Edisi kali ini @LinggauBerbagi (LB) mencoba berbagi kisah menarik yang mampu mengetuk hati Anda semua. Kisah Seorang kelas 6 SD, namanya Surani. Seorang anak yatim yang telah lama ditinggal Ayahnya meninggal dunia, sedangkan kini Ibunya entah tak tahu kemana. Ia hidup di bawah asuhan kakek berumur 70 tahunan dan seorang kakak yang hanya seorang buruh bangunan itu pun dikabarkan jarang pulang. Mereka bertiga tinggal disebuah rumah yang berukuran kurang lebih 3 x 6 meter.



Saat pertama masuk saya menahan pilu yang mendalam karena ruang tamu dari rumah tersebut merupakan kamar tidur mereka, dengan lantai semen yang pecah memecah, dengan lemari baju yang tidak berpintu, dengan dapur yang hanya tertutup pintu bambu, serta perapian yang masih tradisional menggunakan kayu. Ini sungguh potret LUbuklinggau yang sebenarnya, yang sudah seharusnya menjadi perhatian kita semua. Seorang kakek yang telah jompo dengan mata yang tak lagi awas menyambut kami dengan penuh ceria dengan logat jawa nya, saya pun larut dengan keteguhannya yang tegar menghadapi cobaan yang belum tentu saya pribadi mampu menjalani ini.. Beliau bercerita bahwa sang kakek tinggal bersama 2 orang cucu angkat laki-lakinya, yang tertua bekerja sebagai buruh bangunan, pekerjaannya selalu berpindah tempat dan jarang sekali pulang sedangkan yang kecil Surani bersekolah kelas 6 SD dan bekerja di bengkel bongkar mesin sinso.



Surani dan kakaknya telah ditinggalkan sang ayah meninggal dunia sejak kecil, sedangkan sang ibu pergi entah kemana, tanpa kabar berita. Surani yang masih sangat belia ini harus banting tulang mencari uang untuk menghidupi dia dan kakek angkatnya ini dengan bekerja di bengkel terseut. Penghasilan yang didapat sehari hanya 20 ribu rupiah saja. Saat kami singgahi rumah tersebut, Surani masih bekerja, akhirnya kami berinisitaif untuk menjemputnya ditempatnya bekerja. Lusuh dan keletihan, itulah yang tampak dari garis wajah Surani saat pertama kali bertemu. Saya pun menyapa “Surani, kalo kerja biasa berangkat dari jam berapa pulang jam berapa?” dengan lugu Surani menjawab “Saya pulang sekolah langsung kerja mba, jam 12 siang sampai jam 4 sore.” Bisakah sahabat membayangkan anak sekecil ini harus menanggung beban sebesar itu. Saat saya bertanya mengenai kepergian sang Ibu yang tidak pernah ada kabar, Surani diam tertunduk lesu dan menitikan airmata. “Ayah saya sudah gak ada Mba, Ibu saya juga pergi gak pernah pulang, ga pernah ada kabar beritane”. Rekan-rekan LB pun sungguh tak sanggup menahan airmata saat Surani terisak menangis. Surani memiliki semangat yang luarbiasa untuk terus sekolah dan belajar. Menurut beberapa tetangga, Surani termasuk anak yang kuat dan punya motivasi dalam dirinya sendiri untuk terus belajar dan menyelesaikan studinya, karena anak dengan umur belia layaknya Surani biasanya sedang asyik-asyiknya bermain bersama teman sebayanya. Inilah salah satu gambaran pinggir kota Lubuklinggau yang sama sekali tidakterjamah oleh mereka yang diatas sana..



Kondisi Dapur

Akankah lebih indah dan syahdu hidup kita apabila mampu mendermakan apa yang mampu kita berikan bagi saudara kita yang sungguh membutuhkan. Mari bersama kita bergerak mengayuh biduk yang satu untuk Lubuklinggau yang lebih maju. Kita hanyalah sementara di dunia fana #Ayoberbagi berbagi tak pernah rugi.

-@ellaRugebregt- @LinggauBerbagi

FB : Lubuklinggau Berbagi

www.linggauberbagi.com

Sumber:KLIK



FOTO TAMBAHAN

liat gan itu teteran keringan atau air mata, ane gak bisa bedakan.. yg pasti kami sedih banget melihat kisah ini


saat kami kedapur dan membuka2 waduh tidak ada satupun makanan disana