Dimulailah perjalanan Ken Dean Lawadinata membentuk impian dan keyakinannya untuk membesarkan Kaskus menjadi salah satu pelopor forum diskusi dan tempat jual beli online terbesar di Indonesia. Begitu yakinnya dia sehingga ia nekad meninggalkan dua hal besar dalam hidupnya: kuliah dan kesempatan untuk duduk sebagai eksekutif di grup perusahaan milik ayahnya. Ken berani meninggalkan "zona nyaman" dengan memilih berjuang dan membuktikan impian sukses pilihannya sendiri.

Realitasnya, apa yang ia putuskan sama sekali bukan hal gampang. Ia harus mati-matian meyakinkan Andrew Darwis untuk mau menjual saham Kaskus kepadanya dan mengajak memperjuangkan Kaskus bersama-sama. Andrew emula memang tidak memliki rencana mengembangkan *Kaskus* menjadi bisnis besar.Ia cukup bahagia memilikinya sendiri. Dan, yang tersulit, bagaimana Ken meyakinkan Ayah dan keluarganya yang semula sama sekali tidak percaya dengan masa depan bisnis online.

Berikut Kata Ken :



"Banyak hal. Dibandingkan Andrew, saya lebih sering pulang ke Indonesia. Ketika di Indonesia, saya melihat penggunaan dan tujuan berinternet tidak seperti di AS (Amerika Serikat. Di Indonesia, penggunaan internet lebih mengarah pada fun sementara di AS sudah menjadi kebutuhan. Saat itu saya memandang bahwa penggunaan internet di Indonesia menjadi kebutuhan hanya masalah waktu.

Nah, di saat yang bersamaan, Kaskus tengah berada di puncak dengan traffic pengguna. Tentu potensinya besar. Uniknya, Kaskus ditumbuhkembangkan oleh para member yang kreatif dan loyal. Bahkan berbagai istilah seperti agan, pertamaX, trit, dan sebagainya merupakan lontaran hasil ide kreatif para Kaskuser, sapaan bagi para pengguna Kaskus. Saya melihat Kaskus sebagai magnet yang luar biasa.

Menjelang keberangkatan saya ke AS pada 2005, Kaskus sedang menjadi buah bibir di antara para pengguna internet di Indonesia. Kaskus menjadi situs yang paling diminati oleh kaum muda dan dikunjungi ribuan orang setiap harinya. Saya sendiri mulai menggunakan Kaskus pada 2006. "

Andrew menciptakan Kaskus pada 1999 untuk memenuhi tugas kuliah di kampusnya, Art Institute of Seattle, AS. Setelah itu, dia tidak ingin situs yang ditujukan sebagai ajang diskusi antarmahasiswa Indonesia yang ada di Seattle dan AS berhenti. Akhirnya, Kaskus dia kelola terus. Pada pertengahan 2005, Ken melanjutkan pendidikan di Bellevue Community College, Seattle, untuk menekuni bidang bisnis sebagai lanjutan dari kuliah saya di Monash University.

Ken bertemu Andrew pada acara makan malam sebuah organisasi mahasiswa Indonesia di AS. Saat itu hanya berkenalan dan ngobrol basa-basi. Tak lama, mereka bertemu lagi di sebuah kedai. Saat itulah Andrew mengungkapkan bahwa mereka bersaudara. Ternyata Andrew adalah sepupu yang ketika mereka kanak-kanak sering bertemu di rumah nenek Andrew.

Mereka pun menjadi cepat akrab. Dari obrolan panjang, Ken menjadi tahu bahwa anak yang ketika kecil pendiam dan penyendiri itu adalah orang yang menciptakan Kaskus. Ken kaget bukan kepalang sekaligus takjub dan kagum karena Andrew berhasil menciptakan situs yang sangat digandrungi anak muda Indonesia.



Saat itu Ken belum berpikiran untuk bergabung dengan Kaskus. Tapi, Ken melihat Andrew begitu bersemangat memantau traffic Kaskus. Lama-lama Ken merasakan passion yang sama terhadap dunia online. Ken dan Andrew malah berkolaborasi membuat situs berisi lirik-lirik dan not lagu-lagu Barat, Mandarin, dan Jepang. Sayangnya, situs berjalan stabil dan l a m b a t sementara Kaskus terus berkembang secara alamiah.

Jumlah Kaskuser bertambah terus. Traffic-nya meningkat sehingga iklan-iklan pun berdatangan dengan tarif nominal yang cukup besar pada waktu itu. Awal 2007, Ken berpikiran inilah saatnya Kaskus masuk ke Indonesia. Dari sekadar membantu mengurus hal-hal kecil di Kaskus, passion saya justru menggebu-gebu hingga ingin mengelola dan berbagi kepemilikan.

Dorongannya sangat kuat dan Ken begitu yakin atas pilihan itu. Ken menawarkan diri untuk berinvestasi ke Kaskus. Tapi, Andrew menolaknya. Cukup sulit meluluhkan hati Andrew agar mau mengembangkan Kaskus di Indonesia dan bisa berkembang besar di Tanah Air. Andrew memang tidak berkeinginan membesarkan Kaskus karena secara finansial dia sudah mapan. Hal terpenting baginya adalah Kaskus terus berjalan dan menjadi milik dia seutuhnya.

Banyak hal yang menjadi kendala termasuk jaringan. Banyak trial and error yang dilakukan dalam mengembangkan Kaskus. Hal terbesar uji coba mereka adalah membawa Kaskus ke Indonesia. Ketika membawa Kaskus ke Indonesia, mereka sama sekali tidak mengetahui seluk beluk bisnis online di sini dan jaringannya. Mereka sempat jatuh bangun dan tertipu. Tahun-tahun awal merupakan masa-masa yang berat tapi kami menikmati setiap perjalanan tersebut.



Pada Agustus 2008 Kaskus menggelar soft launching dengan mengundang rekan-rekan media massa. Tim mulai menata ulang brand Kaskus. Memasuki 2009 Kaskus sudah mulai diperhitungkan di dunia periklanan. Pada Desember 2010 anak perusahaan Grup Djarum, Global Digital Prima (GDP), tertarik untuk berinvestasi di Kaskus.

Januari 2011 GDP resmi berinvestasi di Kaskus dalam jumlah yang besar. Kerja sama ini jelas mendorong pertumbuhan Kaskus, baik dari sisi infrastruktur, tenaga profesional, dan jaringan bisnis serta pemain global onlinedi dunia. Kaskus pun berpindah kantor ke daerah Kuningan, Jakarta, hingga sekarang.

Buku ini bercerita tentang Ken Dean Lawadinata, si pembidik sukses Kaskus. Anak muda “gila” yang nekad meninggalkan banyak hal, bahkan juga iming-iming sukses di perusahaan orangtuanya, demi bisnis online yang saat itu masih amat diragukan masa depannya.

Sekilas orang akan berkata, “Ah, anak bos ya sudah pasti gampang jadi sukses.” Atau, “Siapa pun juga bisa bikin perusahaan sukses kalau dimodali uang gede!”

Tapi, buku ini justru membuktikan, uang bukanlah segala-galanya untuk mencapai sukses. Bahkan, dalam konteks sejarah pengembangan Kaskus, uang akhirnya hanya menduduki peringkat kesekian. Modal utama Ken dalam membesarkan Kaskus adalah keberanian yang besar, perjuangan tanpa henti, kesabaran, dan kemauan keras untuk mengenal arena yang terbilang baru untuknya. Ken justru menunjukkan, yang pertama kali dibutuhkan orang untuk bertarung dan menggapai impian adalah visi yang besar dan tajam, keyakinan untuk bisa menjalankan itu, dan usaha konkret.

Visi Ken dan keyakinan yang kuat akan masa depan Kaskus membuatnya bersemangat melintasi masa-masa yang tidak mudah. Ia mulai belajar memahami dunia bisnis online di Indonesia dari nol. Ia mengalami pengalaman bertubi ditolak mentah-mentah oleh biro-biro periklan.

Sebuah bacaan menarik yang akan membuka mata kaum muda tentang banyak kesempatan menarik di depan mata. Masa depan yang penuh dengan pilihan!

–Alberthiene Endah