Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

baikbrangasanAvatar border
TS
baikbrangasan
Durga Sipatiti, Menghidupkan Kembali Seni Tato Mentawai
Durga Sipatiti, Menghidupkan Kembali Seni Tato Mentawai
IndonesiaSeni.com, Jakarta- Seluruh bagian tubuhku terlihat dan dapat ditemukan oleh para leluhur di kegelapan ketika aku mati karena semua tatoku bersinar di alam setelah mati – Durga Sipatiti.

Kalimat di atas menghiasi status Facebook Durga beberapa hari sebelum kami berkunjung ke studionya yang nyaman di bilangan Cikini. Durga, atau lengkapnya Aman Durga Sipatiti adalah seorang seniman tato yang menekuni seni merajah tubuh tradisional. Ia lulusan Desain Komunikasi Visual dari ISI Jogja dan sempat melanjutkan Magister di bidang Sejarah Seni di Universitas Passau, Jerman. Saat ditemui pertengahan Februari lalu, Durga sedang melakukan sesi tato dibantu temannya, Marsono Bagong, yang juga seorang seniman tato. Klien Durga saat itu adalah Refi, seorang fotografer dan aktivis masyarakat adat yang juga peduli terhadap kekayaan budaya Mentawai. Durga menyebut sesi tato yang kami saksikan saat itu Titi Saliou, Siserenia dan Sibakkat Uma (motif tato Mentawai untuk pergelangan kaki, tungkai kaki, betis hingga lutut).

“Silakan duduk, santai aja ya” Sapa Durga saat melihat kedatangan kami sambil tetap melanjutkan sesi tato. Ketukan repetitif yang dihasilkan oleh tongkat kayu pemukul dan musik mentawai yang mengalun lamat dari speaker sedikit membawa kami hanyut dalam suasana magis.

Bisa diceritakan awal mula Durga mendalami seni tato?
“Pada awalnya memang bertahap, tahapan-tahapan untuk menjadi seorang tattoo artist itu ada. Ada proses atau cara mulai untuk belajar yang betul, serius, ada juga yang tidak serius. Kalau aku dulu benar-benar sacrifice, aku mengorbankan yang lain untuk terjun mendalami tato. Dulu aku bekerja sebagai graphic designer, art director, itu aku tinggal. Jadi aku mulai dari awal, dari nol. Dalam proses belajar tato itu secara old school ada istilahnya apprenticeship, seperti magang atau nyantri di studio-studio tato.aku waktu itu mulai dari membersihkan WC studio tato, benar-benar mulai dari nol. Tapi memang itu prosesnya, karena proses yang benar walaupun mulai dari bawah, mulai dari membersihkan studio, di Indonesia sendiri belum ada yang seperti itu. Dengan melalui proses seperti itu, kita jadi tahu misalnya bahwa ada prosedur kebersihan yang seperti begini atau begitu. Aku juga mulai dari harus terima telpon, mencatat segala macem, karena memang, di masa mendatangnya, kalau seseorang menjadi tattoo artist profesional, apalagi dia punya bisnis, dia harus bisa deal dengan klien. Dia harus tahu semua caranya, juga belajar strategi marketing dan manajemen studio tato. Dan itu tidak ada sekolahnya, satu-satunya cara ya dengan berguru kepada seniman tato, apprenticeship itu. Selain itu juga dia harus memiliki skill art atau skill desain karena tato artis harus punya standar. Tapi itu semua kembali lagi pada orang tersebut, tergantung pada sensitivitas masing-masing dan seberapa besar mereka mau belajar.”

Durga mendalami seni tato di bawah bimbingan seorang master dunia tribal tattoo Sua Sulu’ape Freewind, di studio Black Wave Tattoo di Los Angeles. Membicarakan perihal tato menurutnya bisa jadi pembicaraan yang panjang dan melebar, karena ruang lingkup tato yang terentang mulai dari lingkup sejarah, antropologi, agama, kebudayaan, hingga kronologi sejarah. Itu pun tergantung dari jenis tato yang dibicarakan, apakah tato secara keseluruhan, ataukah tato dari suatu wilayah tertentu. Dalam penjelasan sederhana secara semiotika, ia menjelaskan bahwa tato adalah tanda dengan pigmen yang dimasukkan ke dalam kulit. Meski ia mengatakan dari penjelasan itu pun bisa dibahas lebih dalam lagi.

Kalau secara pribadi, Durga memaknai tato seperti apa?
“Secara pribadi aku sudah total ya. Baik itu ada income atau gak ada incomenya, aku udah total di tato. Baik itu membuat desain tato, mentato, atau pun hanya membaca buku dan referensi mengenai tato. Aku selalu mencari yang ada hubungannya dengan tato. Pokoknya itu sudah menjadi bagian dari hidupku.”
Durga Sipatiti, Menghidupkan Kembali Seni Tato Mentawai
Durga Sipatiti, Menghidupkan Kembali Seni Tato Mentawai
Sejak beberapa tahun ini Durga mengerjakan proyek Mentawai Tattoo Revival. Dalam rilis persnya, ia menjabarkan bahwa proyek tersebut merupakan sebuah proyek non-komersil independen yang bertujuan membantu membangkitkan kembali tradisi dan budaya masyarakat suku adat Mentawai dari kepunahan dengan melanjutkan kembali tradisi pembuatan tato motif Mentawai sekaligus membantu memberikan workshop tato secara langsung di pedalaman Mentawai. Durga belajar, bekerja, dan hidup bersama dengan Sikerei (dukun adat Mentawai) dan rakyat pedalaman Pulau Siberut untuk mendalami budaya tato tradisional Mentawai. Ia juga secara langsung turun ke lapangan melanjutkan banyak tato-tato Sikerei dan rakyat pedalaman yang belum lengkap sekaligus menjadi seorang Sipatiti/Sipaniti (profesi penato/tattooist/tattoo artist di Mentawai) dan untuk kemudian memperkenalkannya pada publik Indonesia maupun dunia internasional.

“Proyek ini untuk aku adalah proyek seumur hidup. Seumur hidup, karena ini seperti membuat riset, belajar juga, dengan referensi yang sangat terbatas. Walaupun aku punya cukup banyak referensi, tapi tetap kurang, karena sama seperti di bidang lain, referensi seperti buku-buku itu hanya ada di luar negeri atau pun punya orang asing. Jadi semua buku-buku mengenai tato itu dalam bahasa asing semua, entah itu bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Prancis dan dokumen-dokumen itu juga gak ada di Indonesia. Jadi aku butuh waktu yang lama. Makanya aku bisa bilang itu proyek seumur hidupku. Kalau orang bertanya kenapa kok mau melakukan itu? Itu karena nggak ada orang lain yang melakukan itu. Gak ada yang ngurusin masalah tato ini di sini, jadi biarlah aku yang urus. Tapi aku hanya sebatas tatonya saja.”

Durga mengerjakan proyeknya dibantu oleh beberapa temannya yang juga berminat dengan seni tato, di antaranya Rahung Nasution, videomaker dari JAVIN yang membuatkan dokumentasi film mengenai risetnya di Mentawai dan Borneo. Ia menjelaskan proyeknya ini bersifat low budget, karena urusan pendanaannya berasal dari kantongnya pribadi. Setiap kali ia mendapat klien untuk mengerjakan tato, uang hasil pengerjaan tato digunakannya untuk pergi menjelajahi pedalaman Mentawai. Meski dengan dana minim, Durga tidak berniat menggandeng pemerintah untuk bekerjasama dalam proyeknya karena seperti katanya, tidak mau membuang-buang waktu dan energi untuk bertemu mereka. “Seandainya pun mereka mau bantu mereka pasti ada maunya. Di instansi apa pun. Jangankan tentang tato, jalan raya di pedalaman pun gak pernah dibikin. Gak mungkin mereka bicara tentang tato.”

Sejauh mana eksplorasi Durga terhadap tato Mentawai?
“Aku masih tahap kulit, masih jauhlah, itu belum apa-apa. Aku bisa bilang begitu karena aku udah pernah ke sana, jadi tahu, aku baru cuma kulitnya aja. Memang aku lebih concern ke tato Mentawai, baru setelah itu Borneo. Dan aku belum banyak menjelajahi pelosok-pelosok Mentawai yang lain, itu perlu waktu. Dan satu-satunya sket kumpulan desain motif tato Mentawai yang paling lengkap saat ini, terdapat pada buku karangan doktor Belanda bernama J.A. van Beukering. Tulisan aslinya aku gak punya, harus nyari ke Belanda, tapi buku sket nya aku punya. Dan itu pun tidak lengkap dan representatif sebetulnya, karena dia hanya sekedar membuat sketsanya, ada yang untuk laki-laki, ada yang untuk perempuan, tapi tidak disebutkan namanya atau dari desa mana. Dan ternyata selama aku ke Mentawai, aku menemukan arti-arti dan ada perbedaan-perbedaan dengan buku itu. Dan ada beberapa motif yang sudah susah dicari karena orang-orang yang memiliki tattoo dengan motif-motif tersebut banyak yang sudah tidak hidup lagi. Jadi untuk mencari bukti-bukti yang ada agak susah.”

Kalau kita lihat, anak-anak muda di perkotaan besar saat ini cukup banyak yang memiliki tato, bagaimana dengan anak-anak muda di Mentawai?
“Sudah nggak banyak ya anak-anak muda di sana yang memiliki tato. Bahwa di sini mungkin tato oke ya, cool gitu, di sana itu gak seperti itu, bahwa keinginan anak-anak muda di sana untuk memiliki tato itu gak seperti di kota-kota besar. Aku juga gak bisa nyuruh mereka harus memiliki tato seperti kakek atau kakek buyutnya, karena mereka juga ingin mencoba kehidupan modern, mereka justru ingin terlihat seperti anak-anak muda di kota besar. Seperti itu pada umumnya. Kesadaran mereka akan kebudayaan tatonya berbeda dengan kita yang dari luar Mentawai, karena mereka ada di sana. Mereka melihat tato sehari-harinya dan itu bukan hal yang spesial lagi buat mereka. Bisa jadi mereka tidak merasa bahwa mereka spesial, dengan kebudayaan tatonya yang hampir hilang itu.”

Berbeda dengan tato modern, tato Mentawai, seperti juga tato tradisional lainnya, diwariskan dengan pola-pola dan motif yang sama secara turun temurun. Sehingga tidak akan ada perkembangan maupun perubahan, karena setiap tato sudah memiliki arti, makna dan aturan-aturannya tersendiri.

Durga menuturkan, motif tato Mentawai dibedakan menurut kampung dan klan. Garis-garis yang terdapat pada motif tato Mentawai juga memiliki rumusan jarak tertentu, yang biasanya dibedakan dengan jarak satu jari, dua jari, tiga jari, dan seterusnya. Dalam bahasa Mentawai, tato disebut dengan Titi. Pembuat tato di Mentawai dikenal dengan sebutan Sipatiti atau Sipaniti, yang berbeda dengan Sikerei, atau dukun adat Mentawai. Sikerei merupakan orang yang sangat dihormati karena ia merupakan pemuka adat, dukun, tabib, sekaligus tetua di sana. Sedangkan Sipatiti/Sipaniti merupakan sebuah profesi semacam tattoo artist yang dihargai dengan cara dibayar. Biasanya setiap satu sesi atau satu pertemuan, Sipatiti/Sipaniti dibayar dengan satu babi atau beberapa ekor ayam. Tidak semua orang Mentawai memiliki keahlian mentato. Profesi Sipatiti/Sipaniti, meski tidak diangkat secara adat, tetapi mereka dipercaya oleh masyarakat Mentawai dan hanya dijalani oleh orang-orang tertentu yang memiliki keahlian dasar mengenai tato. Makna-makna yang terdapat dalam simbol tattoo Mentawai sangat dipengaruhi oleh kepercayaan animisme, dan juga terkait dengan kebudayaan Neolitikum, yang hingga kini masih dipraktekkan oleh sebagian masyarakat Mentawai.

Durga menyadari kendala yang dihadapinya ketika melakukan riset yaitu kurangnya referensi maupun dokumentasi yang memadai di Indonesia. “Jangankan tato, yang lain pun begitu, referensinya macet. Mulai dari referensi mengenai tekstil, batik, wayang, ukir-ukiran, pokoknya semua begitu. Sehingga untuk tato aku cari referensinya dari luar negeri, itu pun tidak lengkap. Jadi agak sulit jika berharap kita bisa menemukan bukti-bukti yang ada mengenai tato Mentawai ini, karena referensinya saja kurang, belum lagi orang-orang yang memiliki tato tersebut banyak yang sudah meninggal. ”

Riset yang dilakukan Durga tidak terbatas pada motif dan desain tato Mentawai saja, ia juga mempelajari teknik-teknik tato tradisional di Nusantara. Menurut Durga, salah satu teknik kuno asli peninggalan bangsa ini yaitu Hand Tapping. Hand Tapping merupakan teknik yang dikenal dan digunakan pada berbagai wilayah di Nusantara, tidak saja di suku Dayak Borneo, Suku Mentawai, tetapi juga di wilayah lain seperti di Papua, Kepulauan Nusa Tenggara seperti Sumba, Pulau Rote, dan Flores, hingga Sulawesi, Pulau Nias dan Batak Sumatera. Namun sayangnya teknik ini kini telah hilang di wilayah-wilayah tersebut, hanya tersisa di Suku Mentawai dan Dayak saja. Durga menjelaskan, dalam teknik Hand Tapping seorang tattoo artist menggunakan sebuah tongkat kayu pendek yang dipasangi jarum untuk memasukan tinta ke dalam lapisan kulit Dermis, yaitu lapisan kulit kedua di bawah Epidermis dengan dipukul sebuah tongkat kayu lain secara manual, dan dikerjakan bersama dengan seorang asisten yang dikenal dengan sebutan “Skin Stretcher”, yang bertugas menarik kulit si klien hingga cukup terbentang dengan solid. Ritme meditatif yang berasal dari ketukan dua bilah kayu selama berjam-jam dalam proses pembuatan tato tradisional ini mampu memberikan pengalaman estetis dan spiritual tersendiri bagi klien.

Pemahaman mengenai kebudayaan dan nilai estetis sebuah tato di Indonesia memang masih minim, bahkan sering disalah artikan. Meski sejatinya tato adalah sebuah karya seni, namun terkadang tato masih mengundang pandangan negatif dari sebagian masyarakat di Indonesia dan sering kali, tato diperlakukan sebagai cap yang kerap ditempelkan entah pada kriminalitas, maupun berbagai hal buruk lainnya. Pada berbagai program berita kriminal di televisi masih sering kita jumpai gambar tayangan yang mengekspos tato yang terdapat di tubuh seorang kriminal secara berlebih, seolah ingin memberi penegasan hubungan antara tato dengan kriminalitas. “Aku pikir kalau untuk kondisi orang Indonesia, media memang sangat berperan. Media masih berperan penting, karena masyarakatnya pasif, mereka malas untuk mencari tahu sendiri, malas untuk membaca. Padahal kalau mereka mau membaca, mereka akan tahu sejarahnya tato di Indonesia seperti apa. Dan kalau masih tetap ada kamera yang menyorot ke tato si kriminalnya, itu masalah mind set orang media dan mereka pun malas membaca juga.” Ujarnya.

Bagaimana dengan profesi Tattoo Artist di Indonesia menurut Durga?
“Itu tergantung pilihan mereka. Pilihan itu tergantung dari tujuan dan goal mereka jadi Tattoo Artist itu apa. Tujuannya apa, punya mimpi nggak. Aku pikir sama seperti di bidang lain, kalau kita punya mimpi, kita akan kerja lebih keras. Dan dengan prosesnya itu, kita bisa menemukan karakter kita sendiri. Kalau dia hanya sekedar untuk cari uang, dia gak harus punya karakter itu. Tapi kalau ingin memiliki karakter, kita harus bisa memilih-milih. Mungkin kalau aku hanya sekedar mencari uang, aku bisa mentato apapun terserah si klien. Tapi aku gak pernah berpikir melulu mencari uang. Memang kalau mentato di studioku gak terlalu murah, tapi selalu ada istilah you get what you pay. Mereka sadar apa yang bisa mereka dapatkan dari sini.” Durga mengaku sangat selektif dalam menerima klien yang ingin ditato olehnya. Sebagai seorang Tattoo Artist, ia menerapkan prinsip profesionalitas yang sama seperti profesi di bidang lain. “Aku sering menolak, artinya untuk orang yang baru pertama kali mau pasang tato, kalo dia belum tahu benar-benar apa maunya, kadang aku tolak. Klien harus tahu dulu, idenya dan maunya seperti apa. Kalau cocok oke, kalau gak cocok aku gak mau. Karena aku punya tanggung jawab, itu menyangkut karyaku, ada namaku di situ.”

Setiap kali mengerjakan sebuah tato menjadi pengalaman yang menarik baginya. “Menarik kalo selalu dapat tantangan, artinya karena biasanya aku mengerjakan tatonya itu custom, desain sendiri. Jadi selalu ada tantangan baru, gak pernah ada yang sama, selalu ada kasus yang baru gitu. Karena klien baru, desain baru. Gak pernah desain yang sama. Aku gak mau menato untuk desain yang sama yang pernah aku buat. Selalu baru. Penjelasannya gampang aja, gimana perasaan lo kalo ketemu orang pake baju yang sama. Seperti itu juga di tato.”
Tato di tubuh Durga terhitung banyak, tersebar di sekujur tubuhnya mulai dari kaki, badan, lengan, hingga ke bagian wajah dan kepala. “Tato yang di badanku ini udah campuran antara Maori, Dayak dan Mentawai. Kenapa tatonya banyak aku pikir, sebagai tattoo artist, patut memiliki tato yang banyak, sebagai pencerminan, sebagai dedikasi dia atas profesinya. Karena secara teknis, kalo ada klien yang bertanya di bagian ini sakit apa nggak, kalo di sini bagaimana, itu kita bisa ngasih tahu, karena kita sudah mengalami sendiri.”

Dalam mendesain tato, Durga dipengaruhi oleh keragaman budaya Nusantara yang menginspirasinya untuk menggunakan elemen-elemen visual, konsep dan ide-ide yang berasal dari warisan budaya, berbagai motif dan ornamen tribal, dekoratif dan tradisional, dewa-dewi, serta karakter dari dongeng atau legenda Nusantara. Durga berencana untuk terus menambah inspirasi itu melalui riset yang lebih banyak lagi serta melakukan perjalanan ke pedalaman-pedalaman untuk menggali seni dan tradisi tato tradisional Nusantara, diselingi kegiatannya memperkenalkan seni tato tradisional Mentawai ke berbagai event internasional, seperti event Sydney Tattoo & Body Art Expo yang saat ini tengah diikutinya.




THANKS emoticon-Rate 5 Star emoticon-Rate 5 Star emoticon-Rate 5 Star emoticon-Rate 5 Star
0
9.9K
11
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.4KThread84.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.