Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

reza53Avatar border
TS
reza53
Apa alasan teroris melakukan bom bunuh diri?

emoticon-No Sara Please

Selama satu dasawarsa, terorisme terus menjadi topik hangat yang terus diperbincangkan di hampir semua lapisan masyarakat. Aksi teror bom, bom bunuh diri hingga bom buku, seakan siap meledak kapan saja dan dimana saja tanpa pandang bulu. Berbagai perspektif dan sudut pandang pun telah ditulis ke dalam banyak jurnal ilmiah dan buku untuk mengupas dan memahami terorisme. Namun, sedikit sekali atau bahkan mungkin tidak ada yang membedah perilaku terorisme dari kacamata psikologi.

Buku berjudul, Terorisme di Indonesia dalam Tinjauan Psikologi yang ditulis oleh Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia, Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono bisa dijadikan referensi yang tepat tentang bagaimana memberantas terorisme melalui sudut pandang psikologi. Memberantas terorisme sejatinya tidak cukup hanya fokus menangkap pelaku saat melakukan aksi teroris. Lebih jauh lagi adalah bagaimana memahami psikologi dan emosional para teroris, faktor penyebab hingga alasan mengapa mereka berani berbuat aksi teror. Dengan begitu akan ditemukan solusi tepat memutus mata rantai terorisme di negara ini.

Dari kacamata psikologi, benih-benih agresivitas teroris cenderung sudah merasuk sejak usia dini, bukan karena proses indoktrinasi apalagi pencucian otak (brain washing). Tidak ada orang yang sejak kecil lahir radikal, namun tumbuh dari pengalaman, pengasuhan, pendidikan, atau pelatihan. Karena itu, sikap para teroris itu bisa dirubah, dikurangi dan bahkan dihilangkan dari pengalaman, pengasuhan, pendidikan, atau pelatihan yang sengaja dibuat untuk mengubah sikap.

Menurut Prof. Sarlito, yang telah meneliti terorisme sejak 2005 dan merintis penelitian mengenai kepribadian teroris melalui psikotes ChaD (the childhood hand that disturbs), benih-benihi agresivitas seseorang bisa dilihat sejak dini melalui gambar. Melalui metode yang dikembangkan Dr. Davido, ahli psikologi Prancis, sejak 2010 Sarlito melakukan penelitian terhadap 10 mantan teroris (alumni Afghanistan, Moro, Ambon dan Poso) dengan menggunakan teknik ChaD.

Buku ini merupakan hasil penelitian lapangan Prof. Sarlito dan didukung langsung dengan wawancara penulis dengan para teroris, mantan pelaku teror hingga pihak kepolisian. Dari hasil penelitian yang didapat, Prof. Sarlito menegaskan bahwa para teroris yang mengancam negara ini bukanlah orang-orang yang menyandang ganguan jiwa atau golongan yang berkepribadian anti-sosial, melainkan orang-orang cerdas yang mempunyai cara pandang berbeda dengan kita pada umumnya. Perbedaan itu tampak dalam sikap beragamanya. Bagi mereka, Islam adalah acuan paling utama dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, dan bernegara. Mereka hanya akan bisa beribadah dengan tenang manakala hidup dalam negara Islam dan harapan mereka negara Indonesia harus menjadi negara Islam.

Ada beragam motivasi yang dapat membuat seseorang terlibat terorisme. Sebagai contoh Amrozi, salah seorang pelaku bom Bali I, keterlibatannya dalam aksi terorisme banyak bersumber dari apa yang diajarkan ayahnya kepadanya. Ditegaskan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan ia harus menerapkan Islam dengan benar. Ia membenci Islam yang menyembah kuburan atau pohon (khurafat), juga pemeluk agama Kristen. Dalam mindset-nya terus tertanam bahwa ia harus terus berjuang untuk Islam, bukan untuk negara, bukan untuk Indonesia. Oleh karena itu, ia akan membantu setiap orang yang membutuhkan keahliannya, selama untuk kepentingan Islam dan untuk Jihad.

Dari penelitiannya itu, Prof. Sarlito memberikan solusi ampuh guna memutus mata rantai tindak teroris di negara ini, yaitu dengan tidak melulu terkungkung dalam ranah ideologi, lebih jauh lagi adalah memperbaiki tataran perilaku dengan kegiatan positif yang bisa menyalurkan energi mereka. Program yang tepat menurut Prof. Sarlito adalah disengagement. Artinya, kita tidak lagi bekerja di tataran ideologi, melainkan di tataran prilaku. Perlahan, usaha berikutnya adalah mengubah kecendrungan untuk berprilaku anti kekerasan (non-violence).

Buku berukuran saku ini adalah selain memaparkan profil para teroris, buku ini juga mengupas kondisi psikologis mereka: pandangan keagamaan dan ideologi politik, karakter, kebiasaan hidup, perilaku sosial, serta motivasi melakukan kekerasan. Dengan demikian, buku ini merupakan karya yang bisa dipertanggungjawabkan, baik keabsahan data yang dipaparkan maupun kesimpulan dan solusi yang ditawarkan. Sebuah upaya penulisnya untuk menyebarkan pengetahuan yang dimiliki sebagai usaha untuk memutus mata rantai dan keberlanjutan aksi-aksi terorisme yang seakan tak kunjung berhenti di negeri tercinta ini, Indonesia.
0
6.3K
9
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.4KThread84.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.