- Beranda
- The Lounge
Thomas Mueller, Si Penafsir Ruang (Soccer Info)
...
TS
hwang_dubak
Thomas Mueller, Si Penafsir Ruang (Soccer Info)
Salah satu pemain yang bertalenta, yang lahir di Jerman, monggo di baca
thumbnail AFP
Simak bagaimana asisten manajer Bayern Munich, Hermann Gerland, mendeskripsikan Thomas Mueller: "Dia pemain yang bisa benar-benar tampil buruk selama 90 menit, tapi lantas bisa mencetak satu gol."
Apa yang dikatakan Gerland itu menegaskan ciri menonjol seorang Mueller: sebagai pemain yang kerap tak terlihat, jarang memukau, bukan pemain yang menghibur, tapi bisa sangat mematikan jika mendapatkan sebuah mementum saja.
Gambaran yang diberikan Gerland pada Mueller di atas umumnya biasa disematkan pada pemain-pemain depan yang sangat efisien di depan gawang, seorang goal-getter, poacher atau penyerang pembunuh nan oportunis. Katakanlah pemain seperti Gabriel Batistuta, Filippo Inzaghi, Alan Shearer atau Ole Gunnar Solksjaer.
Tapi Mueller bukan seorang penyerang murni, apalagi target-man dengan kualitas poacher. Dalam formasi dasar 4-2-3-1 yang menjadi pakem timnas Jerman dan Muenchen, pemain kelahiran 13 September 1989 ini seringnya bermain sebagai satu dari tiga pemain yang berada di belakang Mario Gomez [kadang Miroslave Klose di timnas]. Kendati kadang ditempatkan sebagai penyerang, tapi posisi terbaiknya adalah berada di belakang penyerang, baik sebagai penyerang kedua (second striker), gelandang serang, atau kadang sebagai pemain sayap yang bergerak di sisi kanan penyerang.
Dalam posisi seperti itu, Mueller sepintas lalu tentu tidak menonjol dibandingkan Mario Gomez yang berfungsi sebegai penyelesai (finisher), tidak semenawan Bastian Schweinsteiger ketika menguasai lini tengah, tidak seagresif Franck Ribery dalam mengoyak pertahanan lawan dengan kecepatannya, atau tidak se-tricky Arjen Robben dalam membongkar sisi kiri pertahanan lawan.
Dan itulah yang membuat Louis van Gaal, dua tahun lalu, sampai harus berdebat dengan para petinggi Bayern. Saat itu, para petinggi klub berniat menjual Mueller karena dianggap tak sanggup bersaing dengan Ribery, Robben atau bahkan Hamit Altintop. Van Gaal bersikeras mempertahankan Mueller karena dia yakin pemain kelahiran Weilheim ini punya suatu kualitas yang tidak dimiliki oleh pemain-pemain lainnya.
Berkat Van Gaal pula Mueller menapaki jenjang tim utama Bayern. Di musim pertamanya, 2009/2010, dia menjadi pemain Die Roten yang paling banyak tampil. Puncak karirnya sebagai debutan terjadi di Piala Dunia 2010. Dia bukan hanya berhasil membawa Jerman jadi Juara tiga, tapi mengoleksi dua gelar prestisius: pemain muda terbaik Piala Dunia 2010 dan top skorer Piala Dunia 2010 dengan mencetak 5 gol dan 3 assist.
Semua catatan impresif Mueller itu, terutama di musim ini, dia lakukan bukan dalam posisi sebagai penyerang utama yang berperan sebagai target-man. Dia melakukannya dalam posisi di belakang striker dalam formasi dasar 4-2-3-1, baik sebagai penyerang kedua [terutama setelah Toni Kroos absen panjang karena cedera] maupun dari posisi sebagai flank kanan.
Ketika mengalahkan Barcelona dengan skor telak 4-0 di laga pertama semifinal, dia bukan hanya mencetak 2 gol dan 1 assist, tapi juga menjadi aktor utama yang menentukan nyaris semua serangan mematikan timnya.
Laga itu menjadi ilustrasi bagaimana Mueller mengeksplorasi kelebihan utamanya: mencari dan mengeksploitasi ruang sempit yang tersedia di pertahanan lawan. Pemain yang sudah menikah dengan model bernama Lisa pada 2011 ini -- umurnya kala itu masih 22 tahun -- sangat sadar akan kelebihannya itu.
