Di kota ini adalah penampilan konser perdana mereka, sementara sudah mendekati waktu perform peti berisi angklung baru tiba di Frankfurt dan akan segera dikirim ke Bremen.
Terdesak waktu dan agar tidak mengecewakan para tamu dan pengunjung konser dengan cekatan mereka mencari pinjaman angklung seadanya milik grup angklung binaan Maulana di Universitas Hamburg. Selain itu dengan cekatan mereka juga mengkonsep dadakan untuk penampilan yang minim alat ini.

Usai di Bremen mereka bertolak ke Berlin dengan bus sewaan, dan masalah baru juga muncul saat kotak tempat bass betot (setinggi 2 meter) mereka tidak cukup untuk dibawa di bagasi. Masalah ini membuat mereka terlambat berangkat sekitar 1 jam.
Belum lagi masih ditambah macet lalu lintas membuat anak-anak KPA-3 mengganti kostum di dalam bus bahkan terpaksa menunda waktu makan siang sekalipun belum terisi makanan apapun.
Di kota ini mereka perform di taman wisata Grun Park Marzahn membawakan lagu-lagu daerah seperti jail-jali, karaban sape, bengawan solo juga lagu lagu wajib seperti bagimu negri dsb.

Bermain angklung di tempat terbuka dan minim kualitas sound system juga kondisi panggung yang tak beratap membuat penampilan mereka kurang maksimal.
Tampil 2 jam lebih dibawah terik matahari dan berlokasi di kebun binatang, mereka tidak kehilangan akal mengisi kekosongan waktu dengan hand sing (mengajak penonton bermain) dan menari poco-poco untuk menghibur pengunjung.

Penampilan selanjutnya di Belgia adalah di Grand Place, alun-alun kota Brussel tempat balai kota berada. Dengan kualitas sound yang sangat bagus grup berhasil perform dengan baik dan mendapat antusias tepuk tangan meriah dari penonton.

Tujuan mereka sebenarnya adalah sebuah desa kecil di dekat kota Paris bernama Vert-le-Petit. Di tempat ini mereka menumpang di rumah-rumah penduduk yang menerima mereka dengan ramah. Keluarga-keluarga prancis itu menerima mereka secara sukarela dan sebagai ganti anak-anak KPA-3 akan menggelar konser gedung kesenian juga workshop kebudayaan pada anak-anak di desa ini.
Sebagaimana dikisahkan dalam buku, saat perpisahan sangat mengharukan penuh dengan pelukan hangat dan isak tangis diantara keluarga asuh dan anak-anak KPA-3 yg sudah dianggap saudara jauh mereka.

Aberdeen adalah salah satu tujuan utama mereka, selama 10 hari mereka harus dengan segala cara mengumpulkan kekurangan biaya sebesar 16.000 euro (khusus untuk membayar biaya mereka selama mengikuti festival di Aberdeen).
Festival Aberdeen ini diikuti oleh perwakilan 700 seniman muda dari 17 negara seperti Spanol, Irlandia, Jerman, Jepang, Singapur dsb.
Selama 10 hari itu pula mereka berjibaku menerima setiap tawaran manggung untuk menutup kekurangan biaya dengan menjual CD berisi musik angklung di setiap tempat mereka tampil.

Namun sampai di hari terakhir penampilan mereka di kota ini, anak-anak KPA-3 hanya mampu mengumpulkan dana sebesar 13.000 euro. Yang didapat dari bantuan donasi sukarela beberapa duta besar di KBRI yg mereka datangi, kolektif orang-orang Indonesia yang disana, juga penjualan CD rekaman musik angklung.
Pihak panitia Festival Aberdeen setelah diberitahu permasalahan ini, memberikan toleransi membayar seadanya sebesar 3000 euro dan merelakan anak-anak KPA-3 membawa sisa uang 10.000 euro sebagai biaya untuk di negara terakhir dan pulang ke Indonesia. Dengan perjanjian akan dilunasi setelah mereka sampai di tanah air.

Tampil di gedung Kedubes RI di Praha, disini mereka mengisi acara 17 agustusan di wisma duta, di hadapan Dubes dan warga indonesia yg menetap disana. Seperti juga di kedubes yg lain, disini juga diadakan pengumpulan sumbangan sukarela dan tambahan dana dari dubes untuk meringankan defisit anggaran yang dialami KPA-3.

Tampil di Festival Cerveny Kostelec yang berusia 50 tahun, dan dihadiri lebih dari 700 orang. Selain memainkan paduan angklung anak KPA-3 juga secara dadakan menampilkan Tari Saman di tempat terbuka yang memukau penonton.
Selain di teater mereka juga tampil di gym dengan membawakan lagu seperti New York- New York, Santorini, sampai lagu karya composer terkenal Guiseppe Verdi yang disambut antusias gemuruh applaus dari pengunjung konser.

Zakopane ada kota di Polandia terletak berbatasan dengan Slovakia, sekitar 100 km selatan kota Krakow. Festival Zakopane adalah festival tertua dan terbesar di Polandia sejak 1934.
Selain memukau penonton anak KPA-3 juga mendapat penghargaan the gold medal for folk band category.

Konser terakhir ditutup di kota Muenchen, dengan difasilitasi oleh seorang pegiat SMI (Swadaya Muenchen Indonesia) yang juga adalah sebuah organisasi interkultur Jerman-Indonesia.

Di kota ini pula lagu Tanah Airdilantunkan dengan tangisan haru seluruh personel KPA-3 sebagai suka cita sekaligus kerinduan mereka terhadap tanah air. Setelah berbagai kesulitan yang telah dilewati, mengemban cita-cita mengusung keluhuran budaya dan keaneka ragaman nan eksotis citra Indonesia di tempat yang jauh dari kampung halaman.