Tolong, Pikirkan Siswa di Perbatasan...
Quote:
KOMPAS.com - Samuel ST Padan, Camat Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, kecewa atas pemunduran jadwal Ujian Nasional. ”Ini, kan, agenda nasional yang rutin. Mengapa masalah seperti ini tak diperhitungkan tepat? Mengapa tidak memikirkan siswa di perbatasan?” ujarnya, Minggu (14/4), saat dihubungi dari Balikpapan, ibu kota provinsi yang setidaknya dibutuhkan dua kali ganti pesawat untuk akses.
Demi mengikuti UN yang dijadwalkan mulai Senin (15/4) hari ini, beberapa siswa SMK di Krayan berangkat ke Kota Malinau, bergabung dengan siswa sekolah lain mengikuti UN. Penundaan UN berdampak finansial, yakni bertambahnya biaya hidup selama di Malinau. Ini bukan sederhana dan murah.
Sebelumnya, dari Krayan siswa-siswa itu naik pesawat perintis selama satu jam perjalanan menuju Tarakan. Tak seperti di kota besar, pemesanan tiket di Krayan harus jauh-jauh hari karena keterbatasan kapasitas penumpang dan frekuensi penerbangan yang tak setiap hari.
Setiba di Tarakan,siswa-siswa itu harus naik kapal cepat 4 jam menuju Malinau. ”Biayanya ditanggung orangtua masing-masing. Bergabung mengikuti UN di sekolah lain yang beda kabupaten saja sudah memberatkan, apalagi ditambah soal biaya,” ujar Samuel.
Apa yang dialami siswa-siswa SMK di Krayan hanya sepenggal kenyataan dampak penundaan UN. Banyak siswa di daerah lain yang harus numpang ujian di sekolah lain berjarak ratusan kilometer sehingga harus menginap.
Di Kaltim, dari 14 kabupaten, baru 3 kabupaten yang lengkap paket naskah soalnya: Nunukan, Kutai Barat, dan Malinau. Sebanyak 11 kabupaten lain belum sehingga harus ditunda untuk mencegah kebocoran. ”Kami siap menggelar UN, tetapi ada kendala teknis dari percetakan di Bogor,” kata Musyahrim, Kepala Dinas Pendidikan Kaltim.
Di Jakarta, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh menuding masalah ada di percetakan. Sementara pihak percetakan menuding pendeknya waktu proses, yakni 25 hari dari permintaan 60 hari, biangnya.
Di berbagai pelosok Tanah Air, banyak orangtua siswa terpisah jauh dari anaknya: untuk sebuah ujian, bukan ketidakpastian. (PRA/LUK/ELN)
sumber
Kenapa dari 60 hari bisa jadi 25 hari? Penyusunan soal telat atau administrasi dana telat karena PNSnya males ngurus?
Gak cukup minta maaf, mengundurkan diri juga gak cukup, semua yang terlibat Proyek Pencetakan Ujian Nasional mesti
ganti rugi kerugian materi yang diderita siswa, orang tua, guru dan pengawas di 11 Provinsi
ngemeng minta maaf doang mah anak kecil juga bisa
Semoga anak-anak bimbingan saya gak tumbuh kayak M. Nuh.... Mampir gan..
Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) SMAN 1 Garut
Quote:
Original Posted By dwydwy►
anak itu seharusnya diarahkan sesuai kelebihannya
bukannya stress mesti ujian semua sama, yang belum tentu si anak minat dan mampu di mata pelajarannya
Untuk negara yang kualitas gurunya masih ancur-ancuran seperti terlihat pada UKG. Ujian Nasional itu
perlu ada.
Ujian Nasional itu idealnya
tidak menentukan kelulusan. Tapi untuk
pemetaan kebutuhan perbaikan kualitas pendidikan. Jadi misal kalo di Garut keliatan kalo rata-rata UN itu jelek, maka Garut mesti dikasi dana lebih untuk peningkatan sarana dan prasarana pendidikan. Terutama untuk pelatihan Guru, karena Guru itu ujung tombak pendidikan. Guru itu primer, sedangkan sarana kayak gedung, proyektor itu sekunder. Coba aja battle, Gurunya top, belajar di saung bambu vs Guru ngebosenin, PPT bullet point sama kayak buku, Digital Projector di Kelas pake AC.
Bayangkan Tukang Nasgor sama Chef Restoran, bahan boleh sama, hasil jauh beda. Sama dengan rata-rata Guru Indonesia dengan Guru negara lain yang pendidikannya kelas atas kayak Korsel, Finland atau Kanada.