Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

vellcAvatar border
TS
vellc
The Mapel (What You Learn What You Get) (2)
Upacara

Sesaat pejaman mataku terganggu oleh suara nyaring yang cumiakan telinga itu. Suara yang berasal dari setiap sudut sekolah itu benar-benar membuatku muak. Semua orang yang menghuni bangunan itu pasti paham kalau sekolah dimulai dengan ditandai dengan suara yang biasa disebut bel sekolah itu. Bagiku, itu adalah tanda penderitaanku dimulai.
Seingatku hari itu adalah hari Senin.
Aku berdiri dari tempatku duduk tadi. Dengan perasaan yang luar biasa berat, aku melangkahkan kakiku keluar dari ruangan yang disebut kelas itu. Sesaat aku merasakan ada sesuatu yang mengganjal di kantong celana panjang berwarna abu-abu yagn kupakai. Abu-abu ?
Kurasa warnanya biru yang sangat muda.
Kuamasukkan tanganku kedalam kantong itu, aku ingat kalau aku membawa sesuatu yang banyak dipakai oleh orang-orang yang mulai berlari kearah lahan luas yang disebut lapangan di dalam bangunan itu. Aku mengeluarkan sesuatu yang kurasa bernama topi itu. Aku mengenakannya sebagaimana orang-orang menggunakannya. Aku berjalan cukup lambat sampai terdengar suara orang berteriak-teriak dengan maksud membuat semua penghuni bangunan sekolah itu berbaris bagai robot dengan rapi. Aku sedikit sedikit mempercepat langkahku.
Aku sampai di tempat bernama lapangan itu. Entah karena kebiasaan atau apa, aku pun berobot ria bersama orang-orang yang menghuni ruangan yang sama denganku. Hanya sesaat dan keadaan mulai hening. Walaupun, masih terdengar suara bisik-bisik disana-sini.
Hal yang disebut upacara bendera itu pun dimulai.
Seperti kegiatan serupa di tempat lain. Disini upacara juga dimulai dengan aba-aba sang pembawa acara, biasanya pembawa acara dipilih karena kualitas suaranya yang bagus serta kemampuannya dalam membaca. Menurutku itu semua terdengar konyol. Kurasa yang harusnya menjadi sesuatu yang harus dipertimbangkan dalam memilih orang ini adalah percaya diri. Namun, terserah lah. Apa peduliku.
Tak bisa dipungkiri, suara dari pembawa acara itu memang bagus. Namun, aku tidak begitu berniat mendengarnya. Kurasa lebih baik tetap diam dan mendengarkan pembicaraan kecil yang terjadi oleh dua orang yang kusebut teman yang berada di depanku. Entah apa yang mereka bicarakan. Yang pasti, mereka tidak mungkin membicarakan tentang arti hidup.
Kulihat para pendidik tunas bangsa itu berpose ria di depan para muridnya, atau bisa dibilang para pemberi uang bagi mereka. Kulihat banyak dari para pendidik itu hanya senyum-senyum sendiri, sedangkan yang lain masih sibuk dengan obrolan dengan teman sekantornya. Apa peduliku tentang hal itu. Kurasa setiap manusia memiliki kehidupannya masing-masing.
Sesaat kemudian, bendera atas merah bawah putih itu mulai dikerek pada sebuah tiang tinggi yang pastinya bisa dilihat oleh semua yang hadir di lapangan itu.
Kau tahu ?
Saat semua orang disitu mengangkat tangan mereka untuk menghormati bendera itu, kurasa ada sedikit kesalahan yang perlu diluruskan walaupun aku tidak peduli dengan hal itu, hal tersebut adalah sikap setiap orang di lapangan itu. Kurasa mereka benar-benar seperti tidak mengerti tentang apa yang sedang mereka lakukan. Saat murid-murid dituntut untuk menjadi robot yang bisa dikendalikan, disisi lain para guru itu sibuk membicarakan kehidupan mereka sendiri.
Sesaat, kulihat seorang pria sedikit berkumis dan berpakaian rapi dengan perut gemuk, berjalan menuju tengah lapang yang disitu tersedia sebuah pijakan konyol yang kemudian pria itu berdiri pada pijakan itu.
Aku mendengar suara dari pria itu membuka pembicaraannya yang kurasa akan membahas tentang hal-hal konyol yang kurang kusukai. Suaranya besar dan meyakinkan bagi pendengarnya, tidak untukku. Setengah jam aku dan orang-orang sejenisku dipaksa untuk berdiri tegak dan mendengarkan ocehan tolol dari pria tadi. Aku melihat seorang cewek di sampingku terlihat sempoyongan hampir tak kuat menahan tubuhnya untuk tetap berdiri. Hampir isi dari semua ceramah itu adalah kekuatan iman dari kedisiplinan. Konyol.
Hal itu sering membuatku muak.
Ceramah singkat nan konyol itu selesai.
Seorang perempuan berjalan keluar dari barisan menuju depan barisan itu. Dia melambaikan tangannya, menahannya sebentar dan kemudian terdengar suara tuts piano yang ditekan dengan irama indah yang menghasilkan sebuah lagu yang dapat dimengerti oleh setiap orang di lapangan itu. Sesaat, semua orang di lapangan itu membuka mulutnya dan mengucapkan kata-kata berirama yang disebut lagu. Aku hanya membuka mulutku tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, kurasa lebih menyenangkan untuk mendengarkan suara itu daripada mengikutinya.
Sesaat irama indah itu berakhir. Semua orang menutup mulutnya dan perempuan tadi masuk ke dalam barisannya lagi. Aku melihat aktifitas berkicau itu terulang kembali. Baik teman didepanku maupun para pendidik itu.
Aku melihat cewek disampingku benar-benar sudah tidak kuat untuk menahan tubuh mungilnya. Tampak keributan kecil mulai terjadi. Aku merasa tidak memiliki andil besar dalam keributan itu. Aku diam.
Sesaat dua orang bertopi biru tua dan tampak berbeda dengan para murid lainnya berdiri didekatku dan dengan sigap membantu cewek itu keluar dari barisan dan dibawa entah kemana. Satu hal yang paling mengena di hatiku adalah, aku muak dengan orang yang sokbeda dengan orang lain.
Sesaat acara itu kembali normal dengan dilanjutkannya aktifitas-aktifitas bodoh itu.
Kurasa kalau aku mengatakan hal ini secara terang benderang, aku hanya akan menjadi makanan ringan para penegak hukum itu. Namun, di negara ini aku tidak peduli dengan hukum.
Alamlah yang memeberiku hukum.
Aku percaya hal itu.
0
878
4
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.4KThread84.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.