Kebahagiaan bagi para penulis adalah moment disaat ide mengalir layaknya air jernih di sungai yang bersih dan terawat. Bayangkan, dalam aliran air sesekali ikan-ikan kecil menyembul dan terbawa air, belum lagi suara gemericiknya yang menarik jiwa untuk terus mendekat dan membuat jemari tangan kita ingin selalu menyentuhnya. Jika para penulis menikmatinya, pembaca pun turut serta.
Dalam realitasnya, momen indah para penulis itu sering berganti menjadi momen ‘stuck’ (berhenti). Jika diibaratkan, sebagaimana air yang terbendung, alirannya seolah tidak bergerak kemana-mana. Penampilan penulis terlihat kusut, pikiran berasa buntu, dan mungkin saja melepaskannya atau melupakannya. Alhasil, ide tulisan awal yang menarik menjadi terlihat sebagai sebuah ide tulisan yang setengah mati. Datar dan tidak berisi, tidak bermakna. Ibarat masakan, tanpa garam. Jika para penulis sudah tidak menikmati proses dan tulisannya, bagaimana dengan pembaca? Dapat dipastikan, pembaca tidak akan menikmati, bahkan menghentikan membacanya.
Menulis, sebagaimana karya kreatif lainnya, perlu dipahami sebagai sebuah proses. Dalam proses ada fase-fase; kelahiran ide, bertumbuhnya ide, matangnya ide, melahirkan ide baru, mengawinkan antar ide. Bahkan dalam teori saya, ide bisa juga tertidur, pingsan, sakit dan mungkin bisa mati dengan cara dibunuh (oleh penulisnya).
Sesungguhnya, tidak ada hambatan menulis, kecuali penulis tidak mempunyai gagasan atau ide unik yang patut diperjuangkan agar pembaca mengetahuinya. Gagasan atau ide tersebut dapat tumbuh di kepala siapa saja, dalam pengekspresian bentuknya menjadi variatif tergantung potensi pelaku gagasannya; jika ide tumbuh dalam seorang pecinta lukisan, ia akan menjadi lukisan yang mengabadikan ide-ide dalam warna-warni, jika ide itu tumbuh dalam jiwa seorang seniman pematung, ide-idenya mungkin terlihat dalam pahatan dan bentuk yang visual berbagai bahan yang dipakai, begitu pun dengan penulis.
Bagi para penulis pemula, kesulitan awalnya adalah mengekspresikan gagasan atau ide tersebut ke dalam bentuk tulisan yang runtut dan membuat pembaca paham. Akan tetapi, sebenarnya, jauh lebih penting ketika kita menyadari saat kita menemukan sebuah gagasan dan kemudian kita merawatnya, mengerti keunikan gagasan kita, dan berani memperjuangkannya dengan penuh cinta dan konsisten.
Pada langkah selanjutnya, manakala kebuntuan melanda, anda membutuhkan tips yang mungkin bisa membantu anda untuk tetap menulis.
Quote:
Pertama, perhatikan atau kenalilah dimana fase ide.
Kelahiran ide adalah saat indah para penulis, ide mengalir dan kata demi kata berebutan membuncah dari pikiran. Merawat ide saat pertumbuhannya juga masih menjadi masa-masa yang indah karena ide masih begitu menggemaskan untuk dikupas dalam berbagai sudut pandang.
Pengalaman saya, fase kritis ide biasanya ada di antara fase berjalannya ide – matangnya ide. Perlu pemikiran keras, rasional dan kadang membosankan dalam pematangan ide. Ide ‘diperas’. Fase yang mengharapkan idealisme penulis yang bisa membuat ide ‘sakit’, ‘pingsan’, dan mungkin ‘terbunuh’ di tangan penulis jika tidak hati-hati. Idealnya, pemerasan ide menggunakan metode brain storming dilakukan dalam waktu tersendiri yang sudah direncanakan penulis. Jadi penulis lebih relaks karena benar-benar meluangkan waktunya untuk mengeksploitasi ide secara lebih detail, rasional dan mampu ‘disentuh’ pembaca.
Jika tulisan ‘stuck’ ditahap ini, ambilah nafas. Ambil juga waktu untuk bersantai, berjalan keluar, berolahraga. Membiarkan ide tertidur mungkin akan mengambil sedikit waktu anda, tetapi itu juga berarti membiarkan ide dalam siklus alamiahnya untuk menguatkan sendiri dalam alam bawah sadar kita.
Quote:
Kedua, loncatan ide.
Barangkali, ada tipikal penulis yang punya stok ide berlebih saat dalam proses kepenulisannya. Penulis yang bertipe demikian, saat menulispun terkadang muncul ide-ide baru yang bahkan tak terduga bahkan berkaitan dengan tulisannya. Penulis seperti ini ada baiknya selalu menyiapkan selembar kertas putih yang fungsinya untuk mencatat ide-ide loncatan tadi.
Sayangnya, ada juga penulis dengan ide yang terbatas dan mudah stress dengan kemandekan ide tulisan. Bagi para penulis ini, saya tetap sarankan untuk tetap menyediakan selembar kertas kosong. Bukan hanya untuk mencatat ide, tetapi juga untuk penunjuk jalan. Loh? Iya, penunjuk jalan. Kecenderungan penulis yang berjalan dengan satu ide ini adalah penulis bisa saja ‘salah jalan’ atau ‘masuk gang buntu’, penulis bisa mengekspresikan dalam sebuah ‘peta tulisan’. Saya tidak tuliskan sebagai draf tulisan karena memang terlalu formal, saya lebih senang menyebutnya sebagai ‘peta tulisan’ karena memang ada kombinasi antara grafis dengan huruf atau kata-kata. Sebuah cara untuk menjembatani imajinasi dan kata-kata. Anda tahukan, imajinasi terkadang lebih cepat melintas dibandingkan kata-kata?
Quote:
Ketiga, dalam proses kreatif kepenulisan, sebagai seorang penulis haruslah mengetahui jam produktifnya.
Seperti misal, ada yang jam produktifnya adalah dini hari, seusai tidur malam yang tentu menyenangkan.
Jam produktif ini penting mengingat kualitas fokus kita sangat mungkin nilainya lebih tinggi daripada waktu lainnya, dan itu akan mempengaruhi kualitas tulisan kita sehingga lebih powerfull. Salah memilih waktu produktif atau tidak mempersiapkan waktu produktif dengan baik, sama halnya menurunkan kualitas tulisan kita. Sekali lagi kenali, syukur-syukur salat lail-bagi yang muslim, Insya Allah tulisan akan mengalir bahkan saat tulisan dalam fase kritis mematangkan ide.
Quote:
Keempat, simpan tulisan dalam webservise semacam google drive, 4share, dropbox dan lain-lain yang memungkinkan kita meneruskan tulisan kita saat senggang.
Gadget adalah fasilitas mini yang efektif, yang memungkinkan kita mengorganisir kita dan bahkan goal tulisan kita.
Bahkan dalam aplikasi store tersedia berbagai aplikasi menulis yang variatif untuk memancing ide penulis semisal draft, google keep, Ruled, Journey dan lain-lain. Atau bisa juga menggunakan webblog semisal wordpress.com, blogspot.com, facebook notes dan banyak lagi.
Quote:
Kelima, bergabung dalam komunitas kepenulisan yang membuat kita terus untuk terpacu menulis.
Banyak komunitas menulis, baik ’darat’ maupun dunia maya seperti PNBB (Proyek Nulis Buku Bareng). Sebab, menulis memang membutuhkan perbandingan, pembelajaran, dan proses yang tekun dan terus menerus. Sebuah komunitas bisa diibaratkan sebagai kopling untuk membuat perpindahan gigi persneling mulus, efektif dan lebih cepat.
Jadi, jangan takut tulisan anda berhenti selama banyak teman mengapresiasi dan mengkritik, teknologi mendukung, ide atau gagasan anda cukup menarik, dan anda percaya bahwa tulisan anda bermanfaat bagi sesama dan menjadi sebentuk amal yang senantiasa dalam koridor Ilahi.