Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

isybelhartoAvatar border
TS
isybelharto
Sistem Pemilu Online dan Sentralisasi Kependudukan
Sebagai warga negara yang berbangsa dan bertanah air satu, pelecehan dan penghujatan terhadap kinerja pemerintah tanpa melakukan masukan yang berati hanyalah orang bodoh yang hanya mengetahui letak sebuah kesalahan tanpa mengetahui arti sebuah pembenaran. Berikut ini adalah pandangan saya atas kasus yang melanda kasus suap kepada Mahkamah Konstitusi yang berakar dari sistem Pilkada yang carut marut.

Tulisan ini sudah saya sampaikan kepada Kompas, dengan harapan akan diterbitkan melalui media opini masyarakat. berikut kutipan pemahaman saya atas sebuah Ide yang nantinya akan menjadi proyek besar bangsa ini dalam membentuk suatu pemerintahan yang jelas. Kalau dalam tempoh 10 tahun belum berubah, silahkan pindah kewarganegaraan sajalah.

"5 tahun lalu, saya mempunyai sebuah wacana untuk mengubah sistem PEMILU di Indonesia. Bagaimana tidak, saat ini pemilu secara langsung bukan hanya dilakukan ditingkat nasional, melainkan di tingkat daerah dan kabupaten. Tentu sekali, apabila menggunakan sistem pemilu yang menggunakan kertas, sangat tidak efektif dan cenderung mengarah pada praktek korupsi dan suap.

Beberapa tahun belakangan ini, banyak terjadi pemilu ulang yang terjadi di daerah-daerah oleh karena ditemukannya kecurangan oleh pihak yang dirugikan dengan berbagai bentuk yang melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh panwaslu (panitia pengawas pemilu).Hingga saat ini semua kasus yang berhubungan dengan sengketa Pilkada di serahkan kepada MK (Mahkamah Konstitusi). Namun, akhir-akhir ini terkuak bahwa ternyata dibalik keputusan beberapa kecurangan di Pilkada ada suap dibelakangnya yang dilakukan oleh orang-orang penguasa.

Dalam hal ini, apa yang ingin saya ingin sampaikan adalah bukan tentang penghakiman terhadap kinerja panitia pemilu ataupun efek yang terjadi setelah pelaksanaan pemilu itu sendiri. Namun, lebih menekankan kepada proses pencegahan kecurangan itu sendiri dimana prinsip dari sebuah pemilu apalagi dengan pemilihan langsung adalah langsung umum bebas dan rahasia. Apa yang ingin saya paparkan disini adalah tata cara bagaimana pelaksaan pemilu itu sendiri yang diikuti dengan perkembangan teknologi dan komunikasi yang saat ini sudah sangat berkembang pesat.
Beberapa tahun yang lalu, saya sempat membuat sebuah sistem pemilu online. Hal ini ternyata didukung oleh program pemerintah untuk membuat e-KTP. Tentu saja ini menjadi angin segar untuk terbentuknya suatu kondisi dimana kerahasiaan dan “langsung” menjadi sangat dominan dalam komunitas kelangsungan pemilihan kepala pemerintahan itu sendiri. Sejak perkembangan demokrasi yang bukan hanya di tingkat nasional, namun juga di tingkat kabupaten dan kota, tentu sekali banyak hal yang harus dibenahi terutama sistem pemilihan itu sendiri.
Penggunaan kertas dan TPS serta pengumuman hasil pemenang pemilu yang menyitakan waktu hampir seminggu tentu saja syarat dengan berbagai kepentingan. Sehingga jangan heran jika terjadi selisih suara yang sangat signifikan antara quick count yang dilakukan berbagai lembaga survey dengan hasil real dari penitia pemuli itu sendiri. Untuk itulah, saya mengusulkan untuk pembuatan sistem pemilu berbasis online. Apa yang dimaksudkan online disini adalah pemilihan yang bisa dilakukan dimana saja berbasis internet dan hasilnya secara online diumumkan sesaat setelah penutupan jam pemilihan ditutup. Namun, kesesuaian pemilih tentu saja harus disesuaikan dengan pemanfaatan kecocokan data yang ada di e-KTP.

