- Beranda
- The Lounge
Fakta-Fakta Mengerikan Yang Akan Di alami DKI Jakarta
...
TS
Bhimabhimbul
Fakta-Fakta Mengerikan Yang Akan Di alami DKI Jakarta
Assalamualaikum Wr.Wb
Permisi momod, agan agan dan aganwati sekalian, ane newbi mencoba bikin Thread nih gan. Semoga Thread ini bermanfaan dan tentunya semoga bukan repost ya.gan
Kalo berkenan boleh gan di dan tentunya di timpuk
asal jangan di timpuk ya gan, kan namanya juga ane newbi gan
asal jangan di timpuk ya gan, kan namanya juga ane newbi gan
Quote:
Tadi pagi ane berangkat kampus ditemani dengan rintikan hujan dan macetnya Ibukota Jakarta. Di radio yang kebetulan ane setel tadi pagi ada berita tentang banjir disebagian wilayah jakarta, Ditambah permasalahan yang menimpa Jakarta ini dari mulai Macet, Sampah, Banjir,dan setumpuk masalah lainnya. Ane jadi berpikir apa aja kerugian yang dihadapi jakarta. setelah ane mencari dari beberapa sumber ane menemukan fakta yang cukup mengejutkan. Yuk di liat beberapa fakta yang ane dapet.
Fakta-Fakta Yang Akan Di Alami Jakarta
Kerugian Akibat Kemacetan
Spoiler for "Kerugian Akibat Kemacetan":
TEMPO.CO, Jakarta - Jika tak mampu mengurai macet, Jakarta dinilai akan kerugian materil hingga Rp 65 Triliun Per Tahun pada 2020. Hal tersebut diungkapkan dalam Study on Integrated Tranportation Master Plan Phase II (SITRAMP II). Studi gabungan Bappenas dan JICA ini dijadikan oleh PT Mass Rapid Transportation sebagai gambaran untuk mendesak penambahan moda transportasi angkutan umum.
Dalam paparan studi itu dirincikan, kerugian materil akibat waktu yang terbuang akibat kemacetan mencapai Rp 40 triliun per tahun pada 2020. Sementara Rp 35 triliun kerugian lain didapat dari biaya operasi kendaraan akibat terjebak macet.
Kerugian hampir Rp 65 triliun ini belum mencakup kerugian kesehatan dan lingkungan akibat polusi berlebih yang ditimbulkan dari macet.
Angka ini bertambah pesat dari taksiran kerugian akibat macet pada 2005. Di tahun itu, Yayasan Pelangi pernah merilis penelitian yang menyebut angka kerugian akibat macet mencapai Rp 12,8 triliun.
Dalam paparannya, Dr. Heru Sutomo dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) menyatakan saat ini kerugian akibat macet mencapai hampir Rp 35 triliun per tahun. Hal itu didapat dari biaya bensin yang sia-sia mencapai Rp 12 triliun per tahun dan biaya operasional kendaraan Rp 23 triliun per tahun.
Untuk meminimalisasi dampak kerugian ini, dalam paparannya berjudul 'Kebijakan Transportasi Jakarta'. Heru Sutomo menyatakan ada tiga hal yang bisa dilakukan. Pertama adalah peningkatan kuaitas dan kuantitas transportasi umum. Kedua adalah aturan penggunaan kendaraan, dan ketiga adalah penambahan ruas jalan.
Dalam paparan studi itu dirincikan, kerugian materil akibat waktu yang terbuang akibat kemacetan mencapai Rp 40 triliun per tahun pada 2020. Sementara Rp 35 triliun kerugian lain didapat dari biaya operasi kendaraan akibat terjebak macet.
Kerugian hampir Rp 65 triliun ini belum mencakup kerugian kesehatan dan lingkungan akibat polusi berlebih yang ditimbulkan dari macet.
Angka ini bertambah pesat dari taksiran kerugian akibat macet pada 2005. Di tahun itu, Yayasan Pelangi pernah merilis penelitian yang menyebut angka kerugian akibat macet mencapai Rp 12,8 triliun.
Dalam paparannya, Dr. Heru Sutomo dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) menyatakan saat ini kerugian akibat macet mencapai hampir Rp 35 triliun per tahun. Hal itu didapat dari biaya bensin yang sia-sia mencapai Rp 12 triliun per tahun dan biaya operasional kendaraan Rp 23 triliun per tahun.
Untuk meminimalisasi dampak kerugian ini, dalam paparannya berjudul 'Kebijakan Transportasi Jakarta'. Heru Sutomo menyatakan ada tiga hal yang bisa dilakukan. Pertama adalah peningkatan kuaitas dan kuantitas transportasi umum. Kedua adalah aturan penggunaan kendaraan, dan ketiga adalah penambahan ruas jalan.
" style="font-family:Roboto !important;">Kerugian Akibat Banjir
Spoiler for "Kerugian Akibat Banjir":
Merdeka.Com. Banjir besar yang melanda Jakarta di awal 2013, melumpuhkan mayoritas sendi kehidupan dan dunia usaha. Kerugian materi yang besar, tidak terhindarkan. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo memperkirakan, kerugian mencapai Rp 20 triliun. Nominal itu mencakup seluruh sektor.
"Kerugian akibat banjir ini tidak sedikit. Kalau dihitung-hitung, total kerugian banjir pada tahun ini kira-kira mencapai Rp 20 triliun," kata Jokowi di Balai Kota, Jakarta, Selasa (22/1).
Namun, kerugian besar tidak hanya terjadi banjir tahun ini saja. Pada banjir besar yang melanda Jakarta 2007 silam, kerugian juga mencapai angka triliunan.
Berdasarkan data dari 'Laporan Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Pasca Bencana Banjir Awal Februari 2007 di Wilayah Jabodetabek', yang dikeluarkan Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) 16 Februari 2007, diperkirakan kerugian mencapai Rp 5,16 triliun.
Bila dirinci, banjir yang melanda dari 31 Januari hingga 8 Februari 2007 itu, perkiraan merugikan sektor UKM dan koperasi sekitar Rp 781 juta per hari.
Sementara kerugian pada BUMD senilai Rp 14,4 miliar. Sektor kerugian BUMN, seperti PLN merugi Rp 17 miliar per hari, PT Telkom merugi Rp 18 miliar, dan PT Pertamina Rp 100 miliar.
Kerusakan infrastruktur sungai diperkirakan senilai Rp 383,87 miliar. Karena rusaknya tanggul pada 13 sungai, dan Kanal Banjir Timur dan Barat, serta tebing kali Ciliwung dan pintu air.
Perkiraan kerugian jalan raya dan kereta api Rp 601,39 miliar. Berdasarkan informasi selama satu minggu, diperkirakan PT KAI mengalami opportunity loss dari pendapatan penjualan karcis senilai Rp 1 sampai 1,5 miliar per hari.
Perkiraan terhadap kerugian perbaikan sarana dan prasarana kegiatan belajar, senilai Rp 14,17 miliar. Kerugian akibat kerusakan rumah tinggal, yang diperkirakan sebanyak 89,770 rumah terendam mencapai Rp 695,7 juta lebih.
Bappenas mengasumsikan kerugian Rp 10 juta per unit, untuk rumah non permanen yang hilang tersapu banjir. Sedangkan Rp 20 juta per unit, untuk memperbaiki rumah dan kerusakan terhadap furniture serta peralatan rumah permanen, dan Rp 5 juta untuk kalkulasi kerusakan ringan.
Kerugian besar akibat banjir, juga harus ditelan warga Jakarta pada 2002 lalu. Berdasarkan data dari buku 'Hubungan Kerjasama Institusi dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai' karya omo Rusdiana dan kawan-kawan, Jakarta harus merugi sedikitnya Rp 9,8 triliun.
Dengan rincian kerugian sektor ekonomi Rp 2,5 triliun, transportasi dan telekomunikasi sebesar Rp 78,5 miliar, kerusakan langsung Rp 5,3 triliun, dan kerusakan tidak langsung Rp 2,8 triliun.
Pada banjir 2002, sedikitnya 3,7 juta dari 8,3 juta penduduk Jakarta kebanjiran. Sedangkan, luasan daerah yang kebanjiran mencapai 65 hektar, dan luas genangan banjir 8,7 hektar..
"Kerugian akibat banjir ini tidak sedikit. Kalau dihitung-hitung, total kerugian banjir pada tahun ini kira-kira mencapai Rp 20 triliun," kata Jokowi di Balai Kota, Jakarta, Selasa (22/1).
