takgendongggAvatar border
TS
takgendonggg
gendong aq, sebelum ceraikan aku. . .
Pada hari pernikahanku,aku gendong istriku. Mobil
pengantin berhenti didepan rumah mertua kami, " pasca nikah masih numpang ". Sodara2 aku menyuruhku untuk
menggendongnya begitu keluar dari mobil. Jadi ku gendong
ia memasuki ruma mertua kami.
Ia kelihatan malu-malu. Aku adalah seorang pengantin baru . . . . .. Ini adalah kejadian 6 tahun
yang lalu.
Hari-hari selanjutnya berlalu demikian simpel seperti
secangkir air bening. Kami mempunyai 2 orng anak ( cewek semua )
saya terjun di BUMN dan berusaha untuk
menghasilkan banyak uang. Begitu kemakmuran
meningkat, jalinan kasih diantara kami pun semakin
surut. Perkimpoian
kami kelihatan bahagia. Tapi ketenangan hidup berubah
dipengaruhi oleh perubahan yang tidak kusangka-
sangka.
*Yun hadir dalam kehidupanku. Waktu itu adalah hari
yang cerah. Hatiku sekali lagi terbenam dalam
aliran cintanya.
*yun berkata , “Kamu adalah jenis pria terbaik & type ku.” Kata-katanya tiba-tiba
mengingatkanku pada istriku. Ketika kami baru
menikah,istriku pernah berkata, “Pria sepertimu baik & type ku,begitu
sukses,akan menjadi sangat menarik bagi para gadis.”
Berpikir tentang ini, Aku menjadi ragu-ragu. Aku tahu
kalo aku telah menghianati istriku. Tapi aku tidak
sanggup menghentikannya.

Kelihatan ia jadi tidak senang karena aku telah berjanji
menemaninya. Pada saat tersebut, ide perceraian
menjadi semakin jelas dipikiranku walaupun kelihatan
tidak mungkin. Bagaimanapun,aku merasa sangat sulit
untuk membicarakan hal ini pada istriku. Walau
bagaimanapun ku jelaskan, ia pasti akan sangat terluka.. . . . .
Sejujurnya,ia adalah seorang istri
yang baik. Setiap malam ia sibuk menyiapkan makan
malam. Aku duduk santai didepan TV. Makan malam
segera tersedia. Lalu kami akan menonton TV sama-
sama. Atau aku akan menghidupkan
komputer,membayangkan wajah yun*. Ini adalah
hiburan bagiku.
Suatu hari aku berbicara dalam guyon, “Seandainya kita
bercerai, apa yang akan kau lakukan? ” Ia menatap
padaku selama beberapa detik tanpa bersuara.
Kenyataannya ia percaya bahwa perceraian adalah
sesuatu yang sangat jauh darinya. Aku tidak bisa
membayangkan bagaimana ia akan menghadapi
kenyataan jika tahu bahwa aku serius.

Yun* berkata padaku,” kpn ceraikan dia,
O.K.? Lalu kita akan hidup bersama.” Aku mengangguk.
Aku tahu aku tidak boleh ragu-ragu lagi. Ketika malam
itu istriku menyiapkan makan malam, ku pegang
tangannya,”Ada sesuatu yang harus kukatakan” Ia
duduk diam dan makan tanpa bersuara. Sekali lagi aku
melihat ada luka dimatanya. Tiba-tiba aku tidak tahu
harus berkata apa. Tapi ia tahu kalo aku terus berpikir.

“Aku ingin bercerai”, ku ungkapkan topik ini dengan
serius tapi tenang. Ia seperti tidak terpengaruh oleh
kata-kataku, tapi ia bertanya secara lembut,”kenapa?”

“Aku serius.” Aku menghindari pertanyaannya. Jawaban
ini membuat ia sangat marah. Ia melemparkan Piring
dan berteriak kepadaku,”Kamu bukan laki-laki!”. Pada
malam itu, kami sekali saling membisu. Ia sedang
menangis. Aku tahu kalau ia ingin tahu apa yang telah
terjadi dengan perkimpoian kami. Tapi aku tidak bisa
memberikan jawaban yang memuaskan sebab hatiku
telah dibawa pergi oleh Yun*.
Dengan perasaan yang amat bersalah, .
Dia, memandangnya sekilas dan mengoyaknya jadi beberapa
bagian.. Aku merasakan sakit dalam hati. Wanita yang
telah 6 tahun hidup bersamaku sekarang menjadi
seorang yang asing dalam hidupku. Tapi aku tidak bisa
mengembalikan apa yang telah kuucapkan.
Akhirnya ia menangis dengan keras didepanku, dimana
hal tersebut tidak pernah kulihat sebelumnya. Bagiku,
tangisannya merupakan suatu pembebasan untukku.
Ide perceraian telah menghantuiku dalam beberapa bulan ini dan sekarang sungguh-sungguh telah
terjadi.
Pada larut malam,aku kembali ke rumah setelah
menemui klienku. Aku melihat ia sedang menulis
sesuatu. Karena capek aku segera ketiduran. Ketika aku
terbangun tengah malam, aku melihat ia masih menulis.
Aku tertidur kembali. Ia menuliskan syarat-syarat dari
perceraiannya. Ia tidak menginginkan apapun
dariku,tapi aku harus memberikan waktu sebulan
sebelum menceraikannya,dan dalam waktu sebulan itu
kami harus hidup bersama seperti biasanya. Alasannya
sangat sederhana: Anak kami, ia tidak ingin anak kami melihat
kehancuran rumah tangga kami. Ia menyerahkan
persyaratan tersebut dan bertanya,” Hey, apakah
kamu masih ingat bagaimana aku memasuki rumah ibu kita
ketika pada hari pernikahan kita?”
Pertanyaan ini tiba-tiba mengembalikan beberapa
kenangan indah kepadaku. Aku mengangguk dan
mengiyakan. “Kamu menggendong ku ”,
katanya, “Jadi aku punya sebuah permintaan, yaitu
kamu akan tetap menggendongku pada waktu perceraian
kita. Dari sekarang sampai akhir bulan ini, setiap pagi
kamu harus menggendongku keluar dari kamar tidur ke
pintu.”
Aku menerima dengan senyum. Aku tahu ia merindukan
beberapa kenangan indah yang telah berlalu dan
berharap perkimpoiannya diakhiri dengan suasana
romantis.
Aku memberitahukan Yun* soal syarat-syarat perceraian
dari istriku. Ia tertawa keras dan berpikir itu tidak ada
gunanya. “Bagaimanapun trik yang ia lakukan, ia harus
menghadapi hasil dari perceraian ini,” ia mencemooh.
Kata-katanya membuatku merasa tidak enak.
Istriku dan aku tidak mengadakan kontak badan lagi
sejak kukatakan perceraian itu. Kami saling
menganggap orang asing. Jadi ketika aku
menggendongnya dihari pertama, kami kelihatan salah
tingkah. Anak kami menepuk punggung kami,”Wah,
papa gendong mama"
membuatku merasa sakit.. Dari kamar tidur ke ruang
duduk, lalu ke pintu, aku berjalan 10 meter dengan ia
dalam lenganku. Ia memejamkan mata dan berkata
dengan lembut,” Mari kita mulai hari ini,jangan
memberitahukan pada anak kita.” Aku mengangguk,
merasa sedikit bimbang.Aku melepaskan ia di pintu.

Pada hari kedua, bagi kami terasa lebih mudah. Ia
merebah di dadaku,kami begitu dekat sampai-sampai
aku bisa mencium wangi dibajunya. Aku menyadari
bahwa aku telah sangat lama tidak melihat dengan
mesra wanita ini.

Pada hari ketiga, ia
berbisik padaku, “Kebun diluar sedang dibongkar, hati-
hati kalau kamu lewat sana.”

Hari keempat,ketika aku membangunkannya,aku
merasa kalau kami masih mesra seperti sepasang suami
istri dan aku masih gendong kekasihku dilenganku.
Bayangan Yun* menjadi samar.

Pada hari kelima dan
enam, ia masih mengingatkan aku beberapa hal, seperti,
dimana ia telah menyimpan baju-bajuku yang telah ia
setrika, aku harus hati-hati saat memasak,dll. Aku
mengangguk. Perasaan kedekatan terasa semakin erat.
Aku tidak memberitahu Yun* tentang ini. Aku merasa
begitu ringan menggendongnya.Berharap setiap hari pergi
ke kantor bisa membuatku semakin kuat. Aku berkata
padanya, “Kelihatannya tidaklah sulit menggendongmu
sekarang”
Ia sedang mencoba pakaiannya, aku sedang menunggu
untuk membopongnya keluar. Ia berusaha mencoba
beberapa tapi tidak bisa menemukan yang cocok. Lalu ia
melihat,”Semua pakaianku kebesaran”. Aku
tersenyum.Tapi tiba-tiba aku menyadarinya sebab ia
semakin kurus itu sebabnya aku bisa menggendongnya
dengan ringan bukan disebabkan aku semakin kuat. Aku
tahu ia mengubur semua kesedihannya dalam hati.
Sekali lagi , aku merasakan perasaan sakit. Tanpa sadar
ku sentuh kepalanya. Anak kami masuk pada saat
tersebut. “Pa,sudah waktunya gendong mama
keluar” baginya,melihat papanya sedang membopong
mamanya keluar menjadi bagian yang penting. Ia
memberikan isyarat agar anak kami mendekatinya dan
merangkulnya dengan erat. Aku membalikkan wajah
sebab aku takut aku akan berubah pikiran pada detik
terakhir. Aku menyanggah ia dilenganku, berjalan dari
kamar tidur, melewati ruang duduk ke teras. Tangannya
memegangku secara lembut dan alami. Aku
menyanggah badannya dengan kuat seperti kami
kembali ke hari pernikahan kami. Tapi ia kelihatan agak
pucat dan kurus, membuatku sedih.

Pada hari terakhir,ketika aku menggendongnya, aku melangkah dengan berat. Anak kami
telah kembali ke sekolah. Ia berkata, “Sesungguhnya
aku berharap kamu akan menggendongku sampai kita
tua”. Aku memeluknya dengan kuat dan berkata “Antara
kita saling tidak menyadari bahwa kehidupan kita begitu
mesra”.

Aku melompat turun dari mobil tanpa sempat
menguncinya. Aku takut keterlambatan akan membuat
pikiranku berubah. Yun* membuka pintu. Aku berkata padanya,” Maaf Yun*,
Aku tidak ingin bercerai. Aku serius”. Ia melihat
kepadaku, kaget. Ia menyentuh dahiku. “Kamu tidak
demam”. Kutepiskan tangannya dari dahiku “Maaf, Yun*,Aku cuma bisa bilang maaf padamu,Aku tidak ingin
bercerai. Kehidupan rumah tanggaku membosankan
disebabkan ia dan aku tidak bisa merasakan nilai-nilai
dari kehidupan,bukan disebabkan kami tidak saling
mencintai lagi.Sekarang aku mengerti sejak aku
menggendongnya , ia telah melahirkan
anakku. Aku akan menjaganya sampai tua. Jadi aku
minta maaf padamu”
Yun* tiba-tiba seperti tersadar. Ia memberikan tamparan
keras kepadaku dan menutup pintu dengan kencang
dan tangisannya meledak.

Dalam perjalanan aku melewati sebuah
toko bunga, ku pesan sebuah buket bunga kesayangan
istriku. Penjual bertanya apa yang mesti ia tulis dalam
kartu ucapan?
Aku tersenyum, dan menulis ” Aku akan menggendongmu
setiap pagi sampai kita tua…”
tata604
tata604 memberi reputasi
1
6.8K
59
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Wedding & Family
Wedding & FamilyKASKUS Official
8.8KThread9.6KAnggota
Terlama
Thread Digembok
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.