"Terkadang ada logikanya ke mana bola akan bergulir dan mungkin saya mendapatkan karunia untuk mampu membaca itu [pergerakan bola]. Banyak hal yang bisa anda pelajari dengan latihan, tapi kadang anda memiliki suatu insting, suatu naluri/perasaan atas ruang. Saya bahagia memiliki kemampuan itu," ujar Mueller.
Suatu naluri atas ruang, a feel for space. Itu kata kuncinya. Mueller sendiri yang menggambarkan kualitas itu dan dia juga punya kecerdasan untuk mencari istilah yang tepat untuk kualitasnya itu: raumdeuter.
Dalam wawancara dengan wartawan dari Sueddeutsche Zeitung, Andres Burkert, pada Januari 2011 silam, Mueller menggambarkan dirinya sebagai seorang raumdeuter. Dalam nomenklatur Jerman, istilah itu lazim digunakan di bidang desain interior. Secara harfiah, raumdeuter berarti "space interpreter" [penafsir ruang], atau kadang juga disebut "space investigator" [penyelidik ruang] -- mungkin frase "juru ruang" juga bisa digunakan.
Untuk memahami bagaimana Mueller tampil sebagai raumdeuter, tak perlu jauh-jauh, kita hanya perlu melihat apa yang dilakukannya di leg pertama semifinal melawan Barcelona beberapa pekan lalu. Seperti yang saya ulas dalam post-match analysis pertandingan tersebut [lihat di sini], posisi Mueller sebenarnya berada di belakang Gomez, tapi statistik touch-ball dan percobaan mencetak gol Mueller di dalam kotak penalti lebih banyak ketimbang Gomez. Saat tidak memegang bola, dia konsisten berada di antara Schweinsteiger di lini tengah dan Gomez di lini depan.
Tapi saat serangan Bayern memasuki pertahanan Barcelona, dia bisa cepat sekaligus jeli masuk ke dalam kotak penalti, bahkan kadang berada di depan Gomez. Dan semuanya dia lakukan dengan begitu efisien dan efektif. Raihan dua gol dan 1 assist yang dicetaknya di laga itu sudah menegaskan bagaimana Mueller mencari ruang di pertahanan Barcelona dan lantas mengekpsloitasinya sedemikian rupa -- sebuah pertunjukan sempurna seorang raumdateur.
Kemampuan dalam membaca, mencari dan mengeksploitasi ruang kian penting terutama dalam sepakbola modern. Salah satu ciri menonjol dalam sepakbola modern adalah pertarungan di lini tengah. Sejarah evolusi taktik sepakbola adalah perubahan dari penumpukan pemain di lini depan, terus sedemikian rupa untuk mencari keseimbangan permainan, sampai akhirnya sampai di era sekarang di mana tren taktik sepakbola dicirikan oleh [1] penggunaan hanya 1 striker dan [2] penumpukan pemain di lini tengah.
Dulu, saat sepakbola belum secanggih sekarang, orientasi permainan hanya menyerang, menyerang dan menyerang. Bahkan 9 pemain bisa menjadi penyerang. Upaya mencari keseimbangan taktik itu dimulai Herbert Chapman dengan formasi WM yang menempatkan lima pemain di garis depan. Dalam khasanah Indonesia, kita mengenal kuintet penyerang tengah, kanan luar, kanan dalam, kiri luar dan kiri dalam.
Brasil di Piala Dunia 1958 mengenalkan 4-2-4, sebuah terobosan baru yang pokok soalnya adalah mencari keseimbangan antara menyerang dan bertahan. Lalu muncul 4-4-2 [dengan pelbagai variannya: 4-3-3 atau 4-4-1-1], kemudian ada 3-5-2 saat menyerang dan 5-3-2 saat bertahan, sampai kemudian muncul 4-2-3-1 yang menjadi formasi dasar timnas Jerman dan Muenchen bahkan Dortmund.
Dengan aturan offside yang sangat ketat, jarak antara pemain depan dan pemain belakang bisa sangat pendek. AC Milan di era Arrigo Sacchi terobsesi dengan jarak antara 35-30 meter antara penyerang dan pemain bertahan. Barcelona di era Guardiola bahkan lebih agresif lagi. Formasi 4-2-3-1 bahkan bisa membuat kotak penalti disesaki oleh 6 pemain saat tim diserang [2 gelandang bertahan sebagai double-pivot turun melapisi duet center-back].
