Siang begitu terik. Diamping gedung Unpad Dipatiukur,pada Sepanjang jalan Hasanudin, mahasiswa Unpad betebaran di tenda-tenda warung makan yang merupakan salah satu lokasi makan siang favorit mahasiswa Unpad. Kendaraan bermotor berlalu-lalang di sepanjang jalan itu. Tenda-tenda disamping jalan yang bertuliskan Soto Ayam, Ayam gila, nasi goreng kambing, dan lain-lain, seolah memanggil mahasiswa untuk mengisi perut di Siang itu. Para mahasiswa didalam tenda-tenda itu makan sambil bercengkrama, dengan di temani minuman dingin yang menyegarkan. Mahasiswa tersebut seolah lupa bahwa di luar tenda itu begitu panas. Ya, begitulah keadaan jalan Hasanudin Bandung di hari kuliah mahasiswa di tengah aktivitas mahasiswa yang cukup padat.
Akan tetapi, ada hal yang cukup menyentil hati. Pria muda berbaju lusuh menyulurkan tangan sembari memasang wajah sulit dan meminta-minta pelanggan di tenda-tenda tersebut. Pria yang masih muda dan kuat itu cukup mengherankan. Ia muda dan kuat, “lalu mengapa meminta? Mengapa memasang wajah sulit? BEGITU SULITKAH HIDUP?” Aku hanya terrenyuh dan mebanyangkan apabila aku adalah dia.
Tak lama terdengar, “koran, koran”. Ternyata suara itu keluar dari mulut seorang laki-laki tua penjual koran keliling. Ia membawa koran dalam jumlah yang cukup banyak dengan menggunakan tas loper koran dan di sangkutkan di ubun-ubun kepala. Bapak tua ini juga cukup mengherankan. Ia menawarkan korannya dengan tersenyum dan ramah seolah tidak ada kepedihan dalam menjalani hidupnya. Raut wajah yang penuh keriput tak menggambarkan ke letihan. Wajahnya seperti bercahaya dan membuat pelanggan-pelanggannya ikut tersenyum. Ketika aku melihatnya, seolah pertanyaan yang muncul ketika aku melihat pria muda yang datang sebelumnya terjawab. “BEGITU SULITKAH HIDUP?” jawabannya TIDAK.
Mahasiswa Unpad sudah tidak asing dengan wajah bapak yang satu ini. Dia adalah Muhammad Senen. Ia berumur sekitar 55 tahun. Bapak dua anak ini merupakan perantau dari palembang, Kabupaten (Lumpuk Linggau). ia merantau dari palembang ke bandung pada tahun 2003 bersama seorang istri dan dua orang anak. Tanpa bermodalkan materi apa-apa, ia memberanikan diri untuk merantau. Kini, ia adalah seorang single parents, karena istrinya telah berpulang ke rahmatullah pada Bulan Ramadhan tahun 2009 M.
“Seperti kata orang Surabaya aja dik, bonek (bondo’ nekat)” celetuk Pak Senen sambil tertawa ringan mengomentari ke nekatannya untuk merantau. “Tapi nggak cuman nekat, tapi juga jujur. Mari kita lihat batang pohon. kalau batang itu lurus, tinggi batang itu. Kalau nggak mau lurus, bengkok, maka pendek batang itu. Jadi, kalau mau tinggi harus lurus.”
Ia menjalani hari-harinya diawali dengan Shalat subuh, lalu meninggalkan rumahnya di Cicaheum untuk berjualan koran di pasar Suci dengan naik angkot. Setelah itu ia berjalan kaki ke sekitar Unpad, gedung Telkom, dan sekitarnya. Jarak itu cukup jauh untuk orang se tua dia. “Jalan kaki? Lumayan Jauh juga y pak? tanyaku.
“Ya bagus lah dik jalan kaki. Kalu nggak bisa jalan kaki bagaimana? Masa’ harus jalan tangan? Kan repot.” Kata Pak senen dengan nada bicara dan tawa ringan.
Aku bertanya,”Bagaimana perassaan bapak kalau melihat ada pemuda yang meminta-minata?”
“yah, saya sih cuman bisa bilang, nggak heran kalau Indonesia di bilang negara miskin. Bagaimana nggak miskin kalau manusaianya nggak mau usaha? Nggak akan bisa kalau nggak usaha. Malu kalau kita bilang ke orang-orang kalua kita miskin. Tapi jangan lupa, Doa juga penting. Orang yang nggak mau doa itu sombong. Yang penting itu usaha, Doa, dan jujur. Kalau itu dilakukan dengan serius, insyaallah bisa kita bebas dari kemiskinan.”
Begitulah Bapak Muhammad Senen. Dengan penuh kesederhanaan ia mejalani hidupnya. Dengan tawakal dan ikhtiar ia mencari nafkah yang halal. Rematik dan maag yang ia derita tidak menjadi halangan yang berarti. Sesekali aku melihanya berdagang koran di pasar kaget Gasibu tiap hari minggu. Walau ia seorang single parents ia sanggup menafkahkan kedua anaknya baik lahir maupun batin. Dengan keringat dan langkah kakinya ia mampu menjual lebih dari 100 eksmeplar koran tiap harinya. Sungguh nilai-nilai Islam ada dalam dirinya. Ternyata suritauladan juga ada DIBALIK TUMPUKAN KORAN.
sumber :
http://isegunpad.wordpress.com/2010/...umpukan-koran/