- Beranda
- The Lounge
Mengenal Bioluminesensi Pada Kunang-kunang dan Hewan Lainnya
...
TS
maula2073
Mengenal Bioluminesensi Pada Kunang-kunang dan Hewan Lainnya
Assalamualaikum..
Spoiler for no repsol:
Spoiler for pic:
Pernahkah agan/sista melihat kunang-kunang? Pernah memegangnya? Menarik bukan? hewan ini bisa mengeluarkan cahaya, sehingga nampak cantik di malam hari. Sama menariknya dengan kunang-kunang, ubur-ubur-pun begitu, sangat anggun dengan pancaran cahaya dari tubuhnya. Dua makhluk hidup ini adalah contoh dari Bioluminesensi.
Jadi, bisa mengira-ngira apa itu Bioluminesensi? Singkatnya, Bioluminesensi adalah makhluk hidup yang dapat mengeluarkan cahaya sendiri. Berasal dari bahasa kata, yaitu Bio (Hidup – Yunani) dan Lumen (Cahaya – Latin). Mereka dapat mengeluarkan cahaya karena adanya reaksi kimia dalam tubuhnya. Tiap makhluk hidup berbeda reaksinya.
Quote:
Original Posted By 1
Tulisan tertua yang memuat tentang bioluminesensi telah dibuat 2500 tahun yang lalu oleh Aristoteles di dalam bukunya yang memiliki judul "Tentang Warna". Di dalam bukunya, Aristoteles menyebutkan bahwa terdapat sesuatu hal yang menarik yaitu bagian kepala ikan dan pada tinta dari sotong ternyata mampu menghasilkan sebuah cahaya atau pendaran.
Sekitar tahun 1887, Raphaël Dubois berhasil mengisolasi suatu zat yang disebut lusiferin yang merupakan substrat untuk reaksi bioluminesensi dan sebuah enzim lusiferase yang merupakan katalis untuk reaksi penghasilan pendaran pada makhluk hidup, dari piddock yang merupakan sejenis remis laut. Temuan tersebut kemudian dipopulerkan dan dilanjutkan oleh peneliti yang bernama Edmund Newton Harvey. Penelitian lanjutan tersebut mengungkapkan fakta bahwa senyawa lusiferin dan lusiferase yang diketemukan pada berbagai macam spesies makhluk hidup bersifat khas atau berbeda antara satu organisme bioluminesensi dengan organisme bioluminesensi lain.
Selanjutnya, pada tahun 1967, Robert Boyle, yang merupakan seorang ilmuwan dari Inggris mempublikasikan penelitiannya yang berkaitan tentang reaksi bioluminesensi pada jenis fungi atau jamur. Laporan dari penelitian tersebut mengemukakan bahwa ternyata oksigen merupakan salah satu komponen udara yang sangat berperan dalam reaksi tersebut. Seiring berjalannya waktu, penelitian tentang bioluminesensi pun mampu berkembang dengan pesat. Osamu Shimomura, yang merupakan seorang ahli biologi kelautan dan kimia organik, berhasil meneliti banyak tentang protein yang mampu bertanggung jawab dalam menghasilkan sebuah luminesensi pada spesies ubur-ubur Aequorea victoria yang disebut dengan aequorin. Protein yang ditemukan tersebut akan mampu berikatan dengan sebuah ion kalsium serta mampu menghasilkan cahaya biru yang dapat diserap oleh protein berpendar atau bercahaya hijau pada ubur-ubur. Perkembangan terus terjadi hingga pada tahun 1985, aequorin berhasil dikloningkan ke dalam makhluk hidup lainnya, sehingga sejak itu, aplikasi tentang bioluminesensi banyak diteliti untuk menghasilkan makhluk hidup dengan keindahan istimewa tersebut.
Sejarah Penemuan Bioluminesensi
Tulisan tertua yang memuat tentang bioluminesensi telah dibuat 2500 tahun yang lalu oleh Aristoteles di dalam bukunya yang memiliki judul "Tentang Warna". Di dalam bukunya, Aristoteles menyebutkan bahwa terdapat sesuatu hal yang menarik yaitu bagian kepala ikan dan pada tinta dari sotong ternyata mampu menghasilkan sebuah cahaya atau pendaran.
Sekitar tahun 1887, Raphaël Dubois berhasil mengisolasi suatu zat yang disebut lusiferin yang merupakan substrat untuk reaksi bioluminesensi dan sebuah enzim lusiferase yang merupakan katalis untuk reaksi penghasilan pendaran pada makhluk hidup, dari piddock yang merupakan sejenis remis laut. Temuan tersebut kemudian dipopulerkan dan dilanjutkan oleh peneliti yang bernama Edmund Newton Harvey. Penelitian lanjutan tersebut mengungkapkan fakta bahwa senyawa lusiferin dan lusiferase yang diketemukan pada berbagai macam spesies makhluk hidup bersifat khas atau berbeda antara satu organisme bioluminesensi dengan organisme bioluminesensi lain.
Selanjutnya, pada tahun 1967, Robert Boyle, yang merupakan seorang ilmuwan dari Inggris mempublikasikan penelitiannya yang berkaitan tentang reaksi bioluminesensi pada jenis fungi atau jamur. Laporan dari penelitian tersebut mengemukakan bahwa ternyata oksigen merupakan salah satu komponen udara yang sangat berperan dalam reaksi tersebut. Seiring berjalannya waktu, penelitian tentang bioluminesensi pun mampu berkembang dengan pesat. Osamu Shimomura, yang merupakan seorang ahli biologi kelautan dan kimia organik, berhasil meneliti banyak tentang protein yang mampu bertanggung jawab dalam menghasilkan sebuah luminesensi pada spesies ubur-ubur Aequorea victoria yang disebut dengan aequorin. Protein yang ditemukan tersebut akan mampu berikatan dengan sebuah ion kalsium serta mampu menghasilkan cahaya biru yang dapat diserap oleh protein berpendar atau bercahaya hijau pada ubur-ubur. Perkembangan terus terjadi hingga pada tahun 1985, aequorin berhasil dikloningkan ke dalam makhluk hidup lainnya, sehingga sejak itu, aplikasi tentang bioluminesensi banyak diteliti untuk menghasilkan makhluk hidup dengan keindahan istimewa tersebut.
Quote:
Original Posted By 2
1. Pertahanan
Ubur-ubur mengeluarkan cahaya dari enzim Green Flourecent Protein (GFP)-nya untuk mempertahankan diri dari serangan pemangsa. Hewan darat yang mengeluarkan cahaya sebagai mekanisme pertahanan diri disebut Aposematisme, Kunang-kunang adalah contohnya. Dengan cara ini, hewan-hewan tersebut nampak seolah-olah beracun untuk dimakan atau tidak enak untuk dimakan oleh predator, sehingga predator akan menghindarinya.
Zooplankton juga mengeluarkan cahaya, sehingga beberapa pemangsa zooplankton akan enggan untuk memakannya. Fenomena ini akan nampak pada Udang Misid, saat udang misid memakan zooplankton, tubuhnya akan nampak bercahaya akibat cahaya dari zooplankton yang dimakannya, cahaya dari zooplankton ini akan nampak keluar tubuh si udang karena tubuh udang misid yang memang transparan. Hal ini tentunya membuat udang tersebut terancam dan mudah ditemukan oleh pemangsanya, sehingga akan enggan untuk memakan zooplankton.
2. Predasi
Ikan Angel dan Hiu Isistius Brasiliensis adalah contoh hewan yang menggunakan emisi cahaya guna menarik mangsanya. Hiu Isistius Brasiliensis menggunakan bagian bawah rahangnya yang memancarkan cahaya untuk menarik calon mangsa. Cumi-cumi dan ikan kecil akan mendekat pada cahaya tersebut karena mengira siluet pancaran cahaya itu sebagai tempat penyamaran dari mangsa-mangsa mereka. Pastinya, saat cumi dan ikan berkumpul, akan mudah bagi si hiu untuk memakannya.
3. Sinyal kimpoi
Hewan yang menggunakan cara ini untuk kimpoi adalah Kunang-kunang. Kunang-kunang jantan umumnya akan terbang rendah sambil mengeluarkan cahaya untuk menarik pasangannya, sedangkan kunang-kunang betina yang tertarik akan mengeluarkan cahayan dengan pola pancaran spesifik yang berbeda.
Selain itu, ternyata Cacing Odontosyllis Enopla juga melakukan hal yang sama untuk kimpoi. Cacing betina akan mengeluarkan pancaran cahaya yang guna menarik cacing jantannya. Saat sang jantan datang, si betina akan mengerluarkan telur dan cacing jantannya akan mengeluarkan sperma untuk melakukan fertilisasi.
Fungsi Bioluminesensi
1. Pertahanan
Ubur-ubur mengeluarkan cahaya dari enzim Green Flourecent Protein (GFP)-nya untuk mempertahankan diri dari serangan pemangsa. Hewan darat yang mengeluarkan cahaya sebagai mekanisme pertahanan diri disebut Aposematisme, Kunang-kunang adalah contohnya. Dengan cara ini, hewan-hewan tersebut nampak seolah-olah beracun untuk dimakan atau tidak enak untuk dimakan oleh predator, sehingga predator akan menghindarinya.
Zooplankton juga mengeluarkan cahaya, sehingga beberapa pemangsa zooplankton akan enggan untuk memakannya. Fenomena ini akan nampak pada Udang Misid, saat udang misid memakan zooplankton, tubuhnya akan nampak bercahaya akibat cahaya dari zooplankton yang dimakannya, cahaya dari zooplankton ini akan nampak keluar tubuh si udang karena tubuh udang misid yang memang transparan. Hal ini tentunya membuat udang tersebut terancam dan mudah ditemukan oleh pemangsanya, sehingga akan enggan untuk memakan zooplankton.
2. Predasi
Ikan Angel dan Hiu Isistius Brasiliensis adalah contoh hewan yang menggunakan emisi cahaya guna menarik mangsanya. Hiu Isistius Brasiliensis menggunakan bagian bawah rahangnya yang memancarkan cahaya untuk menarik calon mangsa. Cumi-cumi dan ikan kecil akan mendekat pada cahaya tersebut karena mengira siluet pancaran cahaya itu sebagai tempat penyamaran dari mangsa-mangsa mereka. Pastinya, saat cumi dan ikan berkumpul, akan mudah bagi si hiu untuk memakannya.
3. Sinyal kimpoi
Hewan yang menggunakan cara ini untuk kimpoi adalah Kunang-kunang. Kunang-kunang jantan umumnya akan terbang rendah sambil mengeluarkan cahaya untuk menarik pasangannya, sedangkan kunang-kunang betina yang tertarik akan mengeluarkan cahayan dengan pola pancaran spesifik yang berbeda.
Selain itu, ternyata Cacing Odontosyllis Enopla juga melakukan hal yang sama untuk kimpoi. Cacing betina akan mengeluarkan pancaran cahaya yang guna menarik cacing jantannya. Saat sang jantan datang, si betina akan mengerluarkan telur dan cacing jantannya akan mengeluarkan sperma untuk melakukan fertilisasi.
Quote:
Original Posted By 3
Secara umum, reaksi bioluminesensi melibatkan enzim lusiferase dan substrat lusiferin yang strukturnya dapat berbeda antara organisme yang satu dengan lainnya. Berikut ini adalah beberapa jenis lusiferin yang telah diketahui mekanisme dan strukturnya.
1.Kunang-kunang
Kunang-kunang (Photuris) menggunakan substrat berupa D-lusiferin untuk menghasilkan pendaran. D-lusiferin akan mengalami dekarboksilasi oksidatif dengan bantuan energi dari ATP sehingga dihasilkan emisi cahaya. Kunang-kunang juga memiliki enzim khusus yang dapat meregenerasi oksilusiferin menjadi D-lusiferin yang dapat digunakan kembali sebagai substrat. Selain D-lusiferin, senyawa L-lusiferin diketahui juga dapat menjadi substrat bagi kunang-kunang untuk menghasilkan pendaran.
2.Dinoflagelata
Pada dinoflagelata, substrat lusiferin yang berperan adalah tetrapirol yang mirip dengan klorofil namun berbeda pada ion metalnya. Struktur lusiferin yang seperti hampir sama juga ditemukan pada sejenis udang yang bergenus euphausiid. Pada salah atu genus dinoflagelata yaitu Gonyaulax, diketahui bahwa pada pH 8 molekul lusiferinnya akan berikatan dan dilindungi oleh protein pengikat lusiferin. Namun begitu terjadi perubahah pH menjadi ± 6, luciferin akan mengalami perubahan konformasi dan mengakibatkan sisi aktinya bebas dan dihasilkan pendaran cahaya.
3.Coelenterazine
Coelenterazine adalah jenis lusiferin dengan struktur imidazopyrazinone yang sangat banyak ditemukan pada makhluk hidup, terutama di lingkungan perairan. Telah diketahui bahwa ada 6 filum makhluk hidup yang menggunakan lusiferin jenis ini, di antaranya adalah kopepoda, radiolaria, ctenophore, cnidarian, cumi, serta beberapa jenis ikan dan udang. Selain lusiferase, lusiferin jenis ini memiliki fotoprotein yang disebut aequorin untuk membantu penghasilan emisi cahaya.
4.Ostracod
Substrat lusiferin pada ostracod (sejenis udang-udangan) berhasil dikristalisasi dan dikarakterisasi pertama kali pada tahun 1957. Lusiferin jenis ini banyak terdapat pada genus Cypridina dan Vargula, serta beberapa jenis ikan. Para peneliti menyatakan bahwa lusiferin ostracod disintesis dari asam amino triptofan, arginin, dan isoleusin namun jalur metabolisme pembuatannya masih belum diketahui. Diperkirakan bahwa mekanisme reaksi luminesensi pada beberapa ikan tergantung dari makanannya. Beberapa jenis ikan dapat berhenti berpendar apabila kekurangan makanan.
Reaksi bioluminesensi
Secara umum, reaksi bioluminesensi melibatkan enzim lusiferase dan substrat lusiferin yang strukturnya dapat berbeda antara organisme yang satu dengan lainnya. Berikut ini adalah beberapa jenis lusiferin yang telah diketahui mekanisme dan strukturnya.
1.Kunang-kunang
Kunang-kunang (Photuris) menggunakan substrat berupa D-lusiferin untuk menghasilkan pendaran. D-lusiferin akan mengalami dekarboksilasi oksidatif dengan bantuan energi dari ATP sehingga dihasilkan emisi cahaya. Kunang-kunang juga memiliki enzim khusus yang dapat meregenerasi oksilusiferin menjadi D-lusiferin yang dapat digunakan kembali sebagai substrat. Selain D-lusiferin, senyawa L-lusiferin diketahui juga dapat menjadi substrat bagi kunang-kunang untuk menghasilkan pendaran.
Struktur lusiferin pada kunang-kunang.
2.Dinoflagelata
Pada dinoflagelata, substrat lusiferin yang berperan adalah tetrapirol yang mirip dengan klorofil namun berbeda pada ion metalnya. Struktur lusiferin yang seperti hampir sama juga ditemukan pada sejenis udang yang bergenus euphausiid. Pada salah atu genus dinoflagelata yaitu Gonyaulax, diketahui bahwa pada pH 8 molekul lusiferinnya akan berikatan dan dilindungi oleh protein pengikat lusiferin. Namun begitu terjadi perubahah pH menjadi ± 6, luciferin akan mengalami perubahan konformasi dan mengakibatkan sisi aktinya bebas dan dihasilkan pendaran cahaya.
Struktur lusiferin dinoflagelata
3.Coelenterazine
Coelenterazine adalah jenis lusiferin dengan struktur imidazopyrazinone yang sangat banyak ditemukan pada makhluk hidup, terutama di lingkungan perairan. Telah diketahui bahwa ada 6 filum makhluk hidup yang menggunakan lusiferin jenis ini, di antaranya adalah kopepoda, radiolaria, ctenophore, cnidarian, cumi, serta beberapa jenis ikan dan udang. Selain lusiferase, lusiferin jenis ini memiliki fotoprotein yang disebut aequorin untuk membantu penghasilan emisi cahaya.
Struktur coelenterazine
4.Ostracod
Substrat lusiferin pada ostracod (sejenis udang-udangan) berhasil dikristalisasi dan dikarakterisasi pertama kali pada tahun 1957. Lusiferin jenis ini banyak terdapat pada genus Cypridina dan Vargula, serta beberapa jenis ikan. Para peneliti menyatakan bahwa lusiferin ostracod disintesis dari asam amino triptofan, arginin, dan isoleusin namun jalur metabolisme pembuatannya masih belum diketahui. Diperkirakan bahwa mekanisme reaksi luminesensi pada beberapa ikan tergantung dari makanannya. Beberapa jenis ikan dapat berhenti berpendar apabila kekurangan makanan.
Struktur lusiferin ostracod
Quote:
Original Posted By 4
Seiring perkembangan penelitian yang terjadi pada bioluminesense ini, ditemukan keistimewaan lain dari bioluminesensi yang dimanfaatkan manusia di dalam berbagai macam bidang, salah satunya adalah bidang medis. Bioluminesensi dimanfaatkan untuk mendeteksi keberadaan sel kanker di dalam tubuh secara cepat dengan melalui suatu teknologi yang disebut Bioluminescence Imaging (BLI). Dengan adanya BLI, ukuran serta lokasi sel kanker yang ada di dalam tubuh dapat diketahui dengan lebih tepat sehingga dapat segera dilakukan tindakan perawatan.
Gen pengendali bioluminesensi juga dimanfaatkan sebagai gen pelapor atau gen penanda yang telah diaplikasikan pada tanaman transgenik hasil rekayasa genetika. Sedangkan di dalam bidang ekologi, mikroorganisme penghasil luminesensi juga dapat pula digunakan sebagai pembuatan biosensor yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan polutan maupun kontaminan tertentu yang terdapat pada lingkungan, misalnya pembuatan biosensor untuk mendeteksi senyawa ekotoksik organotin. Di dalam industri makanan, bioluminesensi dapat dipergunakan untuk mendeteksi mikroba patogen yang terkandung di dalam sebuah makanan.
Aplikasi Bioluminesensi dalam Bioteknologi Modern
Seiring perkembangan penelitian yang terjadi pada bioluminesense ini, ditemukan keistimewaan lain dari bioluminesensi yang dimanfaatkan manusia di dalam berbagai macam bidang, salah satunya adalah bidang medis. Bioluminesensi dimanfaatkan untuk mendeteksi keberadaan sel kanker di dalam tubuh secara cepat dengan melalui suatu teknologi yang disebut Bioluminescence Imaging (BLI). Dengan adanya BLI, ukuran serta lokasi sel kanker yang ada di dalam tubuh dapat diketahui dengan lebih tepat sehingga dapat segera dilakukan tindakan perawatan.
Gen pengendali bioluminesensi juga dimanfaatkan sebagai gen pelapor atau gen penanda yang telah diaplikasikan pada tanaman transgenik hasil rekayasa genetika. Sedangkan di dalam bidang ekologi, mikroorganisme penghasil luminesensi juga dapat pula digunakan sebagai pembuatan biosensor yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan polutan maupun kontaminan tertentu yang terdapat pada lingkungan, misalnya pembuatan biosensor untuk mendeteksi senyawa ekotoksik organotin. Di dalam industri makanan, bioluminesensi dapat dipergunakan untuk mendeteksi mikroba patogen yang terkandung di dalam sebuah makanan.
Spoiler for Sumber:
Terima kasih atas kunjungan agan/sista di thread ane..
Diubah oleh maula2073 04-10-2013 08:55
0
4.2K
Kutip
9
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
923.2KThread•83.7KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru