- Beranda
- The Lounge
[Eksklusif] Bukti Bahwa Tekanan di Bawah Laut Besar
...
TS
mrite
[Eksklusif] Bukti Bahwa Tekanan di Bawah Laut Besar
Agan-agan semuanya, pernahkah kita membayangkan dan bertanya-tanya mungkinkah kita dapat menyelam hingga kedalaman laut paling dalam tanpa kapal selam?
Ane kira hal ini rasanya tidak mungkin gan. Mengapa tidak bisa hanya menggunakan peralatan selam diving?
Tekanan air terlalu besar dikedalaman yang jauh di bawah permukaan. Hal tersebut akan menghancurkan penyelam jauh sebelum mereka bisa mencapai bagian bawah lautan.
Berikut ane punya bukti yg menunjukan fakta di atas. Di dapat dari dosen Geologi Laut ane nih gan, salah seorang scientist yg nasionalis terhadap kekayaan alam Indonesia.
Dalam foto menunjukan, bahwa bungkus pop mienya jepang (tengah & paling kanan) jadi mengkerut setelah doi bawa ke dasar palung bersama kapal selam saat penelitian palung barat Sumatera dan Jawa, hasil penelitian gabungan Pemerintah Indonesia dan Jepang pada tahun 2002.
sebelum gempa & tsunami Aceh (2002). Nampak patahan di bawah permukaan laut barat Sumatera
pasca gempa & tsunami Aceh (2006). Nampak material batuan sedimen di bawah laut barat Sumatera hancur akibat gempa bumi yang terjadi
Megawati Lepas Ekspedisi Laut Berkedalaman 6.500 M
JAKARTA - Presiden Megawati Soekarnoputri di Pelabuhan Tanjung Priok, Minggu (6/10), melepas tim ekspedisi laut yang mencakup peneliti Indonesia, Jepang, serta Jerman untuk meneliti laut berkedalaman 6500 meter.
Pada acara tersebut, Megawati didampingi Menristek Hatta Radjasa, Menhub Agum Gumelar, Menteri Energi dan SDM Purnomo Yusgiantoro, serta Dubes Jepang Yutaka Imora.
Menristek Hatta Radjasa melaporkan untuk kali pertama para peneliti laut Indonesia atau oceanot akan melakukan kegiatan bersama dengan para rekan mereka dari Jepang dan Jerman terhadap laut dalam di Tanah Air.
Ekspedisi ini yang bernama Indonesia-Japan Deepsea Expedition Java Trench 2002 akan menggunakan kapal peneliti Jepang bernama Yokosuka yang dilengkapi kapal selam mini "Shinkai 6500" berlangsung hingga 31 Oktober 2002.
"Melalui ekspedisi ini kita berharap memperoleh beberapa keluaran (output- Red) penting seperti karakteristik fisik Palung Jawa dan Terusan patahan Sumatera, karakteristik makhluk hidup di perairan laut dalam Indonesia," kata Hatta.
Penelitian yang melibatkan 10 peneliti Indonesia tersebut amat penting, kata Menristek. Sebab, "Sampai sekarang informasi dan data yang kita ketahui mengenai laut dalam masih sangat jarang atau bahkan hampir tidak kita ketahui sama sekali."
Kepada Megawati, diperkenalkan enam dari 10 peneliti laut Indonesia baik yang berasal dari lembaga penelitian maupun perguruan tinggi.
Doktor Insinyur Ridwan MSc misalnya, setelah lulus dari SMA St Aloysius Bandung kemudian melanjutkan pendidikan ke Jurusan Geologi ITB. Setelah bekerja di BPP Teknologi, dia banyak meneliti teknologi sumber daya alam.
Kemudian, Doktor Chaidir yang merupakan lulusan Jurusan Farmasi Universitas Padjadjaran tahun 1991, sebagai karyawan BPPT termasuk ke dalam kelompok peneliti bahan baku farmasi serta mencari bahan-bahan kimia asal biota laut.
Peneliti lainnya yang diperkenalkan kepada Presiden adalah Ir Ichwan Nasution MSc yang bekerja di Departemen Kelautan dan Perikanan setelah tamat dari Jurusan Biologi Unpad, secara terus-menerus melakukan penelitian biologi.
Presiden yang didampingi Menristek, Menhub, Menteri Energi, dan para undangan kemudian naik ke kapal riset Yokosuka guna menyaksikan berbagai failitas riset laut di wilayah laut selatan Jawa Barat yang merupakan bagian dari Palung Jawa.
Peneliti Indonesia di Kedalaman 2.092 Meter
Jumat 08 November 2002
Yusuf Surachman MSc, geolog di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), boleh jadi merupakan peneliti pertama di Indonesia yang berhasil menyelam pada kedalaman 2.092 meter. Menggunakan kapal selam milik Jepang, Shinkai 6500, yang dipiloti oleh Iijima-san dan Co-pilot Komuku-san, Yusuf berhasil menguak sedikit ilmu pengetahuan laut dalam ("deep sea"). Menguak Palung Jawa - Para peneliti Indonesia, Jepang, dan Jerman, baru-baru ini, melakukan ekspedisi di Palung Jawa dengan menggunakan kapal selam milik Jepang, Shinkai 6500. Riset sebelumnya mengindikasikan di lokasi tersebut terdapat sekitar 17,7 triliun meter kubik gas metan (CH4) yang bisa dimanfaatkan sebagai energi alternatif. "Terus terang saya sangat bersyukur kepada Allah yang telah memberikan dua event besar dalam hidup saya. Pertama, mendapat kesempatan langka menyelam dengan Shinkai. Kedua adalah ikut berkontribusi secara ilmiah tentang pengungkapan patahan Sumatera," ujar Yusuf pertengahan Oktober lalu, usai melakukan penyelaman di Palung Jawa, suatu dasar samudra yang membentang antara selat Sunda hingga perairan selatan Sukabumi. Penyelaman itu merupakan bagian dari Ekspedisi Laut Dalam Indonesia-Jepang 2002 yang diikuti 15 ilmuwan dari Indonesia, Jepang, dan Jerman yang berlangsung hingga 31 Oktober 2002. Ekspedisi hasil kerja sama antara Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Japan Marine Science and Technology Center (Jamstec) ini juga diikuti peneliti dari Universitas Trisakti, UI, ITB, Pertamina, dan Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP). Palung Jawa memang menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum geolog laut. Sebab, palung ini memiliki titik terdalam (7.725 meter). Sebagai perbandingan titik terdalam bumi berada di Palung Marianas, di Lautan Pasifik yang mencapai 11.022 meter. Di samping itu, menurut Basri Ganie, Kepala UPT Baruna Jaya BPPT, berdasarkan hipotesis para peneliti BPPT yang melakukan kajian pada palung tersebut sebelumnya, di sana terdapat sekitar 17,7 triliun meter kubik gas metan (CH4). Gas itu bisa digunakan untuk berbagai macam keperluan termasuk sebagai energi alternatif. Palung Jawa Pengetahuan awal ini menjadi lebih lengkap ketika Yusuf mendapat kesempatan menyelam dan melihat langsung struktur dan kondisi geologi Palung Jawa. "Sejak sebelum menyelam, saya terus memohon pada Allah agar diberikan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan sehingga dapat membaca sebagian kecil dari ilmu-Nya," katanya. Harap dimaklumi bahwa penyelaman ini adalah pengalaman pertamanya. Jadi wajar kalau ada perasaan waswas dan nervous. "Saya perhatikan sampai berapa jauh sinar matahari masih menerangi perairan ini. Ternyata pada kedalaman 105 meter itu suasanya redup seperti Magrib. Hingga kedalaman 130 meter suasana menjadi kian gelap dan hening, yang ada adalah suara-suara elektronik Shinkai," ujar Yusuf yang juga bertindak sebagai Ketua Tim Ekspedisi Peneliti dari Indonesia. Selama penyelaman itu, Shinkai memang stabil dan nyaman. Artinya, tidak ada goyangan pada saat turun ke bawah. Berbeda dengan kapal Yokosuka yang penuh dengan goyangan diayun-ayun ombak. "Hal pertama yang saya amati adalah keragaman binatang laut yang indah warnanya seperti udang kuning, udang merah, ikan mata besar, tumbuhan laut, kepiting, britle star, bintang laut, tripang, dan lain-lain. Semua spesies itu mungkin tidak mengenali warnanya sendiri karena berada dalam kegelapan," ungkap Yusuf. Pada titik itu, ia berhasil mengambil sample (contoh) sedimen dengan push core. Lalu, Yusuf menyisir kontur sesuai rencana. "Daerah yang saya survei adalah lembah terjal dan di bawahnya adalah basin yang diisi sedimen," katanya. Yusuf pun terus melakukan observasi dengan cara mendaki bukit dan turun kembali ke dasar (basin). Selama perjalanan sejumlah binatang yang beraneka ragam maupun warna selalu dijumpai. "Yang paling kaget adalah ketika menelusuri bukit tiba-tiba bukit itu adalah puncak dan seberangnya mendadak gelap seperti jurang. Saya menduga ini adalah patahan Sumatra. Sebab, batuan di sekitarnya sudah bukan lumpur lagi melainkan batuan (mud padat) yang terdeformasi," jelasnya. Ia pun mencatat, baik jam maupun kedalaman, untuk diplotkan di peta. Lokasi itu merupakan titik pertama yang banyak mengandung batuan lepasan dan batuan terdeformasi. Lalu, ia pun kembali ke bawah menelusuri lembah untuk kembali ke basin yang diharapkan bisa menemukan bio-indikator untuk patahan aktif. Namun ia tidak menemukannya. Kembali ia menelusuri naik ke atas bukit. Ternyata pada kontur yang sama pada titik pertama ia menjumpai lagi kondisi serupa seperti titik pertama. Di situ ada jurang, batuan, dan beding yang diduga adalah daerah thrust fault. Dengan demikian, ia sudah menemukan dua daerah yang sama strukturnya. Belum puas di situ, kembali Yusuf menuruni dan menaiki bukit-bukit lainnya. "Akhirnya saya dapat menemukan tempat yang sama di lima titik. Pada pemetaan geologi dengan titik sebanyak itu sudah dapat ditarik garis lurus (korelasi), " jelasnya. Selain itu, Yusuf juga mengobservasi dan mengukur heat flow, gamma ray, sampling sedimen, dan searching bioindikator (koloni Calyptogena) terhadap patahan aktif Sumatra. Semua itu dikerjakan selama empat jam. Menemukan Bukti Dari situlah ia memetakan hasil observasi tersebut. "Seluruh data, baik peta maupun rekaman video, saya presentasikan kepada tim. Titik-titik itu dikorelasikan dengan gambar video untuk mendapatkan titik terang adanya struktur patahan Sumatera," jelasnya. Tim Jepang (terdiri dari Dr Wonn Soh sebagai Chief Scientist, Prof Gaku Kimura, Dr Saneatsu Saito, dan Dr Ikeda), Jerman (Dr H Kudrass dan Dr Christop Gaedicke), serta Indonesia (Dr Agus Guntoro, Ir Andri S Mubandi, Dr Chaidir, dan Dr Ridwan Jamaludin, dan Dr Mufti Patria) merasa puas dengan hasil penyelaman hari itu. "Soh-san dan kawan-kawan sangat puas dan mereka mengadakan pesta kecil-kecilan. Ucapan selamat pun mengalir," tuturnya. "Anda telah menyumbangkan kontribusi dalam sains," kata Yusuf menirukan San. Bagi Yusuf, perjuangan itu belum selesai. "Kami masih harus berjuang untuk dapat mengungkapkan teka-teki ilmiah," ujar Yusuf, calon doktor dari Tokyo University Jepang. (Suarapembaruan)
Sumur
Pengetahuan pribadi hasil kuliah gan hehehe
mari
mari
mari
mari
Ane kira hal ini rasanya tidak mungkin gan. Mengapa tidak bisa hanya menggunakan peralatan selam diving?
Tekanan air terlalu besar dikedalaman yang jauh di bawah permukaan. Hal tersebut akan menghancurkan penyelam jauh sebelum mereka bisa mencapai bagian bawah lautan.
Berikut ane punya bukti yg menunjukan fakta di atas. Di dapat dari dosen Geologi Laut ane nih gan, salah seorang scientist yg nasionalis terhadap kekayaan alam Indonesia.
Dalam foto menunjukan, bahwa bungkus pop mienya jepang (tengah & paling kanan) jadi mengkerut setelah doi bawa ke dasar palung bersama kapal selam saat penelitian palung barat Sumatera dan Jawa, hasil penelitian gabungan Pemerintah Indonesia dan Jepang pada tahun 2002.
Spoiler for Penampakan lain:
sebelum gempa & tsunami Aceh (2002). Nampak patahan di bawah permukaan laut barat Sumatera
pasca gempa & tsunami Aceh (2006). Nampak material batuan sedimen di bawah laut barat Sumatera hancur akibat gempa bumi yang terjadi
Spoiler for beritanya:
Spoiler for cek:
Megawati Lepas Ekspedisi Laut Berkedalaman 6.500 M
JAKARTA - Presiden Megawati Soekarnoputri di Pelabuhan Tanjung Priok, Minggu (6/10), melepas tim ekspedisi laut yang mencakup peneliti Indonesia, Jepang, serta Jerman untuk meneliti laut berkedalaman 6500 meter.
Pada acara tersebut, Megawati didampingi Menristek Hatta Radjasa, Menhub Agum Gumelar, Menteri Energi dan SDM Purnomo Yusgiantoro, serta Dubes Jepang Yutaka Imora.
Menristek Hatta Radjasa melaporkan untuk kali pertama para peneliti laut Indonesia atau oceanot akan melakukan kegiatan bersama dengan para rekan mereka dari Jepang dan Jerman terhadap laut dalam di Tanah Air.
Ekspedisi ini yang bernama Indonesia-Japan Deepsea Expedition Java Trench 2002 akan menggunakan kapal peneliti Jepang bernama Yokosuka yang dilengkapi kapal selam mini "Shinkai 6500" berlangsung hingga 31 Oktober 2002.
"Melalui ekspedisi ini kita berharap memperoleh beberapa keluaran (output- Red) penting seperti karakteristik fisik Palung Jawa dan Terusan patahan Sumatera, karakteristik makhluk hidup di perairan laut dalam Indonesia," kata Hatta.
Penelitian yang melibatkan 10 peneliti Indonesia tersebut amat penting, kata Menristek. Sebab, "Sampai sekarang informasi dan data yang kita ketahui mengenai laut dalam masih sangat jarang atau bahkan hampir tidak kita ketahui sama sekali."
Kepada Megawati, diperkenalkan enam dari 10 peneliti laut Indonesia baik yang berasal dari lembaga penelitian maupun perguruan tinggi.
Doktor Insinyur Ridwan MSc misalnya, setelah lulus dari SMA St Aloysius Bandung kemudian melanjutkan pendidikan ke Jurusan Geologi ITB. Setelah bekerja di BPP Teknologi, dia banyak meneliti teknologi sumber daya alam.
Kemudian, Doktor Chaidir yang merupakan lulusan Jurusan Farmasi Universitas Padjadjaran tahun 1991, sebagai karyawan BPPT termasuk ke dalam kelompok peneliti bahan baku farmasi serta mencari bahan-bahan kimia asal biota laut.
Peneliti lainnya yang diperkenalkan kepada Presiden adalah Ir Ichwan Nasution MSc yang bekerja di Departemen Kelautan dan Perikanan setelah tamat dari Jurusan Biologi Unpad, secara terus-menerus melakukan penelitian biologi.
Presiden yang didampingi Menristek, Menhub, Menteri Energi, dan para undangan kemudian naik ke kapal riset Yokosuka guna menyaksikan berbagai failitas riset laut di wilayah laut selatan Jawa Barat yang merupakan bagian dari Palung Jawa.
Spoiler for cek:
Peneliti Indonesia di Kedalaman 2.092 Meter
Jumat 08 November 2002
Yusuf Surachman MSc, geolog di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), boleh jadi merupakan peneliti pertama di Indonesia yang berhasil menyelam pada kedalaman 2.092 meter. Menggunakan kapal selam milik Jepang, Shinkai 6500, yang dipiloti oleh Iijima-san dan Co-pilot Komuku-san, Yusuf berhasil menguak sedikit ilmu pengetahuan laut dalam ("deep sea"). Menguak Palung Jawa - Para peneliti Indonesia, Jepang, dan Jerman, baru-baru ini, melakukan ekspedisi di Palung Jawa dengan menggunakan kapal selam milik Jepang, Shinkai 6500. Riset sebelumnya mengindikasikan di lokasi tersebut terdapat sekitar 17,7 triliun meter kubik gas metan (CH4) yang bisa dimanfaatkan sebagai energi alternatif. "Terus terang saya sangat bersyukur kepada Allah yang telah memberikan dua event besar dalam hidup saya. Pertama, mendapat kesempatan langka menyelam dengan Shinkai. Kedua adalah ikut berkontribusi secara ilmiah tentang pengungkapan patahan Sumatera," ujar Yusuf pertengahan Oktober lalu, usai melakukan penyelaman di Palung Jawa, suatu dasar samudra yang membentang antara selat Sunda hingga perairan selatan Sukabumi. Penyelaman itu merupakan bagian dari Ekspedisi Laut Dalam Indonesia-Jepang 2002 yang diikuti 15 ilmuwan dari Indonesia, Jepang, dan Jerman yang berlangsung hingga 31 Oktober 2002. Ekspedisi hasil kerja sama antara Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Japan Marine Science and Technology Center (Jamstec) ini juga diikuti peneliti dari Universitas Trisakti, UI, ITB, Pertamina, dan Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP). Palung Jawa memang menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum geolog laut. Sebab, palung ini memiliki titik terdalam (7.725 meter). Sebagai perbandingan titik terdalam bumi berada di Palung Marianas, di Lautan Pasifik yang mencapai 11.022 meter. Di samping itu, menurut Basri Ganie, Kepala UPT Baruna Jaya BPPT, berdasarkan hipotesis para peneliti BPPT yang melakukan kajian pada palung tersebut sebelumnya, di sana terdapat sekitar 17,7 triliun meter kubik gas metan (CH4). Gas itu bisa digunakan untuk berbagai macam keperluan termasuk sebagai energi alternatif. Palung Jawa Pengetahuan awal ini menjadi lebih lengkap ketika Yusuf mendapat kesempatan menyelam dan melihat langsung struktur dan kondisi geologi Palung Jawa. "Sejak sebelum menyelam, saya terus memohon pada Allah agar diberikan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan sehingga dapat membaca sebagian kecil dari ilmu-Nya," katanya. Harap dimaklumi bahwa penyelaman ini adalah pengalaman pertamanya. Jadi wajar kalau ada perasaan waswas dan nervous. "Saya perhatikan sampai berapa jauh sinar matahari masih menerangi perairan ini. Ternyata pada kedalaman 105 meter itu suasanya redup seperti Magrib. Hingga kedalaman 130 meter suasana menjadi kian gelap dan hening, yang ada adalah suara-suara elektronik Shinkai," ujar Yusuf yang juga bertindak sebagai Ketua Tim Ekspedisi Peneliti dari Indonesia. Selama penyelaman itu, Shinkai memang stabil dan nyaman. Artinya, tidak ada goyangan pada saat turun ke bawah. Berbeda dengan kapal Yokosuka yang penuh dengan goyangan diayun-ayun ombak. "Hal pertama yang saya amati adalah keragaman binatang laut yang indah warnanya seperti udang kuning, udang merah, ikan mata besar, tumbuhan laut, kepiting, britle star, bintang laut, tripang, dan lain-lain. Semua spesies itu mungkin tidak mengenali warnanya sendiri karena berada dalam kegelapan," ungkap Yusuf. Pada titik itu, ia berhasil mengambil sample (contoh) sedimen dengan push core. Lalu, Yusuf menyisir kontur sesuai rencana. "Daerah yang saya survei adalah lembah terjal dan di bawahnya adalah basin yang diisi sedimen," katanya. Yusuf pun terus melakukan observasi dengan cara mendaki bukit dan turun kembali ke dasar (basin). Selama perjalanan sejumlah binatang yang beraneka ragam maupun warna selalu dijumpai. "Yang paling kaget adalah ketika menelusuri bukit tiba-tiba bukit itu adalah puncak dan seberangnya mendadak gelap seperti jurang. Saya menduga ini adalah patahan Sumatra. Sebab, batuan di sekitarnya sudah bukan lumpur lagi melainkan batuan (mud padat) yang terdeformasi," jelasnya. Ia pun mencatat, baik jam maupun kedalaman, untuk diplotkan di peta. Lokasi itu merupakan titik pertama yang banyak mengandung batuan lepasan dan batuan terdeformasi. Lalu, ia pun kembali ke bawah menelusuri lembah untuk kembali ke basin yang diharapkan bisa menemukan bio-indikator untuk patahan aktif. Namun ia tidak menemukannya. Kembali ia menelusuri naik ke atas bukit. Ternyata pada kontur yang sama pada titik pertama ia menjumpai lagi kondisi serupa seperti titik pertama. Di situ ada jurang, batuan, dan beding yang diduga adalah daerah thrust fault. Dengan demikian, ia sudah menemukan dua daerah yang sama strukturnya. Belum puas di situ, kembali Yusuf menuruni dan menaiki bukit-bukit lainnya. "Akhirnya saya dapat menemukan tempat yang sama di lima titik. Pada pemetaan geologi dengan titik sebanyak itu sudah dapat ditarik garis lurus (korelasi), " jelasnya. Selain itu, Yusuf juga mengobservasi dan mengukur heat flow, gamma ray, sampling sedimen, dan searching bioindikator (koloni Calyptogena) terhadap patahan aktif Sumatra. Semua itu dikerjakan selama empat jam. Menemukan Bukti Dari situlah ia memetakan hasil observasi tersebut. "Seluruh data, baik peta maupun rekaman video, saya presentasikan kepada tim. Titik-titik itu dikorelasikan dengan gambar video untuk mendapatkan titik terang adanya struktur patahan Sumatera," jelasnya. Tim Jepang (terdiri dari Dr Wonn Soh sebagai Chief Scientist, Prof Gaku Kimura, Dr Saneatsu Saito, dan Dr Ikeda), Jerman (Dr H Kudrass dan Dr Christop Gaedicke), serta Indonesia (Dr Agus Guntoro, Ir Andri S Mubandi, Dr Chaidir, dan Dr Ridwan Jamaludin, dan Dr Mufti Patria) merasa puas dengan hasil penyelaman hari itu. "Soh-san dan kawan-kawan sangat puas dan mereka mengadakan pesta kecil-kecilan. Ucapan selamat pun mengalir," tuturnya. "Anda telah menyumbangkan kontribusi dalam sains," kata Yusuf menirukan San. Bagi Yusuf, perjuangan itu belum selesai. "Kami masih harus berjuang untuk dapat mengungkapkan teka-teki ilmiah," ujar Yusuf, calon doktor dari Tokyo University Jepang. (Suarapembaruan)
Sumur
Pengetahuan pribadi hasil kuliah gan hehehe
mari
mari
mari
mari
Diubah oleh mrite 18-08-2015 10:24
comrade.frias memberi reputasi
1
17.5K
Kutip
97
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
924.7KThread•89.4KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya