Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

wahyuforestAvatar border
TS
wahyuforest
Pekaranganku Indah Nan Bahaya (orangutan)
Pekaranganku Indah Nan Bahaya

 Pekaranganku Indah Nan Bahaya (orangutan)
Pekarangan adalah bagian halaman rumah yang biasanya ditanami berbagai jenis tanaman yang memiliki manfaat masing-masing tentunya .Buah-buahan yang kita tanam di pekarangan terkadang menjadi salah satu daya tarik kita untuk berlama-lama di pekarangan rumah. Namun, berbeda dengan yang dihadapi orangutan Indonesia yang selama ini pekarangan atau halaman depan hutan menjadi tempat yang berbahaya bagi orangutan.

Daerah penyangga atau sering disebut buffer zone merupakan daerah yang mengelilingi kawasan lindung yang berfungsi membatasi aktifitas manusia di dalam kawasan lindung agar tidak merusak ekosistem di dalam kawasan lindung (Soemarwoto, 1985). Hutan sebagai rumah bagi orangutan merupakan daerah yang sangat sensitif dimana orangutan mulai kekurangan makanan di dalam hutan maka orangutan akan mencari makanan hingga ke pinggir hutan melewati daerah penyangga. Daerah penyangga memiliki fungsi yang sangat fital dalam melindungi hutan yang ada di dalamnya, yang mana dapat menjadi penghalang bagi aktifitas manusia untuk merambah masuk kedalam hutan.
Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1998 Tentang Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam, daerah penyangga mempunyai fungsi untuk menjaga kawasan suaka alam dan atau kawasan pelestarian alam dari segala bentuk tekanan dan ganggunan yang berasal dari luar dan atau dari dalam kawasan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan atau perubahan fungsi kawasan. Hal ini menjadi patokan yang sangat penting dalam penjagaan keutuhan daerah penyangga dari segala hal yang dapat mendegredasi buffer zone dari pinggir kawasan hutan.

 Pekaranganku Indah Nan Bahaya (orangutan)

Konflik yang sering terjadi disaat orangutan bergerak keluar dari kawasan hutan menuju pinggir hutan adalah saat orangutan bersinggungan dengan masyarakat yang dalam mata pencahariannya adalah sebagai petani yang memiliki kebun, berbatasan dengan daerah penyangga. Hal ini menjadi salah satu hal yang sulit dihindari disaat para petani melindungi tanaman yang mereka tanam dengan orangutan yang mencari makanan untuk bertahan hidup. “Peneliti dari Asosiasi Pemerhati dan Ahli primata Indonesia mengatakan dari 725 desa yang diteliti, mayoritas masyarakat melaporkan pernah terjadi konflik antara manusia dan orangutan dimana Kalimantan merupakan propinsi dengan tingkat konflik tertinggi karena 18% melaporkan frekuensi konflik cukup tinggi” saat konferensi pers ringkasan eksekutif potret orangutan Kalimantan di Jakarta (Jurnas.com, 2011). Lain lagi halnya di Pulau Sumatera “berdasarkan data yang dimiliki Human Orangutan Conflict Response Unit (HOCRU), masih banyak lagi orangutan yang terisolir di kawasan perkebunan masyarakat dan perkebunan swasta disekitar Aceh dan Sumatera Utara” saat melakukan evakuasi orangutan yang mengganggu masyarakat Tangkahan, Langkat (Kompas, 2012). Dampak konflik antara orangutan dan masyarakat adalah meningkatkan kasus terbunuhnya orangutan, fragmentasi habitat orangutan, terbukanya akses pemburuan orangutan, mendesak orangutan keluar dari habitatnya dimana ujung dari konflik ini adalah dapak menutunkan jumlah populasi orangutan di Indonesia.
Tingkat konflik yang cukup tinggi ini sangat memprihatinkan dimana sebenarnya orangutan adalah hewan yang dilindungi namun tidak terlindungi dalam kenyataannya. Daerah penyangga yang seharusnya menjadi benteng terakhir dalam meminimalisir kerusakan terhadap habitat orangutan menjadi daerah yang sangat berbahaya bagi orangutan disebabkan dekatnya pemukiman atau kebun milik masyarakat dengan daerah penyangga. Perlu adanya perhatian pemerintah dalam mengatasi konflik ini untuk dapat mengawetkan populasi orangutan sesuai peruntukan hutan yang dilindungi tersebut. Sebenarnya kewajiban pemerintah dalam menjaga keutuhan daerah penyangga telah tertuang dalam PP Nomor 68 Pasal 57 dimana pemerintah dalam membina fungsi daerah penyangga, pemerintah melakukan :
a. Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
b. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. Rehabilitasi lahan;
d. Peningkatan produktivitas lahan;

Namun, seringnya terjadi konflik orangutan dengan masyarakat desa ini menjadi tolak ukur kurang berhasilnya peraturan republik Indonesia Nomor 68 tahun 1998 tentang kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Sehingga perlu adanya pengkajian ulang terhadap peraturan tersebut untuk dapat mengurangi konflik yang terjadi antara orangutan dan masyarakat desa yang berbatasan dengan daerah penyangga.

Di dalam peraturan pemerintah tersebut masih banyak kekurangan yang harus segera dikaji ulang seperti batas minimal antara daerah penyangga dengan perkampungan atau kebun masyarakat; tata aturan ketika terjadi konflik antara orangutan dan masyarakat; serta sanksi tegas yang tertulis dalam peraturan sehingga memiliki kekuatan hukum untuk mengurangi konflik yang terjadi. Namun, dalam perlindungan populasi orangutan juga harus dipertimbangkan dampak sosial setiap kebijakan yang akan diambil sehingga tidak terjadi kesetimpangan antara ekologis dan ekonomi. Sehingga tujuan dari pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam dalam terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan dapat terealisasi dengan baik.
Dalam pelaksanaan dilapangan sebenarnya daerah-daerah masyarakat yang sering mengalami konflik dengan orangutan adalah sasaran yang baik untuk melakukan sosialisasi dalam meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Dikarenakan masyarakat tersebutlah yang sering bersinggungan langsung dengan orangutan. Jika pemerintah dapat serius dalam meningkatkan pemahaman masyarakat desa terhadap pentingnya populasi orangutan tetap terjaga di daerah hutan mereka, bukan tidak mungkin untuk mengawetkan jumlah orangutan, bahkan juga dapat meningkatkan populasi orangutan di Indonesia.

Daerah penyangga hutan yang berbatasan langsung dengan masyarakat memiliki tingkat kerusakan yang cukup memprihatinkan dalam penurunan populasi orangutan jika dibandingkan dengan perburuan liar yang terjadi saat ini. Dimana pemerintah perlu memberikan ketegasan atas batasan sampai sejauh mana masyarakat dapat mengambil sikap saat konflik terjadi. Namun, pemerintah juga harus mengatasi masalah orangutan yang keluar dari hutan menuju pinggir hutan untuk mencari makan. Pemerintah harus melakukan penelitian terhadap pakan orangutan di dalam hutan untuk mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dalam penyelamatan populasi orangutan sehingga masalah konflik orangutan dengan masyarakat yang memperebutkan daerah penyangga tidak terjadi lagi bahkan sebaiknya dapat terjadi harmonisasi antara orangutan dan masyarakat untuk bersama-sama dalam melindungi dan menjaga hutan Indonesia.



























Daftar Pustaka

Soemarwoto, O. 1985. Ekologi. Lingkungan Hidup Dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan.
Dianti, T. 2011. Konflik Ancam Kelestarian Orangutan. Dalam media online [url=http://www.Jornas.com.]www.Jornas.com.[/url]
Hilmi, M. F. 2012. Hocru Evakuasi Orangutan yang Mengganggu Warga. Dalam media online [url=http://www.kompas.com.]www.kompas.com.[/url]

Referensi

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1998 Tentang Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam.
0
2.8K
19
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Green Lifestyle
Green LifestyleKASKUS Official
3KThread3KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.