beberapa tahun lalu menyaksikan acara dokumentari tentang para nelayan Indonesia yang, sengaja atau tidak sengaja, masuk di perairan wilayah Australia. Polisi militer bersenjata lengkap negara kanguru itu menangkap dan mengadili semua nelayan. Setelah divonis dan sebelum dijebloskan ke pencara, para nelayan digiring ke pantai untuk menyaksikan kapal-kapal berkayu, modal terakhir untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, diledakkan dan dibakar di hadapan mereka. Sangat mengharukan dan menyedihkan sekali. Pihak Australia mengatakan kita adalah negara hukum alias rule of law! Itu hanya masalah mancing ikan nelayan-nelayan miskin yang tidak mempunyai system navigasi canggih. Bayangkan jika warga Indonesia menyelundupkan barang haram narkoba secara sengaja di air port Sydney? Betul Australia tidak memberlakukan hukuman mati, tapi yang pasti mereka akan menjadi tua bangka menghuni penjara.

Pada 08 October 2005 bandar narkoba wanita Schapelle Leigh Corby tertangkap di Bandara Ngurah Rai membawa 4,2 kilogram Mariyuana. Pengadilan Negeri Bali memvonis 20 tahun. Jadi sebenarnya dia akan keluar pada tahun 2025.

Pada tahun 2005 warga Australia yang bernama Nguyen Tuong Vang berumur 25 menunggu untuk dihukum mati, karena membawa 400 g (gram bukan kilogram) ke Changi airport. Singapore yang sebesar Ibu Kota Jakarta, diminta untuk menggagalkan hukuman mati. Mantan Perdana Menteri John Howard mengatakan bahwa death penalty itu akan merusak hubungan kedua negara. Bukan hanya tidak didengar oleh negara broker itu, tetapi mengeluarkan statement sebagaimana berikut:

Pemerintah Singapore mempunyai KEWAJIBAN untuk menjaga rakyat yang bisa dirusak oleh cocain yang dia selundupkan. Dan jumlah/kadar yang dia bawa bisa mengoverdosis 26.000 orang.

Pada 02 December 2005 pria muda ganteng Australia itu digantung di penjara Changi. John Howard hanya bisa memberikan warning kepada warga Australia yang pergi ke Asia, “Jangan kamu sekali-kali pergi dan membawa drug ke Asia tanpa membayar konsekwensi yang keras.” Dan setelah itu hubungan dalam segala bidang tetap berjalan lancar.

Sedikit kita meminjam argumentasi Pemerintah Singapore, andaikan saja 4.2 kilogram narkoba itu lolos dan jatuh di tangan masyarakat, berapa banyak dampak negatif baik terhadap keluarga, masyarakat dan negara?! Alasan apa yang digunakan Pak SBY untuk memberi grasi? Apakah karena dia warga negara Australia berwarna putih? Atau hasil kelakuan baik seperti yang dilaporkan bahwa ia telah melakukan aktivitas penjara LP Kerobokan antara lain mengikuti latihan memasak dan membuat kipas dari kayu bambu?! Dan mungkinkah President memberi grasi jika dia orang hitam Nigeria? Bukankah grasi untuk semua orang yang berkelakuan baik di penjara?

Sebelum Pak President mengeluarkan grasi, lebih baik mempertimbangkan terlebih dahulu. Sebab ini mengirim pesan ke seluruh Dunia bahwa Indonesia adalah negara soft touch dan murah! Negara yang hukumnya bisa dibeli bagi mereka yang mampu… semua pesan negatif. Jika ada pesan sebaliknya, mohon pembaca menulis tanggapan.

Martabat dan harga diri negara bukan diukur dari kaya, luas wilayah, kekuatan militer dll. Tetapi rule of law yang dilakukan terhadap semua orang. Kita sangat malu Indonesia yang jumlah penduduknya terbesar nomor ampat, ekonominya nomer lima belas di G20, Muslim terbesar di muka bumi tidak disegani seperti tetangga unyil kita Singapore.

Biar bagaimana pun saya tetap Indonesia


Komentar agan