Jakarta - Tidur di sembarang tempat sejak datang ke Jakarta hari Senin lalu, untuk mengadukan nasibnya, sebelas pemain PSMS Medan masih belum tahu bagaimana harus pulang ke tempat masing-masing.

Diberitakan sebelumnya, ke-11 pemain tersebut datang ke ibukota dan telah bertemu dengan PT Liga Indonesia, PSSI dan Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI), terkait gaji mereka selama 10 bulan bang belum dibayar oleh pihak klub.

Dalam pengakuannya, mereka tidak tidur di rumah apalagi hotel. Boleh dibilang, mereka terlunta-lunta dalam memperjuangkan haknya itu.

"Kami tidak punya tempat tinggal di Jakarta. Kami sudah menemui PT Liga (hari Senin), kemudian kami mengemper di Monas. Tidur di sana. Kami juga tidur di Mesjid Al-Bina di Senayan," ucap seorang pemain bernama Alamsyah Nasution (12/6).

Kini mereka sudah menyampaikan semua permasalahannya ke otoritas liga, federasi dan asosiasi pemain. Masalahnya, bagaimana mereka pulang pun masih jadi masalah.

"Sekarang mereka pulang tidak tahu harus naik apa. APPI juga tidak punya uang untuk memulangkan mereka. Semoga PT LI bisa membantu mereka. Mereka harus membuka mata dan memperjuangkan ini sampai selesai," ujar CEO APPI, Valentino Simanjuntak, di kantor PSSI, Jakarta, Jumat (14/6/2013).

JAKARTA, KOMPAS.com - Praktik kotor yakni pengaturan hasil pertandingan ternyata masih terjadi di Indonesia. Hal itu diungkapkan oleh sebelas pemain PSMS Medan saat datang ke kantor PSSI, Senayan, Jumat (14/6/2013) sore.

Para pemain berjuluk tim Ayam Kinantan tersebut mengaku diminta oleh CEO PSMS, Heru Purnomo, untuk mengalah saat melawan Persisko Tanjabbar dan Persih Tembilahan dalam lanjutan Divisi Utama (PT Liga Indonesia) beberapa waktu lalu.

"Lawan Tembilahan, kami diminta mengalah dan seri saat melawan Persisko. CEO menjajikan gaji kami akan dilunasi selama sepuluh bulan kalau kami mengalah. Kalau seri, kami diberi pinjaman," ungkap pemain PSMS yang tak mau disebutkan namanya.

Meski belum menerima gaji selama sepuluh bulan, pemain PSMS tetap menjunjung nilai-nilai olahraga. Mereka tetap bermain serius sehingga akhirnya berhasil mengalahkan kedua tim tersebut.

"Alhamdullilah kami menang. Kami gak mau melakukan itu karena ucapan dari pelatih jangan makan uang kotoran. Jadi kami tetap fight," beber pemain tersebut.

Tidak digaji selama sepuluh bulan terpaksa membuat pemain PSMS harus melakukan berbagai upaya demi memenuhi kehidupan sehari-hari. Mereka mencari uang dengan membuka lahan parkir dan menyewakan toilet. Bahkan, ada pemain yang terpaksa menjual air mineral.

Saat ini, pemain PSMS sedang memperjuangkan haknya dengan menemui PT Liga Indonesia dan PSSI. Langkah ini ditempuh karena Ardhana dan kawan-kawan jengah terhadap janji-janji manajemen klub. Mereka menyatakan akan bertahan di Jakarta sampai hak-haknya dipenuhi.

"Kami baru pulang jika ada perjanjian hitam di atas putih," tegas salah satu pemain PSMS, Irwin Ramadhana