Jakarta (NyanaNews) –Beberapa bulan lalu, Malaysia juga terdengar sedang berupaya membajak sebuah tarian dari Provinsi Sumatera Utara, walaupun tuduhan itu kemudian dibantah habis-habisan dengan mengajukan 1001macam dalih atau alasan.

Tapi ternyata usaha pembajakan atau “pencurian” dari negara tetangga itu tetap saja berlangsung dan kali ini yang ketahuan adalah tentang jamu.

Jamu adalah salah satu temuan asli bangsa Indonesia di bidang perawatan dan pengobatan tradisional. Selama ini, jamu dan pengobatan tradisional masih dipandang “sebelah mata” oleh banyak orang Indonesia sendiri sehingga mereka memuja atau mengagung-agungkan pengobatan dari negara barat yang dianggap sebagai sistem pengobatan modern.

Sebenarnya di Indonesia sendiri, sudah banyak pihak yang berusaha meneliti jamu dari segi ilmiah, sehingga kini semakin tumbuh perusahaan-perusahaan terkenal yang memroduksi jamu secara massal.

Tanpa perlu menyebutkan nama- nama perusahaan jamu tersebut, masyarakat dalam kehidupan sehari-hari praktis tiap hari melihat dan mendengar promosi dari berbagai perusahaan jamu untuk mempopulerkan jamu tidak hanya di dalam negeri saja tapi juga ke berbagai negara apalagi jika di sana banyak terdapat tenaga kerja Indonesia (TKI).

Di Malaysia terdapat lebih dari dua juta orang Indonesia yang bekerja di berbagai sektor terutama bidang perkebunan karet dan kelapa sawit, konstruksi hingga pembantu rumah tangga. Karena sebagian TKI itu berasal dari Jawa yang dalam kehidupan sehari-harinya sudah akrab dengan jamu, maka Malaysia kemudian terdorong untuk mengklaim jamu sebagai produk mereka.

Seberapa prospektifnya kah industri jamu ini bagi ekonomi Indonesia dan mungkin juga bagi Malaysia? Yul mengungkapkan sebuah penelitian beberapa tahun lalu menyebutkan setiap tahunnya bisnis ini mampu menghasilkan uang tidak kurang dari Rp10 triliun.

Jika beberapa tahun lalu, jamu sudah menghasilkan Rp10 triliun, maka sudah tentu bisa dikalkulasikan pada tahun 2012 ini, angka itu sudah di atas Rp10 triliun, apalagi selama tahun- tahun mendatang.

Perputaran uang yang sangat menggiurkan itu tentulah yang memacu Malaysia untuk ikut-ikutan menggarap sektor riil tersebut. Jika satu hingga dua juta orang Indonesia yang tinggal di sana setiap harinya menyeduh jamu, maka sudah bisa dibayangkan berapa juta ringgit akan diraih dari satu sektor ini saja, apalagi jika “jamu” asli dari Malaysia itu pada akhirnya bisa menembus pasar Indonesia sendiri apalagi di ASEAN sudah diberlakukan pasar bersama.

Indonesia Diam Saja? Jika selama beberapa tahun terakhir ini, Malaysia sebagai saudara satu rumpun dengan Indonesia itu sudah berulang kali kepergok berusaha membajak berbagai jenis produk dan jasa Indonesia, maka apakah kali ini pemerintah Indonesia tetap akan diam saja dan pasrah menerima “nasib” seperti itu? Seharusnya masyarakat dan pemerintah Indonesia tidak berdiam diri saja karena seluruh dunia sudah lama tahu dan mengakui bahwa jamu adalah produk khas Indonesia.
(VS/ANT)
- SUMBER