Siswi Lulusan Terbaik yang Menyesal Telah Menjadi Lulus Dengan Nilai Terbaik.
TS
honest.sablon
Siswi Lulusan Terbaik yang Menyesal Telah Menjadi Lulus Dengan Nilai Terbaik.
Seperti yang kita sadari, menjadi pelajar berprestasi dalam bidang akademis merupakan tujuan yang banyak dicita-citakan kebanyakan pelajar serta orangtuanya. Lain dengan Erica Goldson, siswi dengan predikat lulusan terbaik di sekolahnya ini mengakui ketakutannya selama ini karena telah menjadi siswi yang patuh dalam sebuah pidato kelulusan yang ia bacakan. Ia mengakui menjadi rangking satu tidak lah seberuntung teman-temannya yang hanya bermalas-malasan di kelas, atau teman-temannya yang tidak mengerjakan PR.
Menurutnya, Kita terlalu fokus pada tujuan, baik itu berupa lulus ujian, atau lulus ranking pertama di kelas, hingga kita lupa akan hakekat dari belajar itu sendiri. "Kalau kamu lulus ujian dan jadi ranking satu, bukankah itu artinya kamu belajar sesuatu? Well, benar bahwa kamu belajar sesuatu, tapi kamu tidak belajar semua yang kamu bisa pelajari. Mungkin kamu cuma belajar menghapal nama-nama, tempat-tempat, dan tanggal-tanggal untuk kemudian dilupakan lagi supaya otak kita bisa diisi dengan ujian berikutnya." ucapnya dalam pidato yang di unggah ke situs youtube tahun 2010 silam.
Berikut ini adalah isi pidato yang dibacakan Erica Goldson pada tahun 2010 silam. semoga dapat bermanfaat bagi kita dan generasi penerus bangsa lainnya.
Spoiler for "PIDATO ERICA GOLDSON":
Here I Stand
-Erica Goldson-
Ada cerita dimana seorang siswa Zen bertanya pada gurunya, "Kalau saya bekerja keras, berapa lama sampai saya bisa mencapai Zen?" Sang guru berpikir sebentar, kemudian menjawab, "Sepuluh Tahun." Sang siswa kemudian bertanya lagi, "Tapi kalau saya bekerja sangat sangat keras dan benar-benar belajar dengan rajin - Berapa lama?" Sang guru pun menjawab, "Kalau begitu, dua puluh tahun." "Tapi kalau saya benar-benar rajin, berapa lama?" tanya si siswa frustasi. "Tiga puluh tahun," jawab sang Guru. "Tapi saya tidak mengerti," kata si siswa yang kecewa. "Tiap kali saya bilang saya akan belajar lebih rajin, Master bilang waktunya malah makin lama. Kenapa?" Jawab sang Guru, "Kalau satu mata kamu melihat ke arah tujuanmu, artinya hanya satu mata kamu yang melihat jalanan."
Ini dilema yang saya hadapi dalam sistem pendidikan Amerika Serikat. Kita terlalu fokus pada tujuan, baik itu berupa lulus ujian, atau lulus ranking pertama di kelas. Dengan cara ini, kita sebenarnya tidak benar-benar belajar. Kita melakukan segala cara untuk mencapai tujuan awal kita. Beberapa dari kalian mungkin berpikir, "Kalau kamu lulus ujian dan jadi ranking satu, bukankah itu artinya kamu belajar sesuatu? Well, benar bahwa kamu belajar sesuatu, tapi kamu tidak belajar semua yang kamu bisa pelajari. Mungkin kamu cuma belajar menghapal nama-nama, tempat-tempat, dan tanggal-tanggal untuk kemudian dilupakan lagi supaya otak kita bisa diisi dengan ujian berikutnya. Sekolah sebenarnya tidak mencakup semua yang bisa dicakup. Di jaman ini, sekolah merupakan tempat dimana siswa bertujuan untuk keluar dari sekolah secepat-cepatnya. Saya sekarang telah mencapai tujuan itu. Saya telah lulus. Seharusnya sih saya memandang ini sebagai pengalaman positif, apalagi saya telah mendapat ranking pertama. Tapi, kalau melihat balik, saya tidak dapat mengatakan bahwa saya lebih pintar dari teman-teman saya. Saya hanya bisa menjamin bahwa saya yang terbaik dalam mematuhi apa yang disuruh dan dalam bagaimana bernavigasi dalam sistem. Tapi, disinilah saya sekarang berdiri, dan saya diharapkan merasa bangga bahwa saya telah menyelesaikan periode indoktrinasi ini. Saya akan pergi di musim gugur untuk pergi ke fase berikut yang diharapkan dari saya, untuk mendapat secarik dokumen yang menyatakan bahwa saya bisa bekerja. Tapi saya adalah seorang manusia, seorang pemikir, seorang petualang - bukan seorang