Namun, kerugian besar tidak hanya terjadi banjir tahun ini saja. Pada banjir besar yang melanda Jakarta 2007 silam, kerugian juga mencapai angka triliunan.
Berdasarkan data dari 'Laporan Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Pasca Bencana Banjir Awal Februari 2007 di Wilayah Jabodetabek', yang dikeluarkan Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) 16 Februari 2007, diperkirakan kerugian mencapai Rp 5,16 triliun.
Bila dirinci, banjir yang melanda dari 31 Januari hingga 8 Februari 2007 itu, perkiraan merugikan sektor UKM dan koperasi sekitar Rp 781 juta per hari.
Sementara kerugian pada BUMD senilai Rp 14,4 miliar. Sektor kerugian BUMN, seperti PLN merugi Rp 17 miliar per hari, PT Telkom merugi Rp 18 miliar, dan PT Pertamina Rp 100 miliar.
Kerusakan infrastruktur sungai diperkirakan senilai Rp 383,87 miliar. Karena rusaknya tanggul pada 13 sungai, dan Kanal Banjir Timur dan Barat, serta tebing kali Ciliwung dan pintu air.
Perkiraan kerugian jalan raya dan kereta api Rp 601,39 miliar. Berdasarkan informasi selama satu minggu, diperkirakan PT KAI mengalami opportunity loss dari pendapatan penjualan karcis senilai Rp 1 sampai 1,5 miliar per hari.
Perkiraan terhadap kerugian perbaikan sarana dan prasarana kegiatan belajar, senilai Rp 14,17 miliar. Kerugian akibat kerusakan rumah tinggal, yang diperkirakan sebanyak 89,770 rumah terendam mencapai Rp 695,7 juta lebih.
Bappenas mengasumsikan kerugian Rp 10 juta per unit, untuk rumah non permanen yang hilang tersapu banjir. Sedangkan Rp 20 juta per unit, untuk memperbaiki rumah dan kerusakan terhadap furniture serta peralatan rumah permanen, dan Rp 5 juta untuk kalkulasi kerusakan ringan.
Kerugian besar akibat banjir, juga harus ditelan warga Jakarta pada 2002 lalu. Berdasarkan data dari buku 'Hubungan Kerjasama Institusi dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai' karya omo Rusdiana dan kawan-kawan, Jakarta harus merugi sedikitnya Rp 9,8 triliun.
Dengan rincian kerugian sektor ekonomi Rp 2,5 triliun, transportasi dan telekomunikasi sebesar Rp 78,5 miliar, kerusakan langsung Rp 5,3 triliun, dan kerusakan tidak langsung Rp 2,8 triliun.
Pada banjir 2002, sedikitnya 3,7 juta dari 8,3 juta penduduk Jakarta kebanjiran. Sedangkan, luasan daerah yang kebanjiran mencapai 65 hektar, dan luas genangan banjir 8,7 hektar..
Kerugian Akibat Sampah
Spoiler for "Kerugian Akibat Sampah":
Okezone.com - JAKARTA. Akibat manajemen pembuangan sampah yang kurang tertata, biaya kerugian yang mesti ditanggung penduduk Jakarta akibat sampah mencapai Rp800 miliar per tahun.
Pakar Teknologi Lingkungan dari Universitas Indonesia (UI) Firdaus Ali menjelaskan, total kerugian itu dihitung dari biaya yang dikeluarkan masyarakat yang mesti membeli air karena sampah yang mencemari sumber air bersih di Ibukota.
Lalu biaya rumah sakit akibat polusi yang ditimbulkan dari polusi sampah dan juga sanitasi yang memburuk, juga mesti ditanggung warga DKI. Akibatnya, produktivitas kerja warga juga berkurang sehingga pendapatan pun terpotong.
"Bandingkan dengan berapa alokasi pemprov untuk anggaran kesehatan, maka kerugian akibat sampah ini ialah jumlah kerugian yang luar biasa," katanya dalam diskusi bertajuk Sarat Pencakar Langit, Tak Miliki Pembuangan Akhir Sampah di Mayapada Tower, Jakarta, Selasa (29/9/2009).
Firdaus menambahkan, DKI masih bergantung dengan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi, sementara kapasitasnya tidak mencukupi. Akibatnya, banyak sampah bertebaran di jalan, saluran air, dan sungai.
