Jengkol (Pithecollobium Jiringa atau Pithecollobium Labatum) adalah salah satu makanan yang sangat populer di Sumatera. Diambil dari biji salah satu pohon hutan tropis, makanan ini dapat diolah dengan berbagai macam cara. Tapi yang paling ngetop adalah semur jengkol. Aromanya, luar biasa.

Bagi orang Sumatera sendiri, jengkol cenderung dianggap sebagai makanan murahan dan bisa menurunkan gengsi. Masalahnya, biji jengkol bisa menimbulkan bau pada napas dan sisa pencernaan. Pemakan jengkol sering menjadi korban ejekan dari sekelilingnya. Tapi uniknya, tetap banyak orang-orang yang makan jengkol. Bahkan jengkol pun sudah dijual dalam berbagai bentuk produk makanan, mulai dari restoran sampai dalam bentuk snack.

Kesimpulannya, jengkol tidak akan pernah bisa ditinggalkan karena rasanya memang gurih. Jadi, kalau Anda berkunjung ke Sumatera, cobalah cari makanan ini di restoran atau warung-warung pinggir jalan. Atau kalau mau mudah, mungkin bisa juga minta tolong chef hotel Anda untuk menyediakannya. Dengan melewati beberap tahap pengolahan, jengkol bisa aman kok dari efek bau.

Sebagai catatan, beberapa orang turis Eropa ternyata sudah jatuh cinta pada jengkol. Konon mereka tidak segan-segan membawa biji jengkol mentah banyak-banyak ke negerinya untuk persediaan berbulan-bulan. Menurut mereka rasanya gurih dan tidak ditemukan di negerinya. Di Arab Saudi, orang-orang mencoba membudidayakan pohon jengkol, tapi sulit sekali untuk berhasil.

Biji jengkol mentah banyak dijual di pasar-pasar tradisional. Harganya sangat, sangat murah. Pada saat-saat paling paceklik pun, paling mahal Rp 10.000 per kg. Bila Anda seorang turis Eropa, tentu bukan ide yang buruk memborong jengkol sebagai oleh-oleh untuk keluarga. Cara masaknya praktis kok. Bisa digoreng, direbus, dan bahkan ada yang memakannya mentah-mentah sebagai lalapan. Rugi rasanya kalau Anda tak sempat mencoba, karena makan jengkol adalah salah satu experience yang ditawarkan pulau Sumatera.

Pohon jengkol tumbuh di lereng-lereng pegunungan Bukit Barisan dan ladang-ladang penduduk. Sifatnya yang dapat menyerap air lebih banyak dibanding tanaman lain membuat pohon ini cocok sebagai penangkap air di lahan miring. Orang Sumatera belum terbiasa membudidayakan tanaman jengkol. Mereka umumnya memperoleh biji-biji jengkol mentah dari tanaman liar di sekitar hutan atau yang tumbuh secara tak sengaja di ladang-ladang.

Di kalangan berbagai suku di Sumatera, penyebutan jengkol bermacam-macam. Orang Gayo di Aceh menyebutnya jering, orang Batak menamainya joring, orang Minangkabau memanggilnya jariang, dan orang Lampung menyebutnya jaring. Kata “jengkol” sendiri berasal dari bahasa Jawa yang kemudian menjadi penyebutan secara nasional di Indonesia.

Sebagai tips, jangan mengkonsumsi jengkol terlalu banyak karena Anda bisa terkena jengkoleun dengan tanda-tanda rasa pegal di pinggang, nyeri, sulit buang air kecil, dan ketika kencing rasanya sakit, bahkan kerap bercampur darah.

Namun setelah beberapa jam, gejala akan hilang dengan sendirinya. Keracunan jengkol (jengkoleun) dimungkinkan karena di dalam jengkol terdapat senyawa bernama asam jengkolat. Jika Ph darah kita netral, asam jengkolat aman-aman saja. Tapi kalau cenderung asam (pH kurang dari 7), asam jengkolat membentuk kristal tak larut.

Kristal jengkolat berupa jarum-jarum halus tidak kasat mata, yang kedua ujungnya sangat tajam dan menusuk-nusuk dinding saluran kencing. Akibatnya, timbul rasa nyeri setiap kali kencing. Karena tusukan bertubi-tubi, saluran kencing akan mengerut. Bahkan bisa mengakibatkan perdarahan, sehingga air seni menjadi kemerahan bercampur darah. Tapi bila dikonsumsi dalam jumlah normal, jengkol adalah makanan yang sangat nikmat.
Nah, selamat menikmati jengkol!







Kalo di tempat ane, ini makhluk kadang dibilang
- jengkol,
- kancing levis,
- oreo,
- telor gepeng....

kalo di tempat agan?