Ini nyaris segendang-sepenarian dengan fenomena kehidupan modern di daerah urban, di mana tak banyak tersedia ruang kosong, lahan-lahan penuh sesak. Kehidupan modern di wilayah urban sangat ditentukan oleh faktor makin minimnya ruang. Robert Frost, penyair legendaris Amerika yang lahir di abad-19, dengan cerdas menggambarkan derita manusia modern itu dengan parafrase: "we are sick with space [kita menderita bersama ruang]."
Minimnya lahan, atau pun mahalnya harga tanah, menjadi problem utama bagi siapa pun yang ingin membangun rumah di daerah urban. Setiap arsitek dan penata ruang [desainer interior] menghadapi tantangan untuk memanfaatkan setiap inchi lahan atau ruang sempit yang tersedia. Persoalan itu memunculkan [salah satunya] konsep apartemen dan/atau kondomonium di mana ruang diciptakan ke atas, bukan ke samping.
Maka ketika Mueller mendeskripsikan dirinya sebagai seorang raumdeuter, dia sebenarnya sedang melakukan paralisme antara persoalan yang dihadapi manusia dalam kehidupan [supra]modern di wilayah urban dengan problem yang dihadapi oleh para pemain menyerang dalam evolusi mutakhir taktik sepakbola modern. Dan seperti sudah coba saya tunjukkan tadi, paralelisme itu memang ada, dan Mueller dengan sangat intelektual menjelaskannya dengan menggunakan frase raumdeuter yang lazim digunakan dalam khasanah desain interior.
Dalam beberapa literatur yang saya baca, saya juga menemukan bagaimana maksimalisasi ruang bukanlah satu-satunya penentu sebuah desain interior bisa disebut bagus atau tidak. Setidaknya ada dua pokok lain yang perlu disebut: flow dan function.
Konsep flow [aliran] meniscayakan bahwa desain sebuah ruangan/rumah yang bagus bisa membawa siapa pun dengan leluasa dan lancar berjalan menyusuri setiap jengkal ruang yang tersedia -- mengalir tanpa tersendat-sendat. Antara pintu depan sampai pintu belakang terhubung sedemikian rupa tanpa sekat-sekat yang tidak perlu.
Sementara konsep function [fungsi] menjadi panduan bagaimana pembagian dan peruntukan setiap ruang harus disesuaikan dengan jeli, efisien dan efektif. Jika ruang keluarga akan lebih sering digunakan ketimbang ruang tamu, maka desainer mesti dengan tepat menerjemahkannya. Di mana kulkas diletakkan akan ditentukan oleh seberapa sering penghuni menggunakannya.
Analogi konsep space, flow dan function di atas bisa dibilang dengan "lancar" [jika kata "sempurna" dirasa terlalu berlebihan] diaplikasikan oleh anak asuhan Jupp Heynckes. Semua pemain bekerja sebagai sebuah organisme yang hidup, yang sadar akan pentingnya memanfaatkan ruang, memaksimalkan aliran bola dan mengerjakan fungsi serta peran masing-masing.
Sebagai bagian dari organisme permainan, Mueller sangat sadar dengan tiga konsep itu. Dalam posisinya sebagai gelandang serang atau penyerang kedua atau bahkan pemain flank, dia menjadi penghubung aliran bola dari lini tengah yang dikomandoi oleh Schweinsteiger sebagai metronom menuju Gomez sebagai target-man.
Statistik 11 assist dan 51 key-passes [umpan yang diakhiri dengan shot] yang dibuatnya di Bundesliga, yang 98% di antaranya ia produksi di final third, bukan hanya menjelaskan bagaimana dia dengan ciamik menjadi penghubung yang melancarkan aliran [flow] bola, tapi juga menggambarkan betapa dia sadar fungsi [function] dan perannya sebagai penyuplai bola ke lini depan.
Sementara raihan 13 golnya di Bundesliga dan 8 di Liga Champions menunjukkan kualitasnya sebagai pemain yang tajam di kotak penalti, di mana ketajaman itu seringkali berasal dari kecerdasannya dalam membaca permainan dan arah bola, serta kejeliannya dalam mencari dan memanfaatkan setiap ruang kosong yang tersedia di pertahanan lawan, sesempit apa pun ruang yang tersedia di situ.
