Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

agninistanAvatar border
TS
agninistan
Rita, Di Antara Panser
Rita, Di Antara Panser

Oleh: Nur Hidayati 0 Komentar FacebookTwitter

Di antara karyawan di pabrik senjata dan kendaraan tempur PT Pindad, Rita Widayati wira-wiri dengan gaun pendek, sepatu bertumit tinggi, dan rambut dicat merah. Ia ramah, tetapi sebagai direktur keuangan, Rita bisa sangat disiplin.





Di jajaran direksi PT Pindad, Rita mendapat gelar ”si ragil” alias anak bungsu. Selain satu-satunya direktur perempuan, ia juga direktur termuda. Di sana, ia juga membawahi deputi-deputi yang sudah puluhan tahun bekerja. ”Tiba-tiba datang perempuan umur 35 tahun, tetapi mereka bisa menerima perbedaan dengan sangat baik. Buatku, itu blessing luar biasa.”

Rita dipilih menjadi salah satu direktur di badan usaha milik negara itu melalui proses uji kelayakan dan kepatutan. Sebelumnya, selama delapan tahun ia jadi ”dokter” untuk BUMN yang bermasalah di Perusahaan Pengelola Aset (PPA).

”Kayak dokter beneran! Kalau dokter yang diperiksa manusia, ini periksa perusahaan,” kata Rita.

”Sakitnya di mana saja, diidentifikasi, lalu buat solusi untuk masing-masing masalah,” katanya melanjutkan.

Rita lalu akan mempresentasikan opsi solusi itu kepada pemegang saham, Kementerian BUMN. Konsultan lain tugasnya selesai pada memberikan resep, sedangkan PPA juga mengimplementasikan dan monitoring.

Rita berbicara dengan tempo cepat dan penuh semangat ketika bercerita tentang proses restrukturisasi dan revitalisasi BUMN. ”Untuk melakukan tugas itu, dasar keuangan dan audit penting, tetapi saya juga harus belajar operasional perusahaan. Kalau itu perusahaan manufaktur, harus ngerti bagaimana proses manufaktur itu secara teori dan praktiknya.”

Pengalaman kerja di PPA dan sebelumnya di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) membekali Rita dengan kompetensi yang dibutuhkan untuk posisi barunya saat ini di Pindad. ”Tetapi Pindad ini perusahaan sehat yang tidak pernah jadi pasien PPA lho.”

Apa pun topik yang dibicarakan, berbincang dengan Rita terasa menyenangkan. Ia bertutur seperti kawan lama, diselingi tawa tergelak di sana-sini. Logat Jawa tersisa pada gaya bicara perempuan kelahiran Trenggalek, Jawa Timur, ini.

”Aku ke Jakarta pertama kali bersama bapakku ya pas masuk STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) tahun 1995. Waktu itu kami enggak kebayang kalau di Jakarta terminal bus itu banyak. Jadi, kami turun di Pulogadung, nyasar-nyasar. Masuk Jakarta pagi, sampai kampus STAN sore.”

Menilik masa lalu, Rita bercerita, sejak kecil ia sebenarnya bercita-cita jadi dokter. Ketika tamat SMA pun ia lulus diterima studi kedokteran di salah satu universitas di Surabaya. Namun, pada saat yang sama diumumkan pula bahwa ia diterima studi dengan beasiswa dan ikatan dinas di STAN.

Rita pun berputar haluan. ”Saya mikir biaya kuliah kedokteran mahal. Enggak ingin nyusahin orangtua,” katanya.
Kerja dan salon

Karena prestasi akademik, Rita bisa langsung melanjutkan pendidikan program Diploma III ke S-1 di STAN. Sejak tahun pertama kuliah ia sudah jadi calon pegawai negeri sipil di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). ”Jadi kuliah dapat gaji. Belum seberapa, tetapi bisa menghidupi diri sendiri. Tambah kasih les matematika anak-anak kompleks sekitar kampus, sudah bisa kirim duit ke orangtua.”

Sambil menggarap skripsi, Rita juga bekerja di kantor akuntan. Begitu tamat kuliah pada usia 21 tahun, ia menuntaskan kewajiban ikatan dinas di BPK dan memilih berkarier di BPPN. Dari situ bentang karier ia jalani. Mulai dari akuntan murni, jadi konsultan, pindah ke PPA, hingga akhirnya bergabung di Pindad sebagai direktur keuangan.

”Kalau melihat karakterku mungkin orang tak mengira kalau latarku akuntansi yang harusnya supporting di meja. Aku lebih senang ketemu orang, mempresentasikan ide ke orang lain, dan puas kalau ideku bisa diterima.”

Bagi Rita, satu-satunya ”kerugian” bekerja di Pindad adalah jauh dari salon. Dulu tiap pagi sebelum ngantor, ia cuci rambut dan blow dulu di salon. Sekarang di Pindad, ia memotong rambut pendek saja supaya bisa cuci dan blow sendiri. Acara ke salon pun terpaksa hanya dilakukan Rita saat tak ada agenda penting di akhir pekan. Beruntung, dua putrinya, Kania Naffarindra K (13) dan Diva Narindra K (10), suka menemani Rita ke salon. ”Tetapi mereka betahnya paling tiga jam.”

Lho, jadi bisa berapa lama Rita di salon? ”Aku bisa lho dari pagi sampai malam di salon. Pijat lulur, ratus, body bleaching, masker, creambath, manicure, pedicure, waxing.”

Wow, Rita pasti bagaikan kembang. Harum sekali....

http://print.kompas.com/KOMPAS_ART00...00000001179657

Rita, Di Antara Panser

Rita, Di Antara Panser

mantep banget orangnya,
0
19.2K
75
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Militer
MiliterKASKUS Official
20KThread7.3KAnggota
Urutkan
Terlama
Thread Digembok
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.