Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

  • Beranda
  • ...
  • Militer
  • [Diskusi] Skuadron heavy fighter ke-2 nanti sebaiknya pakai apa?

tonnycAvatar border
TS
tonnyc
[Diskusi] Skuadron heavy fighter ke-2 nanti sebaiknya pakai apa?
Kita tahu bahwa Indonesia akan memiliki satu skuadron Flanker tahun depan. Skuadron ini terdiri dari 4 varian Flanker, tapi sebagian besar adalah Su-30 MK2. (OOT: kapan Su-27 SK dan Su-30 MK mau diupgrade? Oi, KASAU, gimana nih ceritanya.)

Kita juga tahu bahwa TNI-AU masih ingin menambah satu skuadron Flanker baru. Bisa lebih, tapi untuk saat ini kita fokus saja ke satu skuadron dulu. Nah, ini isinya sebaiknya apa? Ini tidak harus Flanker. Kalau ikut konsep TNI-AU yang pakai hi-lo, bisa saja skuadron baru ini tidak memakai Flanker tapi memakai pespur lain yang setara atau bahkan lebih baik daripada Su-30 MK2 kita yang sekarang.

Kemungkinan besar skuadron baru ini bakal beli baru. Isu beli Flanker bekas India yang sekarang di Belarusia tidak ada ujung-kabarnya dan memang menurut saya tidak perlu. Lalu, setahu saya, Sukhoi sudah tidak lagi memproduksi Su-27, jadi kita bisa sisihkan Su-27 SKM baru atau KN dll dsb yang depannya masih pakai kode Su-27.

Dari yang saya lihat, secara garis besar opsi kita ada 4.

1. Ganti haluan dan ambil pespur baru. Ini bisa F-15 SA atau SE. Atau F-18 E/F. Sebenarnya pun tidak harus heavy fighter. Rafale walaupun dari segi berat termasuk medium, tapi dari segi kemampuan bisa mengimbangi dan bahkan di beberapa segi melebihi Su-30 MK2. Tapi dari segi logistik, ambil pesawat jenis baru cukup repot. Lalu harga juga cenderung lebih mahal.

2. Ambil Su-35 S (alias Su-35 BM). Ini sangat menjanjikan, tapi ada juga kekurangannya. Radar Su-35 BM masih pakai PESA. Rusia menganggap Su-35 S tidak perlu AESA. Lalu keunggulan utama Su-35 katanya ada di super-maneuverability, tapi kita memakai heavy fighter setahu saya karena ingin jarak-jangkau dan kemampuan strike, bukan untuk dogfight dan intercept. Bukannya Su-35 S tidak bisa, tapi kalau dibebani drop tank dan senjata 9 ton, praktis kemampuan manuvernya hilang. Apa lalu Su-35 bakal ekonomis kalau kemampuan utamanya tidak terpakai? Faktor lain yang membuat khawatir adalah kesediaan jangka panjang. Su-35 sudah berulang-kali ditawarkan untuk ekspor tapi tidak ada yang beli. Di Rusia sendiri Su-35 fungsinya hanya sebagai stopgap sehingga tidak ada kekosongan selama menunggu PAK-FA selesai. Mereka katanya cuma akan membeli 48 unit. Khawatirnya, jika pasar untuk Su-35 ternyata sedikit, maka harga satuannya dan sucadnya jadi mahal.

3. Kejar network-centric dan pesan Su-30 MKI atau MKM atau SM. Sedikit penjelasan. Dulu Cina beli versi MKK. India lalu pesan MKI yang basisnya adalah MKK tapi sudah ditambahi ini-itu. MK2 sendiri juga MKK yang beberapa komponennya diganti. Lalu Malaysia beli MKM, yang dasarnya adalah MKI tapi beberapa komponennya diganti (konon karena Malaysia tidak mau memakai komponen asal Israel). MKI sendiri masih terus ditingkatkan sedikit-sedikit, lalu AU Rusia beli versi SM, yang basisnya adalah MKI tapi mesinnya dikasih thrust-vectoring lalu komponennya kembali ke barang Rusia lagi. Maksud saya di sini bukan beli plek sesuai standar, tapi pesan Flanker yang dimodif dengan komponen tertentu. Yang terpikir saat ini adalah datalink yang kompatibel atau bisa dibuat kompatibel dengan alutsista asal Barat kita. Lalu radar AESA. Kemungkinan lain, tergantung anggaran, adalah penggunaan komposit dan lalu thrust vectoring.

4.Ambil MK2 lagi. Dari segi biaya ini paling ekonomis, tapi saya khawatir bahwa dari segi kemampuan ini mulai tertinggal. Tahun 2020 nanti F-35 bakal mulai operasional, lalu ada Su-35, J-15, dan beberapa pesawat lain. Bahkan untuk Su-30 sendiri pun varian MKI masih diupgrade. Su-30 MK2 juga belum diintegrasikan ke sistem non-Rusia, sehingga kalau kita mau mulai pakai konsep network-centric, Su-30 MK2 sulit mengikuti. Kalau kita ambil opsi ini, diharapkan pada saat yang sama pengadaan pespur untuk mengisi posisi lo benar-benar dikejar dan lalu di skuadron ke-3-nya bisa loncat ke pespur generasi 5.

Saya pribadi cenderung ke opsi 3. Ini karena dalam pemikiran saya, TNI AU itu harusnya mulai memprioritaskan integrasi sistem intra-matra dan antar matra lebih dari sekadar mengejar jumlah maupun kualitas pespur. Jadi harus diusahakan agar semua alutsista TNI-AU bisa tersambung dalam satu jaringan data dan lalu bisa menyambung dengan alutsista AL dan AD membentuk jaringan yang lebih besar lagi. Kalau kita beli varian MKM (atau MKI atau SM atau entah apa nama baru untuk versi Indonesia) dan minta agar datalinknya kompatibel dengan pespur kita yang lain dan radarnya AESA, ini bisa jadi langkah awal.

Buat yang ngejar postingan, mau one-liner, atau cuma mau +1, tolong jangan. Banyak subforum lain selain formil yang bisa anda pakai. Tapi kalau sungguhan punya pendapat, mohon masukannya.

EDIT: wah, lupa. Kalau ada yang bisa ngasih perkiraan harga paket komplit untuk masing-masing opsi, tolong ya.
Diubah oleh tonnyc 18-09-2013 10:00
0
28.7K
470
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Militer
MiliterKASKUS Official
20KThread7.3KAnggota
Urutkan
Terlama
Thread Digembok
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.