Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

LinHerdinaAvatar border
TS
LinHerdina
Nasib Petani, Setelah Dipecahbelah Oesman Sapta & Prabowo

Sumber: Pelantikan HKTI Versi Oesman Sapta, Logo HKTI-nya Dilakban Hehehe... (sumber: tribunnews.com)
Saya baru tahu kalau jumlah warga bermata pencaharian sebagai petani saat ini masih dominan, yakni 39% (data BPS 2012). Menggiurkan sekali sebagai lumbung suara ya? Tidak heran jika beberapa waktu yang lalu kita lihat Prabowo tampil di televisi (lepas dari atribut partai) berkomitmen untuk menyejahterakan kaum petani; tentu hal ini terlihat sebagai strategi jangka panjang menuju Pemilu 2014.
Tapi Prabowo bukan satu-satunya orang yang jeli melihat peluang tersebut; Oesman Sapta juga sempat tergiur dengan potensi yang dimiliki petani Indonesia. Pada tahun 2010-2011 Prabowo dan Oesman Sapta terlibat konflik perebutan Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Sama seperti konflik PSSI, kedua kubu mengklaim telah berhasil menyelenggarakan Pelantikan Ketua Umum yang sah dan merasa berhak memiliki/menggunakan brand 'HKTI'.
Awalnya Oesman Sapta merasa berada di atas angin: acara pelantikan yang diadakannya disebut dihadiri oleh para sesepuh HKTI dan mantan ketua umumnya: Siswono Yudhoyono. Namun bukti yang bisa ditunjukkan hanya sekadar daftar hadir. Disusul kemudian dengan gugatan pencatutan dukungan dari lima organisasi mahasiswa terhadap HTKI versi Oesman, membuat orang yang membubarkan Partai Persatuan Daerah (PPD) ini hanya bisa menawarkan 'jalan damai/kekeluargaan' kepada pihak-pihak yang dirugikan.Setelah konflik Ketua Umum HKTI reda, ternyata nasib petani tidak juga membaik. Jumlah petani menurun sebesar 3,1 juta per tahunnya. Wajar, di tengah kebutuhan hidup yang semakin tinggi upah buruh tani tidak sampai Rp 40.000/hari. Andai bekerja nonstop tanpa hari libur, penghasilan mereka selama sebulan (30 hari) tidak mencapai Rp 1,5 juta!
Lalu melihat fakta bahwa rata-rata usia petani adalah 45 tahun, jelas minimnya regenerasi menjadi poin yang mengkhawatirkan. Ya, dengan minimnya perkembangan teknologi pertanian yang seperti jalan di tempat (tidak modern, cenderung primitif), siapa juga yang anak muda yang punya cita-cita ingin jadi petani di era milenium sekarang ini?
Reformasi agraria yang dijanjikan pemerintah sejak 2010 pun tidak kelihatan manfaatnya hingga saat ini. Pertanian dikuasai praktik monopoli dan hasil pertanian dari negeri tetangga dengan mudahnya masuk tidak terkendali. Wajar jika pemilik lahan pertanian memilih jual tanah atau dialihfungsikan menjadi bisnis lain (kontrakan misalnya) yang statusnya lebih jelas. Akibatnya 200.000 Ha lahan pertanian pun menyusut setiap tahunnya, menyisakan 3,5 juta Ha saja (data 2010).
Padahal pertanian adalah salah satu sektor utama bagi negara. Hasil pertanianlah yang jadi bahan bakar tiap individu yang akan berkerya dan membangun Indonesia. Tapi melihat fakta bahwa petani hanya dimanfaatkan untuk kepentingan kekuasaan saja, nampaknya kita harus bersiap-siap menerima kenyataan melepas status negara agraria.
Sumber Tulisan:
• Petani Menipis Di Negeri Agraris
• HKTI Versi Oesman Sapta Dilaporkan Ke Polisi
• Siswono Terjebak Masuk HKTI Versi Oesman Sapta

0
3.5K
17
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.4KThread84.4KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.