Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

  • Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Para Pegawai Muslim, Silakan Masuk, Simak Kajiannya (bisa juga tanya-jawab)

YazidabdulhamidAvatar border
TS
Yazidabdulhamid
Para Pegawai Muslim, Silakan Masuk, Simak Kajiannya (bisa juga tanya-jawab)
Selamat datang -Ahlan wa Sahlan- para Pegawai Muslim -Semoga Allah memberkahi pekerjaan anda semua.
Dalam Thread ini, insya Allah akan rutin kami sajikan kajian seputar Kepegawaian dari sisi Hukum Islam.
Sebagai sumber tulisan, kami pilihkan dari berbagai referensi yang shahih (selamat) -insya Allah-, tentu sejauh ilmu yang ada pada kami.
Kami juga membuka sesi tanya-jawab, terkait tema diatas.

Oke sebagai kajian perdana berikut kami sajikan tulisan "Lalai untuk Belajar Agama"


Lalai untuk Belajar Agama


[LEFT]Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Tuntunan zaman dan semakin canggihnya teknologi menuntut generasi muda untuk bisa melek akan hal itu. Sehingga orang tua pun berlomba-lomba bagaimana bisa menjadikan anaknya pintar komputer dan lancar bercuap-cuap ngomong English. Namun sayangnya karena porsi yang berlebih terhadap ilmu dunia sampai-sampai karena mesti anak belajar di tempat les sore hari, kegiatan belajar Al Qur’an pun dilalaikan. Lihatlah tidak sedikit dari generasi muda saat ini yang tidak bisa baca Qur’an, bahkan ada yang sampai buku Iqro’ pun tidak tahu.

Merenungkan Ayat

Ayat ini yang patut jadi renungan yaitu firman Allah Ta’ala,

يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.”(QS. Ar Ruum: 7)

Fakhruddin Ar Rozi rahimahullah menjelaskan maksud ayat di atas, “Ilmu mereka hanyalah terbatas pada dunia saja. Namun mereka tidak mengetahui dunia dengan sebenarnya. Mereka hanya mengetahui dunia secara lahiriyah saja yaitu mengetahui kesenangan dan permainannya yang ada. Mereka tidak mengetahui dunia secara batin, yaitu mereka tidak tahu bahaya dunia dan tidak tahu kalau dunia itu terlaknat. Mereka memang hanya mengetahui dunia secara lahir, namun tidak mengetahui kalau dunia itu akan fana.” (Mafatihul Ghoib, 12/206)

Penulis Al Jalalain rahimahumallah menafsirkan, “Mereka mengetahui yang zhohir (yang nampak saja dari kehidupan dunia), yaitu mereka mengetahui bagaimana mencari penghidupan mereka melalui perdagangan, pertanian, pembangunan, bercocok tanam, dan selain itu. Sedangkan mereka terhadap akhirat benar-benar lalai.” (Tafsir Al Jalalain, hal. 416)

Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi hafizhohullah menjelaskan ayat di atas, “Mereka mengetahui kehidupan dunia secara lahiriah saja seperti mengetahui bagaimana cara mengais rizki dari pertanian, perindustrian dan perdagangan. Di saat itu, mereka benar-benar lalai dari akhirat. Mereka sungguh lalai terhadap hal yang wajib mereka tunaikan dan harus mereka hindari, di mana penunaian ini akan mengantarkan mereka selamat dari siksa neraka dan akan menetapi surga Ar Rahman.” (Aysarut Tafasir, 4/124-125)

Lalu Syaikh Abu Bakr Al Jazairi mengambil faedah dari ayat tersebut, “Kebanyakan manusia tidak mengetahui hal-hal yang akan membahagiakan mereka di akhirat. Mereka pun tidak mengetahui aqidah yang benar, syari’at yang membawa rahmat. Padahal Islam seseorang tidak akan sempurna dan tidak akan mencapai bahagia kecuali dengan mengetahui hal-hal tersebut. Kebanyakan manusia mengetahui dunia secara lahiriyah seperti mencari penghidupan dari bercocok tanam, industri dan perdagangan. Namun bagaimanakah pengetahuan mereka terhadap dunia yang batin atau tidak tampak, mereka tidak mengetahui. Sebagaimana pula mereka benar-benar lalai dari kehidupan akhirat. Mereka tidak membahas apa saja yang dapat membahagiakan dan mencelakakan mereka kelak di akhirat. Kita berlindung pada Allah dari kelalaian semacam ini yang membuat kita lupa akan negeri yang kekal abadi di mana di sana ditentukan siapakah yang bahagia dan akan sengsara.” (Aysarut Tafasir, 4/125)

Itulah gambaran dalam ayat yang menerangkan kondisi yang menjangkiti sebagian dari kaum muslimin. Mereka lebih memberi porsi besar pada ilmu dunia, sedangkan kewajiban menuntut ilmu agama menjadi yang terbelakang. Lihatlah kenyataan di sekitar kita, orang tua lebih senang anaknya pintar komputer daripada pandai membaca Iqro’ dan Al Qur’an. Sebagian anak ada yang tidak tahu wudhu dan shalat karena terlalu diberi porsi lebih pada ilmu dunia sehingga lalai akan agamanya. Sungguh keadaan yang menyedihkan.

Bahaya Jahil akan Ilmu Agama

Kalau seorang dokter salah memberi obat karena kebodohannya, maka tentu saja akan membawa bahaya bagi pasiennya. Begitu pula jika seseorang jahil atau tidak paham akan ilmu agama, tentu itu akan berdampak pada dirinya sendiri dan orang lain yang mencontoh dirinya.

Allah telah memerintahkan kepada kita untuk mengawali amalan dengan mengetahui ilmunya terlebih dahulu. Ingin melaksanakan shalat, harus dengan ilmu. Ingin puasa, harus dengan ilmu. Ingin terjun dalam dunia bisnis, harus tahu betul seluk beluk hukum dagang. Begitu pula jika ingin beraqidah yang benar harus dengan ilmu. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),

"Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu" (QS. Muhammad: 19). Dalam ayat ini, Allah memulai dengan ‘ilmuilah’ lalu mengatakan ‘mohonlah ampun’. Ilmuilah yang dimaksudkan adalah perintah untuk berilmu terlebih dahulu, sedangkan ‘mohonlah ampun’ adalah amalan. Ini pertanda bahwa ilmu hendaklah lebih dahulu sebelum amal perbuatan.

Sufyan bin ‘Uyainah berdalil dengan ayat ini untuk menunjukkan keutamaan ilmu, dimana Sufyan membaca ayat ini, lalu mengatakan, “Tidakkah engkau mendengar bahwa Allah memulai ayat ini dengan mengatakan ‘ilmuilah’, kemudian Allah memerintahkan untuk beramal?” (Fathul Bari, Ibnu Hajar, 1/108)

Al Muhallab rahimahullah mengatakan, “Amalan yang bermanfaat adalah amalan yang terlebih dahulu didahului dengan ilmu. Amalan yang di dalamnya tidak terdapat niat, ingin mengharap-harap ganjaran, dan merasa telah berbuat ikhlas, maka ini bukanlah amalan (karena tidak didahului dengan ilmu, pen). Sesungguhnya yang dilakukan hanyalah seperti amalannya orang gila yang pena diangkat dari dirinya.“ (Syarh Al Bukhari libni Baththol, 1/144)

Beri Porsi yang Adil

Bukan berarti kita tidak boleh mempelajari ilmu dunia. Dalam satu kondisi mempelajari ilmu dunia bisa menjadi wajib jika memang belum mencukupi orang yang capable dalam ilmu tersebut. Misalnya di suatu desa belum ada dokter padahal sangat urgent sehingga masyarakat bisa mudah berobat. Maka masih ada kewajiban bagi sebagian orang di desa tersebut untuk mempelajari ilmu kedokteran sehingga terpenuhilah kebutuhan masyarakat.

Namun yang perlu diperhatikan di sini bahwa sebagian orang tua hanya memperhatikan sisi dunia saja apalagi jika melihat anaknya memiliki kecerdasan dan kejeniusan. Orang tua lebih senang menyekolahkan anaknya sampai jenjang S2 dan S3, menjadi pakar polimer, dokter, dan bidan, namun sisi agama anaknya tidak ortu perhatikan. Mereka lebih pakar menghitung, namun bagaimanakah mengerti masalah ibadah yang akan mereka jalani sehari-hari, mereka tidak paham. Untuk mengerti bahwa menggantungkan jimat dalam rangka melariskan dagangan atau menghindarkan rumah dari bahaya, mereka tidak tahu kalau itu syirik. Inilah yang sangat disayangkan. Ada porsi wajib yang harus seorang anak tahu karena jika ia tidak mengetahuinya, ia bisa meninggalkan kewajiban atau melakukan yang haram. Inilah yang dinamakan dengan ilmu wajib yang harus dipelajari setiap muslim. Walaupun anak itu menjadi seorang dokter atau seorang insinyur, ia harus paham bagaimanakah mentauhidkan Allah, bagaimana tata cara wudhu, tata cara shalat yang mesti ia jalani dalam kehidupan sehari-hari. Tidak mesti setiap anak kelak menjadi ustadz. Jika memang anak itu cerdas dan tertarik mempelajari seluk beluk fiqih Islam, sangat baik sekali jika ortu mengerahkan si anak ke sana. Karena mempelajari Islam juga butuh orang-orang yang ber-IQ tinggi dan cerdas sebagaimana keadaan ulama dahulu seperti Imam Asy Syafi’i sehingga tidak salah dalam mengeluarkan fatwa untuk umat. Namun jika memang si anak cenderung pada ilmu dunia, jangan sampai ia tidak diajarkan ilmu agama yang wajib ia pelajari.

Dengan paham agama inilah seseorang akan dianugerahi Allah kebaikan, terserah dia adalah dokter, engineer, pakar IT dan lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037)

Ingatlah pula bahwa yang diwarisi oleh para Nabi bukanlah harta, namun ilmu diin. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang banyak.” (HR Abu Dawud no. 3641 dan Tirmidzi no. 2682, Shahih)

Semoga tulisan ini semakin mendorong diri kita untuk tidak melalaikan ilmu agama. Begitu pula pada anak-anak kita, jangan lupa didikan ilmu agama yang wajib mereka pahami untuk bekal amalan keseharian mereka. Wallahu waiyyut taufiq. (*)

Riyadh-KSA, 14 Rabi’uts Tsani 1432 H (19/03/2011)

referensi : [url=http://www.rumaysho.com[/LEFT]]www.rumaysho.com[/LEFT][/url]
0
2.8K
27
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.4KThread84.4KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.