Quote:
Menjabat wali kota tidak lantas mengubah Tri Rismaharini menjadi angkuh. Sebagai orang nomor satu di Pemerintahan Kota Surabaya, ia tetap saja tampil dengan segenap kesahajaannya.
Saat berada di rumah, istri Djoko Saptoadji ini masih menjalankan peran sebagai istri dan ibu bagi dua anaknya: Fuad Nenardi dan Tantri Gunarmi. Wali Kota perempuan pertama di Kota Surabaya ini tetap berusaha mengurus keluarganya. Padahal, beban tanggung jawab sebagai wali kota yang diembannya sangatlah berat.
Barangkali hanya Risma, wali kota yang keluar rumah sejak subuh. Bukannya langsung ke Jalan Walikota Mustajab, Surabaya, tempat dirinya berkantor, wali kota periode 2010-2015 ini justru selalu menyempatkan diri berkeliling kota untuk memantau apa pun yang dianggapnya belum beres. Termasuk saat di luar jam kerja.
Menurut Risma, upaya memperbaiki kota tidak bisa hanya dilakukan dengan duduk-duduk di kantor. "Kita harus sering turun ke lapangan, mengajak warga untuk mau berubah dan merasa memiliki kota," ujarnya.
Tiap kali melihat anak jalanan (anjal), anak pasangan M Chuzaini-Siti Mudjiatun yang dulu menjadi PNS di kantor pajak ini selalu menyempatkan diri berhenti untuk menyapa. Sang anjal diberondong sederet pertanyaan, mulai dari siapa orangtuanya hingga alasan mengapa ada di jalan. Mereka akan berusaha ditampungnya di Liponsos (lingkungan pondok sosial). Minimnya anggaran APBD untuk mengelola anjal yang selalu bertambah dia atasi dengan cara "mengemis" anggaran tanggung jawab sosial perusahaan-perusahaan besar yang berinvestasi di Surabaya.
Serasa menghadapi anak sendiri, ia juga pernah marah besar kepada belasan remaja yang terjaring Satpol Pamong Praja. Mereka yang ketahuan memakai narkoba dan minuman keras itu tak berkutik di hadapan Risma yang sangat khawatir para remaja itu bakal menjadi korban kejahatan perdagangan manusia.
Salah satu remaja ada yang sempat berdalih pakai narkoba karena berasal dari latar belakang keluarga yang tidak bahagia. "Jangan menyalahkan keadaan. Masih banyak orang yang menderita di luar sana," bentak wanita kelahiran Kediri 20 Oktober 1961 ini.
Risma juga kerap terlihat berbaur dengan tukang sapu untuk membersihkan sampah. Sesekali, wanita berjilbab ini juga terlihat ikut turun tangan mengatur lalu lintas. Risma juga tak segan mengeluarkan kalimat makian kepada sopir truk ngawur yang memacetkan jalanan sempit.
Ketegasan tapi sarat kesahajaan itu selalu dia coba wariskan kepada keluarganya. Mereka diminta untuk tetap berusaha dan menerima dalam segala hal. Anak-anaknya juga diingatkan agar tidak sombong hanya karena ibunya seorang wali kota.
Kesan kesahajaan itu juga tergambar dari sosok sang suami yang kurang dikenal khalayak. Sejak awal, bapak dua anak itu memang berusaha menghindari publikasi. "Yang menjadi pejabat kan Ibu, bukan saya," ujarnya pada suatu ketika.
Djoko sendiri lebih memilih memosisikan diri sebagai suporter terbaik. Sejak pertama kali istrinya dilantik menjadi wali kota, Djoko berjanji tidak akan pernah ikut campur urusan pekerjaan sang istri. Pria itu sadar benar, selaku wali kota, Risma bukan sekadar istri atau ibu dari anak-anaknya, melainkan ibu dan panutan warga Surabaya.
Salah satu jiwa kesederhanaan yang tergambar dari diri Risma adalah tanda jabatan wali kota yang jarang dia sematkan di bagian dada sebelah kanan. Padahal, lambang negara berupa burung garuda itu merupakan petunjuk bahwa yang memakainya memiliki kewenangan memutuskan kebijakan yang mengikat. (Andira)
Sumber
Jadi ingat waktu ada seminar di Surabaya dan bu Risma jadi pembicara, gayanya yang blak-blakkan plus ceplas ceplos memang bisa bikin shock orang-orang yang gak biasa, apalagi bagi para birokrat busuk yang biasa dengan kata-kata indah
Plus jadi ingat Wewe Gombel yang berusaha mati-matian mendongkel bu Risma tapi malah dia yang terjungkal
Dan pastinya makelar proyek tol tengah kota selalu ciut menghadapinya