Dia seorang raumdateur, "juru ruang”, "penyelidik ruang", atau untuk konteks Mueller saya lebih sreg dengan frase "penafsir ruang". Seorang "penafsir" lebih dari sekadar "pembaca". Penafsir adalah pembaca yang aktif: apa yang dia baca akan diolah sedemikian rupa dalam semesta kesadarannya menjadi sesuatu yang baru, sesuatu yang berfaedah bagi kehidupannya atau kepentingannya sendiri.
Mueller adalah seorang pembaca [ruang] jika ia berhenti hanya sebagai juru-umpan yang dengan jeli mengirim assist atau key-passes ke ruang kosong yang tersedia. Tapi saat ia sekonyong-konyong masuk ke dalam kotak penalti untuk mencetak gol secara rutin, Mueller adalah sang penafsir [ruang], seorang pembaca yang aktif mengolah dan memanfaatkan hasil bacaannya atas ruang untuk kepentingannya sendiri.
Bagi seorang raumdateur, seluruh daya intelektualnya diabdikan untuk terus menerus mencari dan memanfaatkan ruang. Sepakbola modern memang sangat sedikit menyediakan ruang kosong, tapi bukan berarti tidak ada celah. Ruang kosong itu mungkin hanya tersedia sekali dalam 90 menit. Tapi begitu seorang raumdateur, ruang yang hanya muncul sekali itu sudah lebih dari cukup. Meminjam kalimatnya Lao Tzu, seorang bijak akan tanpa lelah mencari ke dalam ruang karena dia tahu di sana ada dimensi yang tak terbatas.
Thomas Mueller akan mencoba memanfaatkan kualitasnya sebagai seorang raumdateur untuk memaksa para pemain dan fans Dortmund merasakan apa yang dikatakan Robert Frost di atas: menderita bersama dan karena ruang.
Kalo repost mohon maaf ya min, dan ane berkenan kok thread ane yang ini di delete
[URL="http://sport.detik..com/aboutthegame/read/2013/05/24/163159/2255308/1497/thomas-mueller-si-penafsir-ruang?b99220170"]Sumber[/URL]
Spoiler for Beritanya Thomas Mueller:
thumbnail AFP
Simak bagaimana asisten manajer Bayern Munich, Hermann Gerland, mendeskripsikan Thomas Mueller: "Dia pemain yang bisa benar-benar tampil buruk selama 90 menit, tapi lantas bisa mencetak satu gol."
Apa yang dikatakan Gerland itu menegaskan ciri menonjol seorang Mueller: sebagai pemain yang kerap tak terlihat, jarang memukau, bukan pemain yang menghibur, tapi bisa sangat mematikan jika mendapatkan sebuah mementum saja.
Gambaran yang diberikan Gerland pada Mueller di atas umumnya biasa disematkan pada pemain-pemain depan yang sangat efisien di depan gawang, seorang goal-getter, poacher atau penyerang pembunuh nan oportunis. Katakanlah pemain seperti Gabriel Batistuta, Filippo Inzaghi, Alan Shearer atau Ole Gunnar Solksjaer.
Tapi Mueller bukan seorang penyerang murni, apalagi target-man dengan kualitas poacher. Dalam formasi dasar 4-2-3-1 yang menjadi pakem timnas Jerman dan Muenchen, pemain kelahiran 13 September 1989 ini seringnya bermain sebagai satu dari tiga pemain yang berada di belakang Mario Gomez [kadang Miroslave Klose di timnas]. Kendati kadang ditempatkan sebagai penyerang, tapi posisi terbaiknya adalah berada di belakang penyerang, baik sebagai penyerang kedua (second striker), gelandang serang, atau kadang sebagai pemain sayap yang bergerak di sisi kanan penyerang.
Dalam posisi seperti itu, Mueller sepintas lalu tentu tidak menonjol dibandingkan Mario Gomez yang berfungsi sebegai penyelesai (finisher), tidak semenawan Bastian Schweinsteiger ketika menguasai lini tengah, tidak seagresif Franck Ribery dalam mengoyak pertahanan lawan dengan kecepatannya, atau tidak se-tricky Arjen Robben dalam membongkar sisi kiri pertahanan lawan.