Bicara tentang e-KTP adalah suatu program pemerintah yang bagus dan sudah mengarah kepada zaman dimana teknologi informasi telah berkembang. Namun, dalam pelaksanaannya saya kira e-KTP adalah proyek pemerintah yang sia-sia dan bobrok. Seharusnya, e-KTP itu sudah diterbitkan sejak seorang anak lahir dan memasukan data pribadinya ke dalam server nasional yang di pegang kendali oleh sebuah protokol keamanan tingkat tinggi di bagian kependudukan. Ketika seorang bayi lahir, maka dia sudah diberikan sebuah kode pribadi yang digunakan untuk status kependudukan baik secara nasional dan daerah. Isi dari sebuah e-KTP bukan juga seperti yang terlihat dimana bentuknya sama persis seperti KTP yang sebelumnya dengan menyertakan daerah asal pembuatan KTP itu sendiri. Kalau dipikir-pikir, dengan perkembangan saat ini, orang banyak berpindah-pindah dan tidak menetap disuatu tempat, sehingga data-data yang ada pada e-KTP juga tidak valid jangankan dalam 5 tahun, dalam tempo 1 tahun saja tidak bermakna apa-apa.

Bagaimana hubungan e-KTP ini dengan sistem pemilu adalah sebagai berikut. Setiap orang yang berdasarkan tanah kelahirannya akan didaftarkan kepada sistem yang terpusat pada sebuah data server nasional kependudukan. Sejak lahir, sekolah hingga bekerja semuanya data akan tersimpan di server tersebut. Katakan saja seseorang yang sudah berumur 6 tahun sudah pantas masuk sekolah SD, kemudian di umur 12 tahun akan masuk SLTP dilanjutkan umur 16 tahun sudah masuk ke SLTA. Semua sepak terjang seorang penduduk ini akan di monitor secara otomatis melalui data terpusat yang kemapanan informasinya merupakan sebuah sistem yang sudah dikaji secara detail melalui pengolahan data yang matang. Sehingga saat seseorang pada umur 17 tahun yang akan membuat SIM dan juga mengikuti pemilu sudah bisa di monitor apakalah layak atau tidak.

Dalam pelaksanaannya, jangankan dalam tempo 10 tahun, bahkan 50 tahunpun kita bisa memonitor perkembangan seseorang melalui data kependudukan secara online ini. Sehingga tidak akan ada nantinya carut marut daftar pemilih tetap yang setiap saat menjadi permasalahan umum yang tidak pernah ada jalan keluarnya. Dengan adanya sistem kependudukan online ini, ketika suatu saat di gelar pemilu, seorang pemilih atau penduduk hanya memasukan ID khusus yang hanya bisa diakses oleh orang tersebut dan secara langsung memilih siapa calon pemimpin yang mereka harapkan tanpa harus mencoblos kertas yang menghabiskan milyaran rupiah dan juga tidak perlu ke TPS terdekat yang terkadang orang tidak ingin melakukannya. Disamping itu, pemilihan kepala daerah dan bupati atau walikota juga bisa tersistem berbasis kelahiran. Sehingga orang yang lahir katakan di Pematang Siantar, SUMUT dan setelah 20 tahun sudah hidup di Jakarta, dapat melakukan pemilihan atas calon pemimpin bupatinya secara online dan sah karena terdaftar atas tanah kelahiran yang kependudukannya disahkan.

Sebenarnya sistem yang saya usulkan ini sangat sederhana walaupun dalam pengerjaannya sangat rumit tetapi kita butuh 1 atau 2 tahun untuk memecahkan kerumitan ini untuk perkembangan kependudukan Indonesia untuk 50 tahun bahkan 100 tahun kedepan. Suatu saat, saya yakin dengan sistem ini kita akan bisa mengkolaborasi sistem ini dengan ekonomi, hukum, sosial budaya, pendidikan dan bahkan politik."

Untuk sementara, saya masih bangga memegang kewarganegaraan Indonesia.
0
1.2K
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671KThread40.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.