Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

GhaEZkunAvatar border
TS
GhaEZkun
[Share] Mahakam dan Ironi Keberpihakan - ironi BUMN
Mahakam dan Ironi Keberpihakan


Setahun yang lalu, ratusan orang dari berbagai kalangan baik dosen, mahasiswa, LSM, serikat pekerja migas, dan banyak organisasi lainnya menandatangani Petisi Mahakam. Petisi tersebut berisi desakan kepada pemerintah agar selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 2012 pemerintah menyatakan bahwa pada 2017 Mahakam akan dikelola oleh Pertamina. Namun, sampai hari ini belum ada kejelasan sikap pemerintah terkait keputusan pengelolaan Blok Mahakam.
Blok Mahakam, salah satu ladang gas terbesar di Indonesia, dikelola Total sejak 1967. Kini saham Blok Mahakam dikuasai Total E&P (Perancis) sebesar 50% dan Inpex (Jepang) 50%. Kontrak keduanya di Blok Mahakam akan habis pada 2017. Total berniat mengajukan perpanjangan kontrak selama 20 tahun hingga 2037. Seharusnya keputusan diperpanjang atau tidaknya kontrak segera ditetapkan, mengingat masa lima tahun (2012-2017) dalam industri migas merupakan waktu yang singkat. Perlu ada kejelasan sesegera mungkin mengenai pengelolaan blok mahakam.
Publik mendesak agar pemerintah tidak memperpanjang kontrak dengan Total dan menyerahkan Blok Mahakam ke Pertamina. Namun, dari berbagai statement pemerintah, terutama Menteri ESDM Jero Wacik, belum ada indikasi bahwa Blok Mahakam akan segera diserahkan kepada Pertamina. Alasannya, pengelolaan mahakam perlu investasi yang besar, teknologi tinggi, dan Total lebih berpengalaman mengelola Mahakam. Jika dikelola Pertamina, dikhawatirkan produksi migas akan turun.
“Jangan punya pikiran, bahwa yang namanya nasionalisme itu harus semua dikuasai, dimiliki dan dikerjakan negara. Tidak. Kan kita bisa orang asing mengerjakannya, tapi kita dapat hasilnya. Gitu," begitu kata Jero Wacik sebagaimana dilansir Rakyat Merdeka Online pada 12/10/2012.
Paradigma Pembangunan yang Salah
“ Semua memiliki kesempatan yang sama. Persaingan yang sehat akan menciptakan efisiensi dan menguntungkan kebanyakan orang,” begitu kira-kira doktrin pembangunan yang dianut oleh beberapa pihak. Kenyataannya, kesempatan yang sama justru akan menggusur pihak yang lemah, baik dari segi modal maupun penguasaan teknologi. Jika logika ini diterapkan dalam pembangunan di negara berkembang, hal ini hanya akan melanggengkan kekuasaaan dan dominasi perusahaan-perusahaan besar dari negara maju di negara berkembang karena tentu perusahaan-perusahaan besarlah (yang kebanyakan dari negara maju) yang memiliki modal yang besar.
Perusahaan dari negara maju akan mengeruk banyak keuntungan. Negara berkembang memang mendapatkan sedikit keuntungan, tetapi akan terlalu banyak surplus ekonomi yang mengalir keluar negeri. Akumulasi kekayaan dunia sebagian besar hanya akan mengalir ke perusahaan-perusahaan dari negara maju. Bangsa dari negara-negara berkembang hanya menjadi penonton atau kuli di negeri sendiri. Individu yang kaya di negara maju akan semakin kaya, sementara si miskin dari negara berkembang akan terlindas dalam percaturan ekonomi dunia.
Ketimpangan ekonomi semakin kentara. Kini setengah populasi umat manusia hidup dengan penghasilan di bawah US$ 2 per hari. Sekitar satu milyar orang berpenghasilan kurang dari US$ 1 per hari. Sembilan puluh empat persen penghasilan dunia dimiliki oleh 40% manusia, sementara 60% manusia hidup dengan 6% penghasilan dunia. Persaingan bebas tanpa pertimbangan kaya-miskin atau asing-lokal tentu akan semakin memperbesar ketimpangan ini.
Pemerintah perlu memberikan kesempatan kepada perusahaan nasional untuk mengelola sumber saya alam Indonesia. Pemerintah perlu memberdayakan dan meningkatkan daya saing BUMN, bukan menyuruhnya bersaing secara bebas dengan perusahaan asing yang memiliki modal besar.
Kekhawatiran bahwa Pertamina tidak mampu pun sebenarnya patut dipertanyakan karena Pertamina terbukti mampu mengelola, bahkan meningkatkan produktivitas, blok-blok lain yang semula dikelola asing. Blok Offshore North West Java (ONWJ) yang semula saat dikelola British Petroleum (BP) menghasilkan sekitar 24 ribu barel minyak per hari, mampu ditingkatkan produksi minyaknya hingga 36 ribu barel per hari (semester I 2013) oleh Pertamina. Blok West Madura Offshore (WMO) yang saat dikelola CNOOC memproduksi minyak 13,7 ribu barel per hari, saat dikelola Pertamina produksinya mencapai 20,5 ribu barel per hari (Januari 2013).
Belajar dari Korea Selatan
Barangkali kita perlu belajar bagaimana membangun industri dari Korea Selatan (Korsel). Korsel kini menjadi negara yang unggul di bidang industri berteknologi tinggi, terutama industri otomotif dan elektronik. Kemajuan industri-industri tersebut berawal dari kesuksesan industri baja sebagai bahan bakunya.
Pasca terpilih sebagai presiden Korsel pada 1963, Park Chung Hee berhasrat untuk membangun Korsel menjadi negara industri yang disegani dunia. Ia merupakan pemimpin yang visioner dan cerdas. Ia tahu betul bahwa untuk membangun sebuah negara industri berteknologi tinggi, perlu dibangun industri dasarnya, yakni industri baja. Ia pun menunjuk orang kepercayaannya, seorang ahli teknik sekaligus perwira militer, Park Tae-joon untuk memimpin proyek pembangunan pabrik baja Pohang Iron and Steel Company (Posco). Tae-joon pun kemudian menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk membangun pabrik baja, termasuk permohonan pinjaman kepada Bank Dunia.
Tak disangka, pada tahun 1969 Bank Dunia melayangkan surat yang isinya berupa saran untuk menghentikan proyek pembangunan pabrik baja. Proyek tersebut dinilai utopis atau bahasa ilmiahnya a lacking economic feasibility. Alasannya, Korsel tak memiliki sumber daya yang memadai, mulai dari biji besi, SDM terampil, teknologi, serta pengalaman untuk mengoperasikan pabrik baja.
Alih-alih minder dan mengikuti saran bank dunia, para petinggi Korsel malah geram. Mereka merasa bangsanya telah dilecehkan. Mereka ingin membuktikan bahwa penilaian Bank Dunia salah. Berbekal tekad yang kuat, mereka mencari bantuan tenaga ahli di Jepang. Empat tahun kemudian pabrik baja Posco tegak berdiri.

Posco terus berekspansi menambah kapasitas dan mengembangkan teknologi. Pada tahun 1987 Posco bahkan membangun Pohang University of Science and Technology (Postech) yang kini menjadi salah satu universitas terkemuka di dunia. Pabrik yang pada awalnya sempat diragukan kelayakannya, kini menjadi salah satu perusahaan baja paling kompetitif di dunia. Posco mampu menghasilkan baja dengan kualitas tinggi dengan biaya produksi lebih murah US$ 100 per ton daripada pabrik-pabrik baja AS. Baja buatan Posco menjadi bahan baku industri otomotif, alat-alat berat, perkapalan, dan elektronik yang produknya membanjiri dunia. Banyak perusahaan di dunia, termasuk Krakatau Steel, menjadikan Posco sebagai mitra pembangunan pabrik baja karena Posco menguasai teknologi mutakhir. Bayangkan bagaimana jadinya industri Korea Selatan tanpa tekad yang kuat untuk membangun Posco.
Small is Beautiful, But Big is Necessary
Lihat negara-negara industri. Mereka pasti memiliki satu atau beberapa perusahaan besar tingkat dunia, baik BUMN maupun perusahaan swasta yang menjadi andalan dan kebanggaan negaranya. AS memiliki banyak perusahaan tingkat dunia seperti Exxon Mobile, Chevron, General Electric, Ford, Du Pont, Microsoft, Boeing, dan lain- lain, Korea Selatan memiliki Samsung, Hyundai, Kia, dan Posco. Jepang memiliki Honda, Toyota, Yamaha, Sumitomo, dan masih banyak lagi. Finland memiliki Nokia. Swedia memiliki Volvo dan Electrolux. Jerman memiliki Mercedez, BMW, Volk Wagen, dan Siemens. Malaysia memiliki Petronas. Saudi memiliki Aramco.
Meski masih kalah populer di dunia daripada perusahaan-perusahaan di atas, Indonesia boleh bangga karena memiliki Pertamina. Tahun 2013, Pertamina menduduki peringkat 122 sebagai perusahaan terbaik dalam majalah Fortune. Peringkat ini bisa terus ditingkatkan tentu dengan dukungan pemerintah. Apalagi, Indonesia berpenduduk banyak, sekitar 240 juta, sehingga pasar yang pasti (captive market) bagi Pertamina begitu besar.
Indonesia masih tertinggal dari China yang 12 perusahaannya masuk peringkat 100 besar perusahaan terbaik dunia : Sinopec Group (4), CNPC (5), State Grid (7), Industrial & Commercial Bank of China (29), China Construction Bank (50), Agricultural Bank of China (64), Bank of China (70), China Mobile Communications (71), Noble Group (76) , China State Construction Engineering (80), CNOOC (83) dan China Railway Construction (100). Petronas asal Malaysia, yang pada masa lalu belajar dari Pertamina, mampu menempati peringkat 75. Padahal jumlah penduduk Malaysia kurang dari 30 juta.
Rhenald Kasali dalam Mutasi DNA Powerhouse (2008) menyebut perusahaan-perusahaan besar di atas sebagai Powehouse. Powerhouse memiliki beberapa peran strategis.
Pertama, menyediakan lapangan pekerjaan yang sangat besar. Sebuah Powerhouse mampu mempekerjakan puluhan ribu, bahkan ratusan ribu karyawan.
Kedua, powerhouse merupakan penyumbang PDB (Produk Domestik Bruto), penerimaaan negara (melalui pajak ataupun pembagian keuntungan), maupun pembangunan infrastruktur.
Ketiga, Powerhouse berperan penting mengenmbangkan teknologi. Pengembangan teknologi, terutama teknologi tingkat tinggi, rasanya sulit (jika tidak boleh dibilang mustahil) dilakukan oleh perusahaan kecil. Pengembangan teknologi lebih mudah dilakukan oleh perusahaan besar karena perusahaan besar memiliki kapital yang besar pula.
Keempat, keberadaan powerhouse mampu menjadi simbol kemajuan yang membanggakan bangsanya, terutama bagi bangsa di negara berkembang.
Peran penting powerhouse , selain keempat peran di atas, adalah powerhouse mampu menyokong dan menumbuhkembangkan industri-industri dalam negeri. Siapa sangka kelahiran Medco pun tak bisa di lepaskan dari kepercayaan Pertamina dan dukungan Pemerintah. Medco semula hanya bergerak di bidang kontraktor instalasi listrik dan pemasangan pipa kecil-kecilan sampai akhir 1970-an.
Medco dan Pertamina
Pada akhir tahun 1970an, Medco diikutsertakan oleh pemerintah dalam pekerjaan pemasangan pipa berdiameter besar pada proyek pembangunan kilang minyak Pertamina di Cilacap. Medco dikimpoikan dengan perusahaan kontraktor asal AS sehingga Medco lambat laut mampu menguasai teknologi dan mampu mengakumulasi modal untuk mengekspansikan bisnisnya. Selain itu, Medco juga dimenangkan atas kontraktor asing pada proyek pengeboran gas di Sumatera Selatan kendati saat itu Medco belum memiliki alat-alat yang canggih. Akan tetapi, pemerintah memeberikan pinjaman kepada Medco atas surat rekomendasi dari Pertamina. Medco pun kian membesar. Kini Medco tersebut menjadi perusahaan energi lokal terbesar di Indonesia, bahkan telah berekspansi ke luar negeri. Tentu kita berharap akan muncul perusahaan-perusahaan serupa kelak berkat dukungan pemerintah dan powerhouse.
Ada saja pihak-pihak yang menentang dukungan atau bantuan pemerintah kepada perusahaan unggulan negerinya. Para ekonom liberal atau lembaga keuangan dunia akan menganggap hal itu sebagai inefisiensi. Beberapa aktivis anti kemapanan melihat perusahaan besar sebagai sesuatu yang tabu karena khawatir akan menggilas perusahaan-perushaan kecil. Padahal jika dikelola dengan baik perusahaan-perusahaan besar unggulan (powerhouse) mampu berperan signifikan dalam pembangunan negara asalnya. Tak heran, pemerintah negara tempatnya berasal pun begitu mendukung perusahaan tersebut untuk berkembang, bahkan tak jarang melakukan lobi kepada pemerintah negara lain untuk melancarkan proses ekspansi pasar ataupun sumber bahan baku.
Ironi Keberpihakan
Energi merupakan sumber daya yang amat vital bagi perekonomian. Saya yakin pemerintah semua negara sepakat akan hal ini. Ini yang mendasari mengapa kini banyak negara yang mengamankan pasokan minyak dan gas melalui BUMN-nya. PDVSA didukung penuh pemerintah Venezuela, Petronas oleh Malaysia, Saudi Aramco oleh Arab Saudi, NIOC oleh Iran, Petrobras oleh Brasil, Gazprom oleh Rusia, Petrochina oleh Cina.
Anehnya, kini di saat negara-negara lain menyokong BUMN atau perusahaan swasta unggulan, pemerintah RI masih menggantung keputusan pengelolaan Blok Mahakam. Pemerintah sebuah negara mestinya mendukung dan meningkatkan daya saing industri domestik, bukan menjadikan rakyatnya sekadar kuli di tanah waris.
Diubah oleh GhaEZkun 02-10-2013 03:39
0
4.2K
20
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.1KThread83.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.