Dan itulah yang membuat Louis van Gaal, dua tahun lalu, sampai harus berdebat dengan para petinggi Bayern. Saat itu, para petinggi klub berniat menjual Mueller karena dianggap tak sanggup bersaing dengan Ribery, Robben atau bahkan Hamit Altintop. Van Gaal bersikeras mempertahankan Mueller karena dia yakin pemain kelahiran Weilheim ini punya suatu kualitas yang tidak dimiliki oleh pemain-pemain lainnya.
Berkat Van Gaal pula Mueller menapaki jenjang tim utama Bayern. Di musim pertamanya, 2009/2010, dia menjadi pemain Die Roten yang paling banyak tampil. Puncak karirnya sebagai debutan terjadi di Piala Dunia 2010. Dia bukan hanya berhasil membawa Jerman jadi Juara tiga, tapi mengoleksi dua gelar prestisius: pemain muda terbaik Piala Dunia 2010 dan top skorer Piala Dunia 2010 dengan mencetak 5 gol dan 3 assist.
Semua catatan impresif Mueller itu, terutama di musim ini, dia lakukan bukan dalam posisi sebagai penyerang utama yang berperan sebagai target-man. Dia melakukannya dalam posisi di belakang striker dalam formasi dasar 4-2-3-1, baik sebagai penyerang kedua [terutama setelah Toni Kroos absen panjang karena cedera] maupun dari posisi sebagai flank kanan.
Ketika mengalahkan Barcelona dengan skor telak 4-0 di laga pertama semifinal, dia bukan hanya mencetak 2 gol dan 1 assist, tapi juga menjadi aktor utama yang menentukan nyaris semua serangan mematikan timnya.
Laga itu menjadi ilustrasi bagaimana Mueller mengeksplorasi kelebihan utamanya: mencari dan mengeksploitasi ruang sempit yang tersedia di pertahanan lawan. Pemain yang sudah menikah dengan model bernama Lisa pada 2011 ini -- umurnya kala itu masih 22 tahun -- sangat sadar akan kelebihannya itu.
"Terkadang ada logikanya ke mana bola akan bergulir dan mungkin saya mendapatkan karunia untuk mampu membaca itu [pergerakan bola]. Banyak hal yang bisa anda pelajari dengan latihan, tapi kadang anda memiliki suatu insting, suatu naluri/perasaan atas ruang. Saya bahagia memiliki kemampuan itu," ujar Mueller.
Suatu naluri atas ruang, a feel for space. Itu kata kuncinya. Mueller sendiri yang menggambarkan kualitas itu dan dia juga punya kecerdasan untuk mencari istilah yang tepat untuk kualitasnya itu: raumdeuter.
Dalam wawancara dengan wartawan dari Sueddeutsche Zeitung, Andres Burkert, pada Januari 2011 silam, Mueller menggambarkan dirinya sebagai seorang raumdeuter. Dalam nomenklatur Jerman, istilah itu lazim digunakan di bidang desain interior. Secara harfiah, raumdeuter berarti "space interpreter" [penafsir ruang], atau kadang juga disebut "space investigator" [penyelidik ruang] -- mungkin frase "juru ruang" juga bisa digunakan.
Untuk memahami bagaimana Mueller tampil sebagai raumdeuter, tak perlu jauh-jauh, kita hanya perlu melihat apa yang dilakukannya di leg pertama semifinal melawan Barcelona beberapa pekan lalu. Seperti yang saya ulas dalam post-match analysis pertandingan tersebut [lihat di sini], posisi Mueller sebenarnya berada di belakang Gomez, tapi statistik touch-ball dan percobaan mencetak gol Mueller di dalam kotak penalti lebih banyak ketimbang Gomez. Saat tidak memegang bola, dia konsisten berada di antara Schweinsteiger di lini tengah dan Gomez di lini depan.
Tapi saat serangan Bayern memasuki pertahanan Barcelona, dia bisa cepat sekaligus jeli masuk ke dalam kotak penalti, bahkan kadang berada di depan Gomez. Dan semuanya dia lakukan dengan begitu efisien dan efektif. Raihan dua gol dan 1 assist yang dicetaknya di laga itu sudah menegaskan bagaimana Mueller mencari ruang di pertahanan Barcelona dan lantas mengekpsloitasinya sedemikian rupa -- sebuah pertunjukan sempurna seorang raumdateur.
Kemampuan dalam membaca, mencari dan mengeksploitasi ruang kian penting terutama dalam sepakbola modern. Salah satu ciri menonjol dalam sepakbola modern adalah pertarungan di lini tengah. Sejarah evolusi taktik sepakbola adalah perubahan dari penumpukan pemain di lini depan, terus sedemikian rupa untuk mencari keseimbangan permainan, sampai akhirnya sampai di era sekarang di mana tren taktik sepakbola dicirikan oleh [1] penggunaan hanya 1 striker dan [2] penumpukan pemain di lini tengah.
Dulu, saat sepakbola belum secanggih sekarang, orientasi permainan hanya menyerang, menyerang dan menyerang. Bahkan 9 pemain bisa menjadi penyerang. Upaya mencari keseimbangan taktik itu dimulai Herbert Chapman dengan formasi WM yang menempatkan lima pemain di garis depan. Dalam khasanah Indonesia, kita mengenal kuintet penyerang tengah, kanan luar, kanan dalam, kiri luar dan kiri dalam.
Brasil di Piala Dunia 1958 mengenalkan 4-2-4, sebuah terobosan baru yang pokok soalnya adalah mencari keseimbangan antara menyerang dan bertahan. Lalu muncul 4-4-2 [dengan pelbagai variannya: 4-3-3 atau 4-4-1-1], kemudian ada 3-5-2 saat menyerang dan 5-3-2 saat bertahan, sampai kemudian muncul 4-2-3-1 yang menjadi formasi dasar timnas Jerman dan Muenchen bahkan Dortmund.
Dengan aturan offside yang sangat ketat, jarak antara pemain depan dan pemain belakang bisa sangat pendek. AC Milan di era Arrigo Sacchi terobsesi dengan jarak antara 35-30 meter antara penyerang dan pemain bertahan. Barcelona di era Guardiola bahkan lebih agresif lagi. Formasi 4-2-3-1 bahkan bisa membuat kotak penalti disesaki oleh 6 pemain saat tim diserang [2 gelandang bertahan sebagai double-pivot turun melapisi duet center-back].
Ini nyaris segendang-sepenarian dengan fenomena kehidupan modern di daerah urban, di mana tak banyak tersedia ruang kosong, lahan-lahan penuh sesak. Kehidupan modern di wilayah urban sangat ditentukan oleh faktor makin minimnya ruang. Robert Frost, penyair legendaris Amerika yang lahir di abad-19, dengan cerdas menggambarkan derita manusia modern itu dengan parafrase: "we are sick with space [kita menderita bersama ruang]."
Minimnya lahan, atau pun mahalnya harga tanah, menjadi problem utama bagi siapa pun yang ingin membangun rumah di daerah urban. Setiap arsitek dan penata ruang [desainer interior] menghadapi tantangan untuk memanfaatkan setiap inchi lahan atau ruang sempit yang tersedia. Persoalan itu memunculkan [salah satunya] konsep apartemen dan/atau kondomonium di mana ruang diciptakan ke atas, bukan ke samping.
Maka ketika Mueller mendeskripsikan dirinya sebagai seorang raumdeuter, dia sebenarnya sedang melakukan paralisme antara persoalan yang dihadapi manusia dalam kehidupan [supra]modern di wilayah urban dengan problem yang dihadapi oleh para pemain menyerang dalam evolusi mutakhir taktik sepakbola modern. Dan seperti sudah coba saya tunjukkan tadi, paralelisme itu memang ada, dan Mueller dengan sangat intelektual menjelaskannya dengan menggunakan frase raumdeuter yang lazim digunakan dalam khasanah desain interior.
Dalam beberapa literatur yang saya baca, saya juga menemukan bagaimana maksimalisasi ruang bukanlah satu-satunya penentu sebuah desain interior bisa disebut bagus atau tidak. Setidaknya ada dua pokok lain yang perlu disebut: flow dan function.
Konsep flow [aliran] meniscayakan bahwa desain sebuah ruangan/rumah yang bagus bisa membawa siapa pun dengan leluasa dan lancar berjalan menyusuri setiap jengkal ruang yang tersedia -- mengalir tanpa tersendat-sendat. Antara pintu depan sampai pintu belakang terhubung sedemikian rupa tanpa sekat-sekat yang tidak perlu.
Sementara konsep function [fungsi] menjadi panduan bagaimana pembagian dan peruntukan setiap ruang harus disesuaikan dengan jeli, efisien dan efektif. Jika ruang keluarga akan lebih sering digunakan ketimbang ruang tamu, maka desainer mesti dengan tepat menerjemahkannya. Di mana kulkas diletakkan akan ditentukan oleh seberapa sering penghuni menggunakannya.
Analogi konsep space, flow dan function di atas bisa dibilang dengan "lancar" [jika kata "sempurna" dirasa terlalu berlebihan] diaplikasikan oleh anak asuhan Jupp Heynckes. Semua pemain bekerja sebagai sebuah organisme yang hidup, yang sadar akan pentingnya memanfaatkan ruang, memaksimalkan aliran bola dan mengerjakan fungsi serta peran masing-masing.
Sebagai bagian dari organisme permainan, Mueller sangat sadar dengan tiga konsep itu. Dalam posisinya sebagai gelandang serang atau penyerang kedua atau bahkan pemain flank, dia menjadi penghubung aliran bola dari lini tengah yang dikomandoi oleh Schweinsteiger sebagai metronom menuju Gomez sebagai target-man.
Statistik 11 assist dan 51 key-passes [umpan yang diakhiri dengan shot] yang dibuatnya di Bundesliga, yang 98% di antaranya ia produksi di final third, bukan hanya menjelaskan bagaimana dia dengan ciamik menjadi penghubung yang melancarkan aliran [flow] bola, tapi juga menggambarkan betapa dia sadar fungsi [function] dan perannya sebagai penyuplai bola ke lini depan.
Sementara raihan 13 golnya di Bundesliga dan 8 di Liga Champions menunjukkan kualitasnya sebagai pemain yang tajam di kotak penalti, di mana ketajaman itu seringkali berasal dari kecerdasannya dalam membaca permainan dan arah bola, serta kejeliannya dalam mencari dan memanfaatkan setiap ruang kosong yang tersedia di pertahanan lawan, sesempit apa pun ruang yang tersedia di situ.
Dia seorang raumdateur, "juru ruang”, "penyelidik ruang", atau untuk konteks Mueller saya lebih sreg dengan frase "penafsir ruang". Seorang "penafsir" lebih dari sekadar "pembaca". Penafsir adalah pembaca yang aktif: apa yang dia baca akan diolah sedemikian rupa dalam semesta kesadarannya menjadi sesuatu yang baru, sesuatu yang berfaedah bagi kehidupannya atau kepentingannya sendiri.
Mueller adalah seorang pembaca [ruang] jika ia berhenti hanya sebagai juru-umpan yang dengan jeli mengirim assist atau key-passes ke ruang kosong yang tersedia. Tapi saat ia sekonyong-konyong masuk ke dalam kotak penalti untuk mencetak gol secara rutin, Mueller adalah sang penafsir [ruang], seorang pembaca yang aktif mengolah dan memanfaatkan hasil bacaannya atas ruang untuk kepentingannya sendiri.
Bagi seorang raumdateur, seluruh daya intelektualnya diabdikan untuk terus menerus mencari dan memanfaatkan ruang. Sepakbola modern memang sangat sedikit menyediakan ruang kosong, tapi bukan berarti tidak ada celah. Ruang kosong itu mungkin hanya tersedia sekali dalam 90 menit. Tapi begitu seorang raumdateur, ruang yang hanya muncul sekali itu sudah lebih dari cukup. Meminjam kalimatnya Lao Tzu, seorang bijak akan tanpa lelah mencari ke dalam ruang karena dia tahu di sana ada dimensi yang tak terbatas.
Thomas Mueller akan mencoba memanfaatkan kualitasnya sebagai seorang raumdateur untuk memaksa para pemain dan fans Dortmund merasakan apa yang dikatakan Robert Frost di atas: menderita bersama dan karena ruang.
Kalo repost mohon maaf ya min, dan ane berkenan kok thread ane yang ini di delete
[URL="http://sport.detik..com/aboutthegame/read/2013/05/24/163159/2255308/1497/thomas-mueller-si-penafsir-ruang?b99220170"]Sumber[/URL]
0
2.2K
Kutip
4
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
923.4KThread•84.6KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya