Terduga Teroris Rizal Sempat Pamit untuk Lanjutkan Kuliah S2

TULUNGAGUNG - Kesan teroris jauh dari sosok Rizal. Ia dikenal supel dalam bergaul dan berhubungan baik dengan warga Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.

Ia datang tiga bulan lalu dengan memperkenalkan diri sebagai mubaligh yang dikirim dari sebuah ponpes di Gunungkidul, DIY, untuk berdakwah.

Rizal merupakan terduga teroris yang tewas ditembak personel Densus 88 Antiteror dalam penyergapan di Jalan Raya Pahlawan, Tulungagung, Senin, 22 Juli 2013 pagi. Selain Rizal, Densus 88 juga menembak Dayat hingga tewas. Sementara dua orang yang ditangkap hidup-hidup adalah Sapari (40) dan Mugi Hartanto.

Sri Indartini (40), suami Sapari, menuturkan, pembawaan kalem, ramah, ditambah tutur kata yang santun membuat Rizal mudah diterima masyarakat. Ilmu komunikasi massa pria yang diperkirakan berusia 27 tahun itu bagus.

Menurut Sri, tidak ada perilaku Rizal yang kaku, seperti orang asing yang pertama kali memasuki daerah baru.

"Suami saya (Sapari) yang pertama kali ditemui. Dari kesan awal orangnya memang baik,” tutur Sri.

Selain baik, Rizal terlihat sebagai sosok yang pandai dan cerdas dalam ilmu agama. Ia piawai dalam hal baca-tulis Alquran. Dalam waktu cepat, masyarakat memberinya beragam kemudahan. Rizal mendapat kesempatan menjadi imam di Masjid Al Jihad.

Ia juga dipercaya mengajar ilmu agama sekaligus diperbolehkan mengambil salah satu ruang di TK/PAUD Aisyiah sebagai tempat tinggal. TK/PAUD Aisyiah berjarak sekitar satu kilometer dari masjid.

Isi dakwahnya pun tidak pernah menyangkut persoalan jihad apalagi teroris.

“Kami juga tidak melihat aktivitas yang mengarah pada pembuatan bom,” sambungnya.

Karenanya, ia tidak percaya bahwa Rizal merupakan jaringan teroris Poso, Sulawesi Tengah.

Informasi yang dihimpun, saat tertembak hingga tewas, Rizal mengenakan kaos motif loreng dominasi warna kuning. Terduga teroris yang menurut keterangan polisi berasal dari Medan, Sumatera Utara, itu memiliki ciri fisik pada punggung telapak tangan kanan terdapat bekas luka melepuh seperti tersiram air panas.

Lebih jauh, Sri juga tidak percaya bahwa suaminya disebut terlibat teroris. Dalam penyergapan itu Sapari tertembak kakinya.

Selain sebagai perangkat desa, Sapari juga sebagai takmir Masjid Al Jihad. Sikapnya yang ramah terhadap semua orang yang membuatnya selalu terbuka dengan orang asing.

“Suami saya tidak tahu soal seperti itu (teroris). Hubunganya dengan Rizal baik karena Rizal sendiri juga baik,“ jelasnya.

Pada Jumat, 19 Juli 2013 sekira pukul 22.00 WIB, Rizal datang untuk bertemu Sapari. Ia mengatakan hendak pamit ke Bekasi, Jawa Barat, guna melanjutkan kuliah S2.

“Karena di rumah tidak bertemu suami saya (Sapari), ia langsung balik lagi ke TK,“ terangnya.

Keesokan harinya Rizal kembali ke rumah bersama Dayat. Rizal mengenalkan Dayat sebagai santri di salah satu pondok pesantren di Kediri.

“Tampilan Dayat ini memang seram, rambutnya gondrong dan gimbal. Dalam pertemuan itu, Rizal kembali menegaskan hendak ke Bekasi untuk melanjutkan kuliah S2 di sana,” lanjutnya.

Kesan seram dan menakutkan juga diakui pada Dayat juga diakui Suparti, adik kandung Sapari. Namun menurut Suparti penampilan Dayat lebih menyerupai pemuda berandalan daripada seorang teroris.

“Meskipun seram, kami tidak berpikir kalau yang bersangkutan sebagai teroris,” ucap Suparti.

Ia menegaskan, kakaknya hanya berniat mengantar Rizal dan Dayat ke tempat pemberhentian bus. Karena sepeda motor tidak cukup, ia meminta pertolongan Mugi Hartanto, warga Desa Gambiran, Kecamatan Pagerwojo, yang kebetulan melintas. Sebab motor yang ada hanya sat, sementara yang perlu diantar ke kota ada dua orang.

Sama dengan Sapari, Mugi yang bekerja sebagai tenaga honorer guru SD negeri di desa setempat itu juga ditembak bagian kaki. Saat ini keduanya masih diamankan aparat kepolisian.

http://surabaya.okezone.com/read/201...tkan-kuliah-s2

rizal kok jadi teroris sih

tunggu koment kimax and the gank