Sisi Lain Tasripin yang tidak diungkap Media (WAJIB BACA)
TS
kaskusikuskas
Sisi Lain Tasripin yang tidak diungkap Media (WAJIB BACA)
SELAMAT MALAM
AGAN N SISTA
Silahkan Luangkan waktuny untuk menbaca berita pembanding tentang kisah perjuangan Tasripin yang mungkin tidak terekpose atau sengaja tidak diekpose demi bumbu dramatis...tulisan ini langsung didasarkan pada fakta Lapangan yang senyatanya....karena penulis langsung on the spot...
Tidak ada tujuan apapun dari ane dalam menshare tulisan ini..ane pun sangat iba dengan apa yg menimpa dengan Tasripin...bahkan ane sempat meneteskan air mata ...tp terkadang Media menjadikan keterbatasan sebagai bahan ladang emas ....pemeberitaan atas nama simpati dan empati dengna bumbu tak sesuai rasa..cabai namun tak pedas...sering kali terjadi...dan ini pun menimpa Kisah Tasripin...
tanpa berlama" langsung aja k TKP
SEMOGA TIDAK TP SEPERTINYA TIDAK
Spoiler for REPOST:
Spoiler for SISI LAIN KISAH TRASRIPIN:
(sebuah catatan perjalanan dan kritik pada media)
“ Kami mungkin memang hidup kekurangan, mbak. Tapi kami tidak menelantarkan anggota keluarga kami sendiri…” ( pak Ali Katun, uwa' dari Tasripin)
Kehidupan Tasripin memang berbeda dengan anak-anak lain seusianya. Ayahnya kerja di luar Jawa dan ibunya telah meninggal setahun yang lalu saat kecelakaan kerja tertimpa longsoran tanah. Sementara itu Tasripin memiliki tiga orang adik yang masih kecil-kecil. Beberapa bulan setelah sang ibu meninggal, Wito (sang ayah) memilih untuk mengadu nasib di pulau sebrang. Sekitar delapan bulan berbilang sudah, ayahnya kini menjadi perantau di tanah orang. Menurut penuturan dari Pak Ali Katun -uwa’ / pakdhe dari Tasripin- , Wito berencana pulang di bulan Sembilan (September.red).
Ya, inilah yang tak sempat tersampaikan oleh media. Tasripin dan ketiga adiknya tidak hidup sendiri. Mereka masih dalam bimbingan kerabat dari Wito-ayahnya. Bahkan, Wito pun bukan seorang ayah yang lepas tanggung jawab begitu saja. Ia masih menunaikan tanggung jawabnya dengan mengirimkan sebagian penghasilan untuk anak-anaknya di kampung. Meski jumlahnya tidak seberapa, tapi tanggung jawab itu ada. Meski ada beberapa kisah juga dibalik keberangkatan pak Wito ke Kalimantan, tapi itu cukup bersifat privasi dan untuk yang ini saya merasa tak perlu diungkapkan di catatan ini ya.
Hal lain yang juga perlu disampaikan adalah bahwa ada sedikit rasa tersinggung pada pak Ali Katun selaku keluarga. Sepeninggal ibunda dari Tasripin, sang Uwa’ inilah yang juga menyediakan kebutuhan pokok untuk keponakan-keponakannya itu. Beliaulah yang memasak dan menyediakan makanan. Kalau beberapa hari terakhir ini Tasripin tidak ikut makan di rumah sang Uwa’ , itu dikarenakan dirumahnya sedang ada sekelompok pelajar dari Boarding School Baturaden yang sedang ber-praktek lapangan selama sepuluh hari disana. Jadi kebutuhan makan sudah ada yang menyediakan.
“ Kami mungkin memang hidup kekurangan, mbak. Tapi kami tidak menelantarkan anggota keluarga kami sendiri…” begitu penuturan pak AliKatun. Apalagi jika ada berita bahwa berhari-hari Tasripin makan berlauk garam. Ternyata gegapnya pemberitaan tentang Tasripin itu cukup menyinggung pak Ali sekeluarga.
Yang saya tidak habis pikir, kok narasumber sedekat pak Ali tidak ada satu pun namanya terselip di berbagai pemberitaan itu. Padahal pak Ali juga ketua RW yang tinggalnya hanya selisih satu rumah saja. Dari sekian banyak pemberitaan, narasumber yang dicantumkan hanya Tasripin. Nama Pak Bau , Pak Kades atau sekedar guru ngaji nya pun tidak disertakan sebagai narasumber. Saya jadi terpikir, oh ini berita release. Paling mudah memang membuat berita dari kiriman release. Tinggal olah kata-kata, beberapa kali telpon, tak harus ke lapangan. Selesai.
Saya tahu, wartawan itu punya tuntutan kejar deadline. Saya tahu jadi wartawan itu sungguh luar biasa perjuangannya. Tapi, apa sih ruginya kita benar-benar ke lokasi melihat kondisi sesungguhnya dan mewawancari narasumber yang terkait?!
Lepas dari itu semua, kondisi Tasripin sekeluarga ya memang termasuk masyarakat dhuafa. Jadi, kalau permasalahan ada yang ingin memberikan bantuan itu ya tidak masalah. Mereka tetap termasuk sebagai orang yang berhak mendapatkan bantuan. Kondisi itu juga banyak terjadi di masayarakat lain.
Yang ingin dikritisi disini adalah model pemberitaan yang asal angkat. Kalau kata pak Iwan, Penulis atau reporternya tidak melakukan NEWS (North East West and South). NEWS itu kan juga singkatan agar dalam setiap peliputan kita mengcover dari segala penjuru.
Saya tak habis pikir kenapa sebuah feature human interest ternyata dibuat seperti sinetron dengan bumbu-bumbu disana-sini. Apakah kita sudah kehilangan kreatifitas untuk mengolah fakta yang ada supaya tersajikan manis di hadapan pemirsa tanpa harus menafikan fakta?! Apakah kita sudah kehilangan cara untuk menyentuh perasaan pembaca dengan tanpa mengurangi atau melebih-lebihkan yang ada?
Sedikit informasi tambahan yang saya dapatkan, bahwa kemunculan Tasripin di media pun bukan "penemuan tak disengaja" oleh jurnalis. Memang ada pihak yang sepertinya membuat release serta "mengundang" beberapa awak media melakukan peliputan tentang itu. Tentang motif lain ya memang ada. Tapi saya tidak tertarik membahas itu. Saya ingin menutup mata tentang informasi-informasi itu. Bagi saya, semua orang memiliki niat baik untuk membantu Tasripin.
Saya hanya ingin menyoroti bahwa pemunculan kisah-kisah seperti Tasripin sangat tidak elok dijadikan sebuah komoditi berita yang mungkin hanya terkejar deadline. Kisah-kisah seperti itu perlu ada investigasi yang menyeluruh. Apalagi kalau memang beberapa media online hanya menyadur dari release. Saya sangat menyayangkan hal itu.
Sedikit saja kita mencoba membayangkan bagaimana perasaan pak Wito yang ada di Kalimantan sana. Bahwa beliau pergi jauh untuk mencari nafkah, menyisihkan penghasilan untuk anak-anaknya di kampung, tiba-tiba melihat sebuah pemberitaan tentang kehidupan memilukan anak-anaknya.
Sejauh ini, yang saya lihat media yang cukup baik dalam mengangkat kisah Tasripin adalah pemberitaan oleh Metro TV, tulisan dari mas Liliek Dharmawan. Selain itu, isinya hampir sama. Bahkan di beberapa berita, itu ada kesalahan mencantumkan nama ayah, dan lain-lain. Bukankah feature kemanusiaan itu harusnya dibuat dengan sangat hati-hati ya?
Tapi, lepas dari itu.., kisah hidup Tasripin cukup menyentuh kita semua. Bahkan kondisi seperti Tasripin tidak sekali dua kali saya jumpai. Beberapa hari lalu saya menyambangi Astuti, gadis cilik yang tinggal di kampung Rahayu yang harus putus sekolah. Ada juga pak Pasidi yang bahkan rumah pun tak punya. Ibu Nini Sewot yang rumahnya hampir ambruk. Ibu Karsitem yang tinggal di pos ronda. Ada Anto, adik OS yang ditinggal pergi bapaknya. Serta masih banyak lagi. Semua itu ada di sekitar kita.
Bahwa kedermawanan itu tak perlu menunggu berita menjadi besar oleh media. Bahwa semangat berbagi itu tak perlu menunggu kisah feature dramatis. Mencaci pemerintah? Apa gunanya? Sudah saatnya turun tangan bukan tunjuk tangan atau lipat tangan. Semoga ketersentuhan hati kita bukanlah menjadi sekedar korban kejar deadline wartawan. Namun, apapun yang sedikit itu semoga menjadi penstimulan berkah untuk semua. aamiin.
Sumber
Pembaca yang baik adalah Pembaca yang meninggalkan Jejak
Spoiler for RATE BINTANG 5 Y:
MENERIMA
Spoiler for SEGEER:
Diubah oleh kaskusikuskas 29-04-2013 02:42
0
18.7K
Kutip
198
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
923.2KThread•83.7KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru