kemalmahendraAvatar border
TS
kemalmahendra
Menguji Ulang Hak DPR
Luar biasa sekali amandemen yang kita lakukan terhadap UUD 1945. Karena kekuasaan yang berlebihan dari lembaga eksekutif di masa lalu, kita sepakat untuk merombaknya. Hanya saja pendulum dari perombakan itu bergerak ke arah yang berlawanan. Amandemen itu ternyata memberikan kekuasaan yang berlebihan kepada lembaga legislatif.

Tidak ada urusan kenegaraan yang sekarang ini tidak melewati pintu legislatif. Bahkan yang tidak umum berlaku di negara lain pun berlaku di Indonesia. Salah satunya yang menjadi pertanyaan banyak negara adalah persetujuan penerimaan duta besar asing oleh DPR.

Kekuasaan yang terlalu berlebihan cenderung untuk terjadi salah guna. Itu sejak lama sudah diingatkan dengan ungkapan "power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely".

Kecenderungan bahwa DPR sekarang ini, korup sebenarnya sudah kita rasakan. Begitu banyak anggota DPR yang harus berhubungan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dan bahkan kemudian mendekam di dalam penjara karena terbukti korupsi.

Hanya saja tidak mudah untuk mengingatkan para anggota DPR bahwa ada yang keliru dalam kewenangan yang mereka miliki. Kekuasaan yang sudah terlanjur diberikan sulit untuk ditarik kembali. Akibatnya salah guna kekuasaan tidak kunjung berkurang dan malah makin menjadi-jadi.

Satu lagi salah guna kekuasaan yang baru terungkap adalah kewenangan anggota DPR untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan. Ternyata kekuasaan besar yang mereka miliki dipakai untuk kepentingan memperkuat kekuasaan dan bahkan melindungi mereka dari tuntutan hukum.

Yang membuat kita tersentak dan mengelus dada adalah ketika anggota DPR dari Partai Demokrat mengiming-imingi uang kepada Komisi Yudisial untuk memasukkan calon hakim agung yang sesuai dengan keinginan mereka. Tindakan ini sudah di luar batas kepantasan dan tidak bisa tolelir lagi.

Dua hari lalu dalam kolom ini kita mengingatkan bagaimana kita harus menjaga kekuasaan hakim demi tegaknya keadilan. Kita harus memiliki hakim agung terbaik karena mereka adalah pilar terakhir dari penegakan hukum yang bisa memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

Ternyata justru anggota DPR sendiri yang tidak berupaya menjaga martabat hakim. Pada pemilihan hakim agung tahun 2012, tiga anggota DPR dari Partai Demokrat mencoba memengaruhi anggota Komisi Yudisial untuk mengajukan nama yang sesuai dengan keinginan para anggota DPR tersebut. Mereka menjanjikan uang sampai Rp 200 juta per anggota Komisi Yudisial apabila permintaan mereka bisa dituruti.

Kasus yang diungkap mantan Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman tidak bisa dibiarkan begitu saja. Persoalan ini harus dituntaskan dan orang-orang yang mencoba menyuap anggota Komisi Yudisial harus diperiksa serta imintai pertanggungjawaban.
 
Ini sungguh merupakan persoalan serius karena memengaruhi sistem peradilan di negara kita. Bagaimana bisa muncul upaya untuk melakukan rekayasa dan itu dilakukan oleh anggota DPR yang mempunyai kewenangan akhir untuk memilih dan menolak calon-calon hakim agung yang diajukan Komisi Yudisial.

Bukan hanya Badan Kehormatan DPR yang harus bertindak, tetapi pengurus Partai Demokrat pun tidak bisa membiarkan kasus ini berlalu begitu saja. Apalagi dalam upaya mengembalikan citra Partai Demokrat, Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono sudah meminta seluruh anggotanya untuk meninggalkan praktik tercela. Semua anggota Partai Demokrat diminta untuk menandatangani pakta integritas.

Apa artinya pakta integritas, kalau perilaku tercela seperti itu dibiarkan. Walaupun kasusnya terjadi sebelum pakta integritas ditandatangani, tetapi kesungguhan Partai Demokrat untuk membersihkan partai dari orang-orang yang menyalahgunakan kekuasaan justru diuji dalam kasus ini.
 
Hal kedua yang harus menjadi pembelajaran kita semua adalah mengkaji ulang kewenangan yang diberikan kepada DPR. Apakah uji kelayakan dan kepatutan sebaiknya tetap diserahkan kepada DPR, di tengah begitu banyaknya praktik transaksional di dalam proses tersebut.

Ketua DPR Marzuki Alie mendukung pandangan bagi dilakukannya kaji ulang kewenangan yang ada di DPR khususnya dalam melakukan uji kelayakan dan kepatutan. Marzuki tidak menutup mata bahwa ada praktik tercela dalam proses tersebut.

Kita bahkan cenderung mengusulkan agar mengkaji ulang secara keseluruhan kewenangan yang ada di DPR. Amandemen UUD 1945 bukan sekadar dimaksudkan untuk perubahan semata, tetapi perubahan itu harus mengacu kepada perbaikan kesejahteraan rakyat.

Sekarang ini kita hanya merasakan bahwa amandemen itu sekadar menggeser kekuasaan dari eksekutif ke legislatif. Namun praktik salah guna kekuasaan tetap sama, karena kekuasaan itu dianggap sebagai hak istimewa, sehingga dipakai untuk memperkaya diri anggota DPR saja. Ini tentunya tidak bisa terus dibiarkan dan harus ada koreksi sebelum rakyat merasa hanya dipermainkan oleh politisi dalam melakukan amandemen UUD 1945.


0
1.1K
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.9KThread82.7KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.