Tercatat, volume sampah DKI per hari mencapai 26.945 meter kubik, sedangkan kapasitas TPA Bantar Gebang hanya 4.850 ton.
"Lima sampai sepuluh tahun dari sekarang orang harus pakai masker karena kegagalan memanage sampah," imbuhnya.
TPA Bantar Gebang sendiri, terangnya, telah menjelma menjadi gunungan sampah yang mencemari lingkungan. Apalagi teknologinya masih menggunakan sanitary landfill� yang hanya sekadar membuang dan menumpuk sampah ke lokasi cekungan. Lalu sampah hanya sekedar dipadatkan kemudian menutupnya dengan tanah.(lam)
(Neneng Zubaidah/Koran SI/mbs).
Pakar Teknologi Lingkungan dari Universitas Indonesia (UI) Firdaus Ali menjelaskan, total kerugian itu dihitung dari biaya yang dikeluarkan masyarakat yang mesti membeli air karena sampah yang mencemari sumber air bersih di Ibukota.
Lalu biaya rumah sakit akibat polusi yang ditimbulkan dari polusi sampah dan juga sanitasi yang memburuk, juga mesti ditanggung warga DKI. Akibatnya, produktivitas kerja warga juga berkurang sehingga pendapatan pun terpotong.
"Bandingkan dengan berapa alokasi pemprov untuk anggaran kesehatan, maka kerugian akibat sampah ini ialah jumlah kerugian yang luar biasa," katanya dalam diskusi bertajuk Sarat Pencakar Langit, Tak Miliki Pembuangan Akhir Sampah di Mayapada Tower, Jakarta, Selasa (29/9/2009).
Firdaus menambahkan, DKI masih bergantung dengan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi, sementara kapasitasnya tidak mencukupi. Akibatnya, banyak sampah bertebaran di jalan, saluran air, dan sungai.
Tercatat, volume sampah DKI per hari mencapai 26.945 meter kubik, sedangkan kapasitas TPA Bantar Gebang hanya 4.850 ton.
"Lima sampai sepuluh tahun dari sekarang orang harus pakai masker karena kegagalan memanage sampah," imbuhnya.
TPA Bantar Gebang sendiri, terangnya, telah menjelma menjadi gunungan sampah yang mencemari lingkungan. Apalagi teknologinya masih menggunakan sanitary landfill� yang hanya sekadar membuang dan menumpuk sampah ke lokasi cekungan. Lalu sampah hanya sekedar dipadatkan kemudian menutupnya dengan tanah.(lam)
(Neneng Zubaidah/Koran SI/mbs).
Dan tidak hanya itu saja ternyata, ane menemukan satu Fakta lainnya yang cukup mengerikan untuk di bayangkan
Spoiler for "Buka Ini Gan.. ":
Jakarta akan Tenggelam Bersama 115 Pulau
inilah..com, Jakarta - Perubahan iklim global bisa menenggelamkan 115 pulau di Indonesia. Ibukota negara pun akan tenggelam dan lebih aman jika pindah ke Pulau Kalimantan.
Wakil Ketua Pokja Adaptasi Dewan Nasional Perubahan Iklim Dr Armi Susandi menyatakan kenaikan permukaan air laut sebagai dampak perubahan iklim global mampu menenggelamkan wilayah pesisir RI. Ibukota Jakarta juga bisa tenggelam jika tidak ada penanganan serius.
Oleh karena itu ia setuju ibukota dipindahkan ke Kalimantan. "Ide yang sangat bagus jika Jakarta bisa dipindahkan ke Kalimantan pada 2030 sebagai ibukota negara, karena potensi tingkat bahaya yang lebih rendah. Jakarta juga sudah sangat padat dan mencemari lingkungan," ujarnya saat ditemui di Kampus UI Depok kemarin.
Armi yang juga dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB mengatakan, kajian juga menunjukkan ada 115 pulau yang akan tenggelam di Indonesia di 2100. Sementara wilayah utara pulau Jawa juga termasuk rawan tenggelam.
Pada 2010, permukaan air laut Indonesia diperkirakan naik 0,4 meter dan luas wilayah yang hilang adalah 7.408 km persegi. Sementara pada 2050 diperkirakan permukaan air laut akan naik 0,56 meter dengan luas wilayah tenggelam sebesar 30.120 km persegi.
Sedangkan di 2100 wilayah daratan Indonesia yang akan tertutup air sebanyak 90.260 km persegi, dengan kenaikan permukaan air laut 1,1 meter.
"Dampak bencana alam Kalimantan lebih rendah ketimbang Pulau Jawa, kenaikan permukaan air laut perairan Kalimantan lebih rendah daripada Pulau Jawa. Kalimantan lebih ekologis jika digunakan untuk menata kota, tanah yang tidak sesubur pulau Jawa juga bisa menjadi alasan agar pulau Jawa dioptimalkan unsur kandungan tanahnya," ujar Armi.
Bappenas dan Kementerian Lingkungan Hidup sudah melakukan kajian mengenai kemungkinan untuk memindahan ibukota ke wilayah lain. Sedangkan Kalimantan tidak rawan gempa, karena selain bukan pertemuan lempeng tektonik juga tidak memiliki gunung berapi.
Namun Armi menuturkan jika ingin membuka ibukota di Kalimantan, jangan membuka hutan seluruhnya, karena memang struktur tanahnya berbeda dengan Pulau Jawa.
"Antara Palangkaraya dan Banjarmasin, saya lebih cenderung ke Palangkaraya karena memang jika ditata akan lebih baik. Wilayah topografinya cenderung datar sehingga memudahkan proses pembangunan, bisa menjadi pusat pertumbuhan baru sehingga menggeser penumpukkan ekonomi yang ada di Jawa dan menghindari perubahan iklim lebih mengancam Pulau Jawa," tambah Armi.
Sementara Pengamat Ekonomi Lingkungan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Tezza Napitupulu kurang sependapat jika ibukota Republik Indonesia hanya sekadar dipindahkan jika tata ruang wilayahnya tidak dikelola dengan baik. Selain itu waktu kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim dinilai masih sangat lama.
"Saya sangat setuju jika memang dipindahkan, tetapi bukan berarti akan menyelesaikan masalah. Pemerintah sudah punya RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang seharusnya konsisten peruntukkannya, kantor Kementerian LH saja ada di pinggir sungai. Jika dipindahkan ke Kalimantan lalu tidak diatur, apa mau dipindahkan lagi ke Papua?. Kembali ke konsistensi pelaksanaan RTRW, itu kunci dasarnya," ujarnya.
Menurut Tezza, ekonomi lingkungan bukan hanya tanggung jawab negara maju, tetapi negara berkembang. Pemerintah jangan hanya mementingkan angka pertumbuhan semata, tetapi juga memperhatikan lingkungan. Sementara sejauh ini baru sektor energi yang diberi perhatian.
"Pembangunan ekonomi sebaiknya difokuskan memiliki dampak lingkungan luas seperti gorong-gorong untuk banjir jangan hanya mall, alasan lapangan pekerjaan tidak tepat. Trade-off antara pemikiran lingkungan dengan aspek ekonomi harus ada," ujar Tezza..
Quote:
Itu bebrapa fakta mengerikan yang ane temukan tentang Jakarta sebagai Ibu kota negara ini gan. coba agan agan atau aganwati bayangkan kalo itu semua terus berlangsung, dan dampaknya mungkin bisa lebih parah dari itu. gimana nasib anak cucu kita nanti ya..
Bagi ane diperlukan kesadaran dari semua masyarakat dan pemerintah gan, biar hal seperti ini tidak menimbukan dampak yang lebih parah. .
Mungkin kita ga mengalami bencana buruk itu. tapi apa ada yang jamin anak cucu kita ga ngerasain penderitaannya nanti
Maaf kalo Thread ini berantakan, dan mungkin menyalahi aturan atau bahkan repost.
kalo berkenan ane minta sama yaa
Budayakan Menghargai Hasil Orang Lain Yaaa...
Quote:
Kunjungi Thread Ane yang lain gan
Kota Dengan Mall Terbanyak Di Dunia
Fakta Mengerikan Yang Akan Dialami DKI Jakarta
Asal Usul Mudik Atau Pulang Kampung
Diubah oleh Bhimabhimbul 30-07-2013 13:30
0
20K
Kutip
241
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
924.8KThread•89.9KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya