Jakarta - Pemerintah bersama DPR siap membahas mengenai Rancangan Undang-undang (RUU) Redenominasi. RUU yang bernama Perubahan Harga Rupiah tersebut bakal diselesaikan di tahun 2013 ini.
Dalam RUU Perubahan Harga Rupiah tersebut, tertuang waktu pelaksanaan proses penyederhanaan rupiah akan dimulai 1 Januari 2014.
"Jadi nanti jika telah disahkan menjadi Undang-undang redenominasi akan dimulai pada 1 Januari 2014," ungkap anggota Pansus Redenominasi Arif Budimanta kepada detikFinance, Senin (15/7/2013).
Namun Arif bakal menelisik lebih jauh RUU yang menurutnya tidak jelas tersebut. "Jadi lebih banyak isinya mengenai pelaksanaan, tata cara, tata waktu mengenai redenominasi. Menurut kami secara substansi dan momentum saja masih banyak rakyat yang belum paham," ungkapnya.
"Apalagi ini kita dihadapkan dengan suasana inflasi yang menjulang," imbuh Politisi PDIP ini.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sendiri optimistis kebijakan redenominasi tidak akan sulit dipahami masyarakat awam termasuk yang berada di pedesaan. Pasalnya, banyak masyarakat yang sudah mengenal mata uang asing.
Redenominasi merupakan penyederhanaan rupiah tanpa mengurangi nilainya. Intinya rupiah akan dihilangkan angka nol-nya. BI sendiri mengungkapkan 3 angka nol lebih tepat dihilangkan, jadi Rp 1.000 akan menjadi Rp 1 nantinya.
[URL="http://finance.detik..com/read/2013/07/15/120209/2302757/5/1-januari-2014-perubahan-rp-1000-jadi-rp-1-bakal-dimulai?991104topnews"]SUMBER[/URL]
ane sih dah siap siap dari sekarang beliin dollar
soalnya takut duit indo makin gak laku karena redenominasi ini kalo gak dipersiapkan dengan baik akan memicu inflasi berkelanjutan.. apalagi mau pemilu lagi.. ngurus harga daging & cabe aja gak becus, apalagi ini trial error redenominasi, gak tau akibatnya bakal baik atau nggak...
Ane gak minta yang laen nurutin ane beli dollar, tiap orang punya cara masing masing untuk LINDUNG NILAI HARTANYA.. ada yang ke dollar, emas, properti dll..
kalo pemerintah sini becus ngurus negara, gak akan inflasi tinggi, nilai dollar terhadap rupiah gak akan naek, sekarang aja dah Rp 10000 akhirnya dibiarkan tanpa diintervensi... malah bilang tuh bukan angka psikologis. terus coba2 redenominasi, yang kita gak tau dengan cara kerja pemerintah gimana, kalo berhasil sih oke, kalo nggak???
kemaren2 ane beli dollar di harga 9700 an, buat bayar agen importir ane, kalo nggak beli kemaren sekarang ane bayar pake harga 10000 lebih.. nyesek dong
situ kere sih, gak pernah bayar pake dollar, (BEGO DIPIARA!! BELAJAR EKONOMI DIKIT DONG, PANTAS KERE...) - maaf lagi emosi berat
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ahhh, baru nyadar jadi HT, HT yang pertama kali lagi selama ngaskus, dah ngomong kasar lagi di HT pertama, maaf ya agan, mimin, momod, sama ane sengaja gak dihapus deh kata-katanya (cewe dilihat dari bodynya, cowo dilihat dari kata-katanya) tapi ane minta maaf dah tulis kata-kata kasar, maklum emosi berat nih
setuju gan
itu juga yang ane kwatirkan gan
ane gak setuju, tapi ane hargai gan
ane gak setuju gan, tapi ane hargai gan, dan ane gak percaya garansi dari agan, gak laku...
iye gan, mending emas gan, tapi ane tetep harus punya persediaan dollar buat bayar utang.
ane tetep ngerasa tinggi gan, gak peduli orang laen bikin kategori berbeda, soalnya dari Januari 2012 (3.65 %) sekarang jadi Juni 2013 (5.90 %).
lah kalo pemerintah / profesor ekonomi bilang 100% masih inflasi sedang-sedang aja, lalu ane harus ngangguk-ngangguk aja dengan kategori setuju...
yang ngerasain kan tetep ane... tapi ane hargai pendapat agan
oh gitu ya gan
iya, begitulah gan yang ane pikirin
wah agan nanya ke ane, terus ane harus tanya kemana....
Quote:
Original Posted By FFZ►Thread ini bagus sih materi perekonomiannya , tapi thread beginilah yang membuat panik masyarakat
Semoga berita ini ga naik ke permukaan , seperti media tv dll
Sebenarnya perkiraan ane maksimal inflasi cuma di titik 20% , itu pun masih bisa ditekan serendah mungkin , karena pertimbangan itulah pemerintah berani mengambil langkah untuk "menghilangkan angka nol " di rupiah . Nah yang ane takutkan pemberitaan yang berlebihan yang membuat orang" awam pada tukerin rupiah ke dollar , membuat titik yang ane patok 20% tuh bisa melambung gan . Dan yang paling ane takutkan lagi , ini sangat bisa dimanfaatkan oleh "oknum" untuk memanfaatkan situasi ini .
BBM : OK , harga barang pokok mahal nih , kita masih import lagi
Tambah pemilu di tahun redenominasi rupiah
:
Pemilu aja di tahun 2014 , nanti kan presiden baru , lebih baik redakan situasi dulu .
dah tuh
Quote:
Original Posted By thamzz►nih gan ane kasih solusi buat agan dari pada agan membeli dollar, lebih baik agan beli emas batangan karena emas tidak terpengaruh oleh inflasi nilainya dalam jangka pendek terjadi fluktuasi naik dan turun, tetapi apa bila dalam jangka panjang nilai nya selalu akan naik
Code:
[img]http://s.kaskus.id/images/2013/07/18/1227067_20130718090120.gif[/img]
hal ini pula yang seharusnya menjadi mata uang, bukan uang kertas yang nilainya dapat terpengauhi oleh inflasi
kalau berkenan taruh dipage one gan
emas kayanya masih bakalan turun setelah denger pidato Om Bernake tadi malam
Quote:
Original Posted By cronohakz►kalo menurut ane, ini adalah salah satu kasus yg dimana
teori chaos itu berlangsung, mungkin yg ga pernah denger tau tntang butterfly effect dan domino effect
klo diliat dari teori ini yg kemungkinan akan tejadi adalah:
1. nilai mata uang rupiah semakin tak bernilai
ok kalo ntar (USD 1 = IDR 10) kurs skrng, klo pmerintah USA tetap menetapkan ( USD 1 = IDR 10000) gmn...?
2. harga barang apapun itu akan dibulatkan keatas (bener kata agan2 yg lain)
3. masyarakat awam akan dijadikan kelinci percobaan untuk trial error
mungkin 3 hal diatas udh pada dibahas, tp yg lebih parah adalah effect lainya seperti:
1. meningkatnya kekerasan
2. orang akan melakukan pekerjaan apa saja untuk uang lebih
3. tidak ada orang yg mau menjadi buruh
4. orang akan lebih memilih menjual properti dan barang berharga lainnya ketimbang bahan makanan / sembako
mungkin itu aja gan share dri ane..
moga bermamfaat...
klo bisa pegwan TS
iloveindonesia
teori chaos ya gan
Quote:
Original Posted By SALAFY►Redenominasi rupiah oleh Bank Indonesia segera dimulai. Masyarakat harus mengantisipasinya dengan tepat, dan mengambil tindakan sendiri.
Pelaksanaan redenominasi rupiah sudah semakin dekat. Meski belum ada dasar hukumnya, BI sudah menyosialisasikan rancangan rupiah baru. RUU Redenominasi sudah hampir pasti akan digolkan akhir 2013 ini, hingga redenominasi dapat dimulai sesuai rencana, yaitu awal 2014. Dalam hal ini Pemerintah dan DPR hanya diperlukan sebagai pemberi legitimasi legal saja, sebab BI, sebagai entitas di luar Pemerintahan RI, memiliki kebebasan penuh mengambil keputusan kebijakan moneter, yang tidak dapat dihalangi oleh pemerintah dan DPR.
Dua tahun lalu, Wakil Presiden RI, Bapak Boediono, yang merupakan mantan Gubernur BI pun sudah menegaskan: “Bahwa itu adalah kewenangan Bank Indonesia!” Tentu saja. BI adalah bagian dari International Monetary Fund (IMF), bukan dari Pemerintah Republik Indonesia. Kini yang dilakukan oleh para pejabat BI adalah meyakinkan masyarakat bahwa redenominasi berbeda dengan sanering. Bahwa penghilangan tiga angka 0 pada rupiah tidak mengubah nilai tukarnya.
Benarkah klaim BI tersebut?
Anda harus memahami makna redenominasi yang sebenarnya. Sebab, Andalah yang menerima akibatnya, bukan mereka. Anda perlu memahami tindakan yang bisa diambil untuk menyelamatkan harta benda pribadi dan keluarga. Kalau redenominasi itu dilaksanakan, atau selama masa rencana ini, apa yang bisa Anda lakukan?
Memahami Redenominasi
Redenominasi adalah teknik baru para bankir dalam merekalibrasi mata uang. Langkah ini dilakukan karena dua alasan (1) inflasi atau (2) devaluasi. Atau, kalau bukan karena keduanya, karena alasan geopolitik tertentu. Ini terjadi, misalnya, ketika berbagai bankir di Eropa bersepakat untuk memiliki mata uang regional euro, yang mengharuskan tiap negara Uni Eropa merekalibrasi mata uang nasional masing-masing. Ini adalah upaya pengendalian seluruh masyarakat setempat di bawah satu kekuasan bankir tertentu.
Bila redenominasi itu dilakukan karena inflasi, maka ada dua variasi, yaitu hiperinflasi atau inflasi sangat tinggi dalam tempo singkat, atau inflasi kronis, yaitu inflasi yang terus-menerus terjadi dalam waktu panjang.
Secara teknis redenominasi mata uang nasional adalah rekalibrasi mata uang suatu negara dengan cara mengganti currency unit mata uang lama (yang berlaku) dengan mata uang yang baru, yang dipakai sebagai 1 unit mata uang. Bedanya dengan devaluasi adalah pada yang terakhir ini unit rekalibrasinya adalah mata uang asing, umumnya dolar AS. Kalau inflasinya sangat besar, maka rasioanya juga akan besar, bisa kelipatan 10, 100, 1000, atau lebih besar lagi. Dalam hal ini, proses itu lalu disederhanakan, dan disebut sebagai “penghilangan angka nol”. Dalam hal euro rekalibrasi dilakukan atas berbagai mata uang nasional terhadap satu mata uang tunggal baru, yaitu euro.
Nasib Rupiah
Sepanjang umurnya yang 68 tahunan rupiah sudah mengalami berkali-kali rekalibrasi. Yang dicatat dalam buku sejarah di sekolah adalah saat rezim Orde Lama pada 31 Desember 1965, memangkas nilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Istilah yang populer untuk peristiwa ini adalah sanering. Penyebabnya adalah hiperinflasi. Sesudah Orde Lama jatuh, selama kurun pemerintah Orde Baru, rupiah juga mengalami berkali-kali rekalibrasi, dengan istilah berbeda, yakni devaluasi. Dalam beberapa tahun awal keberadaan Republik Indonesia rupiah juga sudah mengalami beberapa kali rekalibrari.
Begitu Indonesia diakui kemerdekaannya, 1949, rupiah dipatok sebesar 3.8 per dolar AS. Sesudah melorot sampai Rp 11.4 per dolar pada 1952 (saat ORI diganti menjadi Uang Bank Indonesia), dan terus melorot sampai Rp 45, melesat menjadi Rp 0,25 pada 1965, berkat sanering Soekarno. Selama Orde Baru, atas desakan IMF dan Bank Dunia rupiah berkali-kali didevaluasi. Pada 1970 menjadi Rp 378, pada 1971 menjadi Rp 415, pada 1978 merosot lagi 55%, menjadi lebih dari Rp 625 per dolar AS; didevaluasi lagi pada September 1983, 45%, menjadi Rp 970 per dolar AS. Pada 1986 bertengger di Rp 1.660/dolar AS.
Dari waktu ke waktu nilai tukar rupiah lalu terus mengalami depresiasi sampai mencapai angka sekitar Rp 2.200 per dolar AS sebelum ‘Krismon’ 1997. Nilai rupiah kemudian ‘terjun bebas’ pertengahan 1997, dan sejak itu terus terombang-ambing - lagi-lagi atas kemauan IMF dan Bank Dunia - dalam sistem kurs mengambang (floating rate), dengan titik terendah yang pernah dicapai sebesar Rp 16.000 per dolar AS, di awal 1998, dan saat ini fluktuatif di sekitar Rp 9.500-Rp 10.000 per dolar AS.
Jadi, munculnya gagasan untuk rekalibrasi rupiah kali ini, dengan cara redenominasi melalui penghilangan tiga angka nol-nya, yakni mata uang Rp 1.000 menjadi Rp 1, penyebabnya tiada lain adalah inflasi kronis. Tetapi bagi masyarakat umum apakah ada perbedaan implikasinya antara sanering, devaluasi, dan redenominasi?
Secara substansial, tentu saja, tidak ada bedanya. Ketiganya hanya bermakna bahwa mata uang rupiah kita semakin kehilangan daya belinya. Arti kongkritnya adalah masyarakat yang memegang rupiah semakin hari semakin miskin. Dalam rentang dua tahun terakhir saja, sejak isu redenominasi dilontarkan2010 lalu, dibandingkan saat ini (2013), kalau diukur dengan nilai telor ayam saja, rupiah telah kehilangan lebih dari 25% daya belinya. Dua tahun lalu Rp 100.000 mendapatkan 7 kg telor ayam, hari ini cuma 5 kg. Tidak ada bedanya apakah rupiah itu diberi lima angka 0 (Rp 100.000) ataukah digunduli hanya dengan dua angka 0 (Rp 100) hasil redenominasi. Daya belinya sudah tergerus 25% dalam dua tahun.
Penghilangan angka nol itu sejatinya dilakukan karena dua alasan. Pertama, alasan teknis, kerepotan dalam berbagai aspek pengelolaan mata uang dengan angka nominal besar. Kedua, alasan psikologis atau tepatnya psikis, karena pada titik tertentu masyarakat tidak akan bisa manerima harga dengan nominal yang sangat besar. Tetapi, tujuan mendasarnya, adalah menutupi kegagalan mata uang kertas untuk mempertahankan daya belinya. Redenominasi hanya menyembunyikan penyakit sejatinya, yaitu depresiasi. Penyakit inflasi (akut atau kronis) atau tepatnya penurunan daya beli mata uang kertas (depresiasi) bukan cuma diderita oleh rupiah. Semua mata uang kertas mengalaminya. Dolar AS telah kehilangan daya belinya lebih dari 95% dalam kurun 40 tahun. Euro, hasil rekalibrasi geopolitis, yang konon merupakan mata uang terkuat saat ini, dalam sepuluh tahun terakhir, kehilangan sekitar 70% daya belinya. Rupiah? Lebih dari 99,9% daya belinya telah lenyap dalam 65 tahun ini. Maka, fungsi rekalibrasi sebenarnya hanyalah untuk menutupi cacat bawaan uang kertas ini. Hingga publik tidak merasakan bahwa dalam kurun 68 tahun Indonesia merdeka, kita telah dipermiskin sebanyak 275 ribu kali!
Rekalibrasi mata uang kertas adalah senjata utama para bankir untuk mengelabui masyarakat atas kenyataan ini. Dalam kurun sepuluh tahun terakhir ini saja belasan mata uang berbagai negara direkalibrasi: Turki, Siprus, Slovakia, Romania, Ghana, Azerbeijan, Slovenia, Turkmenistan, Mozambique, Venezuela, dll. Yang paling spektakuler, tentu saja, adalah dolar Zimbabwe, yang dalam kurun lima tahun terakhir mengalami tiga kali (2006, 2008, dan 2009) redenominasi, dengan menghapus total 25 angka nol pada unit mata uangnya! Toh gagal juga, yang berakhir dengan tidak dimilikinya mata uang nasional Zimbabwe, dan kini menerima dolar AS sebagai mata uang mereka!
Pilihan Masyarakat: Dinar emas dan Dirham Perak
Lalu adakah pilihan bagi masyarakat? Tentu saja ada. Yakni pilihlah alat tukar yang tidak bisa disanering, didevaluasi atau diredenominasi, artinya tidak dapat dimanipulasi oleh siapa pun, bukan cuma oleh bank sentral atau IMF, yakni alat tukar yang memiliki nilai intrinsik. Pilihan terbaik untuk itu adalah dinar emas atau dirham perak, yang kini mulai beredar luas di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Pada Januari 2013 dinar emas dan dirham perak, termasuk yang beredar di Indonesia (
www.wakalanusantara.com), telah mulai berlaku sebagai alat tukar internasional, dengan kurs tunggal. Mata uang tunggal Islam ini berada di bawah regulasi World Islamic Mint. Setidaknya saat ini ada lima seri Dirham dan Dinar, yaitu Pemerintah Kelantan, Kesultanan Sulu, Kesultanan Kasepuhan, Kesultanan Ternate, dan Amirat Indonesia. Jadi, inilah saat yang tepat bagi masyarakat untuk mengalihkan uang kertasnya menjadi dinar emas dan dirham perak. Alat tukar yang bebas inflasi, bebas riba, dan mustahil diredenominasi!
(untukngobrol dengan saya follow di twitter: @ZaimSaidi
Source:
www.wakalanusantara.com
jadi meriah nih
akhirnya ijo lagi, terimakasih banyak terutama yang kasih +1,+2,+3
, buat yang dah ngasih bata, cendol, maupun abu gosok ane ucapkan terimakasih buanyak... ane juga gak nyangka jadi HT, dah emosi, eh nonggol di HT, ane juga gak nyangka nih thread jadi perdebatan panjang buanget, belon pernah ane sampe kaya gini... tapi yang jelas sih, kita bisa belajar sama sama, merenungkan sama sama permasalahan bangsa ini, senang bisa mengumpulkan EKONOM EKONOM KASKUS dengan pendapat berkualitas dlm satu diskusi ini.