pekerja. Seorang pekerja adalah orang yang terperangkap dalam pengulangan - budak sistem yang dibuat sebelum dia lahir. Sekarang, saya telah berhasil menunjukkan bahwa saya adalah budak yang terbaik. Saya lakukan apa yang disuruh sampai ke titik komanya. Sementara teman-teman saya duduk di kelas bermalas-malasan tapi akhirnya menjadi seniman yang hebat. Saya duduk di kelas untuk mencatat dan menjadi seorang pengikut ujian yang baik. Sementara teman-teman saya datang ke kelas tidak mengerjakan PR karena mereka membaca bacaan kesukaan mereka, sedangkan saya tidak pernah tidak mengerjakan tugas. Sementara yang lain menciptakan musik dan menulis lirik lagu, saya mengambil pelajaran tambahan, walaupun saya tidak membutuhkannya. Jadi saya bertanya-tanya, kenapa saya menginginkan posisi ini? Tentu saya pantas mendapatkannya, tapi apa gunanya? Setelah saya meninggalkan lembaga pendidikan, apakah saya akan jadi orang sukses atau hilang begitu saja? Saya tidak tahu mau jadi apa nanti; Saya tidak punya hobi karena saya memandang tiap mata pelajaran sebagai pekerjaan, dan saya dapat nilai tertinggi di tiap mata pelajaran hanya untuk mendapat nilai tertinggi, bukan untuk belajar. Dan jujur saja, sekarang saya takut.
John Taylor Gatto, seorang guru pensiunan dan aktivis yang anti wajib belajar, mengatakan, "Kita bisa mendorong kualitas-kualitas terbaik dari pemuda - rasa ingin tahu, petualangan, keuletan, kemampuan inovasi cukup dengan cara fleksibel terhadap waktu, teks, dan ujian, dengan memperkenalkan anak-anak menjadi dewasa yang benar-benar kompeten, dan dengan memberi tiap siswa kebebasan yang ia perlukan untuk mengambil resiko sekali-sekali. Tapi kita tidak melakukan itu sekarang." Diantara dinding-dinding sekolah ini, kita dituntut untuk menjadi serupa. Kita dilatih untuk mengerjakan semua ujian standar, dan mereka yang menyimpang dan melihat pendidikan dari kaca mata yang berbeda dianggap sampah dari pendidikan umum, dan dipandang hina.
H.L. Mencken menulis dalam The American Mercury April 1924 bahwa tujuan dari pendidikan umum bukanlah
untuk mengisi anak-anak dengan pengetahuan dan membangunkan intelijensi mereka... Kenyataannya jauh dari itu. Tujuannya... mengurangi sebanyak mungkin individu ke level aman tertentu, untuk memproduksi dan melatih warga negara yang distandarisasi, untuk menekan kritik dan orisinalitas (perbedaan). Itulah tujuan pendidikan Amerika Serikat pada kenyataannya. (Gatto)
Untuk menggambarkan ide ini, tidakkah anda terusik ketika mempelajari "berpikir kritis". Adakah "yang tidak kritis?" Berpikir adalah memproses informasi untuk bisa membentuk pendapat. Tapi bila kita tidak kritis ketika memproses informasi ini, apakah kita benar-benar sedang berpikir? Atau kita hanya sedang menerima pendapat sebagai fakta?
Ini terjadi pada saya, dan kalau bukan karena hadirnya guru Bahasa Inggris kelas sepuluh, Donna Bryan, yang membolehkan saya membuka pikiran dan bertanya sebelum menerima doktrin dari textbook, maka saya pasti gagal sekarang. Sekarang saya tercerahkan, tapi pikiran saya masih merasa lumpuh. Saya harus mengekang diri dan terus mengingat betapa gilanya tempat yang waras ini.
Dan sekarang saya ada disini dibimbing oleh ketakutan, di sebuah dunia yang menekan keunikan yang ada di tiap diri kita, sebuah dunia dimana kita bisa patuh pada corporatisme dan materialisme yang tidak manusiawi dan tidak masuk akal atau kita bisa menuntut perubahan. Kita tidak terhibur oleh sistem pendidikan yang dengan diam-diam mengarahkan kita pada pekerjaan yang bisa diotomatisasi, pada pekerjaan yang tidak perlu dilakukan, diperbudak tanpa semangat ataupun pencapaian yang berarti. Kita tidak punya pilihan dalam kehidupan kita kalau uang adalah motivasi kita. Seharusnya motivasi kita adalah semangat, tapi ini hilang ketika kita memasuki sistem yang melatih kita, yang seharusnya sistem ini menjadi inspirasi untuk kita.
Kita lebih dari sekedar rak buku robotik, yang dikondisikan untuk membeokan fakta yang diajarkan di sekolah. Kita semua spesial, semua manusia itu spesial, jadi bukankah kita pantas mendapatkan yang lebih baik, memakai otak kita untuk inovasi, dan bukan menghapal, untuk kreativitas, dan bukan kerja yang percuma, untuk mengunyah dan bukan untuk stagnasi? Kita disini bukan untuk dapat gelar, untuk kemudian dapat kerja, sehingga kita kemudian bisa mengkonsumsi produk-produk industri. Ada lebih dari itu, dan jauh lebih banyak lagi.
Yang paling menyedihkan adalah mayoritas siswa tidak memiliki kesempatan merenung seperti yang miliki. Mayoritas siswa dihadapkan pada teknik cuci otak yang sama untuk mencetak tenaga kerja bagi perusahaan besar dan pemerintah yang suka rahasia, dan lebih parahnya, para siswa ini tidak sadar akan hal itu. Saya tidak mungkin mengulang lagi 18 tahun hidup saya. Saya tidak bisa lari ke negara lain yang memiliki sistem pendidikan yang ditujukan untuk mencerahkan dan bukan mengkondisikan. Bagian hidup saya yang ini telah selesai, dan saya ingin memastikan anak-anak lain tidak ditekan potensinya oleh kekuatan-kekuatan yang bermaksud mengeksploitasi dan mengendalikan. Kita manusia. Kita pemikir, pemimpi, penjelajah, seniman, penulis, insinyur. Kita adalah apa yang kita mau - tapi hanya bila kita memiliki sistem pendidikan yang mendukung dan bukan sistem pendidikan yang menekan kita. Sebatang pohon akan tumbuh hanya bila akarnya diberi tempat yang sehat.
Bagi anda yang berada di luar sana yang harus duduk di meja dan menyerah pada ideologi otoriter instruktur, jangan menyerah. Anda masih memiliki kesempatan untuk bangkit, bertanya, kritis, dan memiliki perspektif sendiri. Tuntutlah setting yang menyediakan anda kapabilitas intelektual yang memungkinkan anda mengembangkan pikiran dan bukan mengarahkan pikiran anda. Tuntutlah bahwa dalam kelas anda berhak merasa tertarik. Tolaklah alasan "Anda harus belajar ini karena nanti akan keluar di ujian", karena alasan itu tidak cukup baik untuk anda. Pendidikan adalah alat yang sangat bagus, bila digunakan dengan benar, tapi fokuslah pada belajar dan bukan pada memperoleh nilai yang bagus.
Bagi anda yang bekerja dalam sistem yang saya kecam, saya tidak bermaksud menyinggung; Saya bertujuan memotivasi anda. Anda memiliki kekuatan untuk mengubah inkompetensi dalam sistem ini. Saya tahu anda tidak menjadi guru atau administrator untuk menonton siswa yang bosan. Anda tidak boleh menerima otoritas dari institusi yang memerintahkan anda apa yang harus anda ajarkan, bagaimana mengajarkannya, dan bahwa anda akan dihukum bila tidak menurut. Potensi kami dipertaruhkan disini.
Bagi rekan-rekan yang lulus sekarang, saya ingatkan, jangan lupakan apa yang terjadi di kelas-kelas ini. Jangan tinggalkan mereka yang datang setelah anda. Kita adalah masa depan baru, dan kita tidak akan membiarkan tradisi ini berdiri. Kita akan robohkan dinding korupsi dan memasukkan taman pengetahuan di seluruh Amerika. Setelah dididik dengan benar, kita akan memiliki kekuatan untuk melakukan apa saja, dan terlebih lagi, kita akan gunakan kekuatan itu untuk berbuat baik, karena kita akan dididik dan bijak. Kita tidak akan menerima apapun begitu saja. Kita akan bertanya, dan kita akan menuntut kebenaran.
Jadi, disini saya berdiri. Saya tidak berdiri sebagai ranking satu karena diri saya sendiri saja. Saya dibentuk oleh lingkungan, oleh semua kawan saya yang sekarang duduk di depan saya. Saya tidak mungkin mencapai ini tanpa kalian semua. Kalian semualah yang membuat saya menjadi seperti sekarang. Kalian semualah yang menjadi kompetisi saya, tetapi sekaligus tulang punggun saya. Dengan begitu, kita semua adalah ranking satu.
Sekarang saya diharap untuk mengucapkan selamat tinggal pada lembaga ini, pada mereka yang mengurusnya, dan pada mereka yang berdiri dengan saya dan di belakang saya, tapi saya harap perpisahan ini lebih pada "sampai jumpa lagi" di saat kita semua bekerja sama membina pergerakan pendidikan. Tapi pertama-tama, mari kita raih secarik kertas itu yang menyatakan kita cukup pintar untuk melakukannya!