasan Timur Tengah. Bryant mencatat membunuh sebanyak 1.612 orang selama bertugas. Dia mengundurkan diri pada 2011 karena mengalami tekanan mental.
“Ingatan (tentang drone) membuat perut saya mual,” ujar Bryant saat diwawancarai majalah GQ, seperti dikutip CNN, Kamis (24/10/2013).
Pria berumur 27 tahun tersebut mengingat sebuah serangan drone yang dilancarkannya di Afghanistan. Dia melihat korbannya tewas secara mengenaskan melalui monitor.
“Saya melihat korban saya setelah asap rudal menghilang. Tubuh dua korban tercerai-berai, sementara seorang lainnya masih hidup namun kehilangan kakinya. Dia terlihat bingung dengan darah terus keluar dari kakinya. Saya melihatnya tewas secara perlahan,” tuturnya.
Serangan drone AS dikritik banyak pihak. Mereka menyebut serangan drone membunuh banyak warga tidak bersalah.
Namun, Pemerintah AS menganggap serangan drone diperlukan. Mereka tidak mau lagi mengirim pasukan ke wilayah konflik yang membutuhkan banyak biaya dan membahayakan nyawa tentara.
kalau prajurit on foot yang bener2 berhadapan sama combatant biasanya sih jarang punya guilty feeling karena mereka dijustifikasi dengan keadaan dimana mereka membunuh agar tidak terbunuh, namun dalam kasus pilot drone ini dia bunuh ribuan orang tidak dalam keadaan terdesak dan bisa aja ada sipil yang jadi collateral di sana. Guilty feelingnya gede banget lah ... itu teori ane loh