Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

  • Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Hillsborough, Margaret Thatcher dan Perjuangan Untuk Kebenaran dan Keadilan.

fajarrafiqiAvatar border
TS
fajarrafiqi
Hillsborough, Margaret Thatcher dan Perjuangan Untuk Kebenaran dan Keadilan.
Justice for the 96!

Pada tanggal 15 April 2013 kemarin klub sepakbola Inggris terkenal Liverpool FC memperingati Tragedi Hillsborough yang telah merenggut 96 nyawa tidak bersalah dalam suatu pertandingan sepak bola. Yang istimewa dari peringatan kali ini adalah ini peringatan pertama kali setelah laporan hasil temuan Hillsborough Independent Panel Report (HIP) dipublikasikan ke umum. Laporan tersebut mengungkapkan fakta bahwa telah terjadi pembohongan publik secara besar-besaran dari aparat kepolisian mengenai siapa yang sebetulnya bertanggung jawab dalam tragedi itu.

Kepolisian dengan restu dari pemerintah selama 24 tahun bersikukuh bahwa tragedi itu terjadi karena holiganisme fans LFC. Kekukuhan ini, pada akhirnya telah terbantahkan dengan telak oleh temuan independen dari HIP yang justru menemukan fakta sebaliknya bahwa kelalaian polisi merupakan faktor penyebab utama dan lebih buruk lagi bahwa telah ditemukan usaha-usaha untuk menutupi kelalaian tersebut dan mengalihkan kesalahan kepolisian ke fans dan para korban.

Berikut adalah tulisan mengenai tragedi ini dengan mengambil referensi dari berbagai sumber.

MENGENAI TRAGEDI HILLSBOROUGH

Tragedi Hillsborough merupakan tragedi yang mengakibatkan kematian para penonton sepakbola karena saling berdempetan dan berjejalan. Peristiwa tersebut mengakibatkan 96 orang meninggal dunia yang semuanya adalah pendukung Liverpool FC. Jumlah korban tersebut merupakan rekor tertinggi dalam kecelakaan stadion di Britania Raya dan hingga saat ini masih merupakan rekor tragedi terbesar yang berhubungan dengan stadion di Britania Raya.

Tragedi ini terjadi pada tanggal 15 April 1989 di Hillsborough yang menjadi kandang dari Sheffield Wednesday. Saat itu tengah terjadi pertandingan semifinal Piala FA antara Liverpool FC dan Nottingham Forest.

Saat itu, kapasitas stadion 40.000 orang tak lagi mampu menampung penonton yang menerobos masuk di tribun The Lapping Lane, tempat supporter LFC ditempatkan. Bencana dimulai ketika pukul 2.30 siang, kerumunan sekitar pagar merangsek masuk pintu masuk dan seketika aliran supporter Liverpool berdesakan dengan jumlah besar dan segera menempati tribun tersebut.

Tercatat 10ribu orang mengalir masuk ke dalam The Lapping Lane dengan hanya menyediakan 3 gerbang masuk dan 7 pintu masuk putar. Alhasil, keadaan stadion dalam seketika penuh sesak dengan kondisi tidak manusiawi. Sementara supporter yang tertinggal di luar dalam jumlah ribuan terus berusaha memasuki stadion.

Dalam merespon aliran deras manusia tersebut, David Duckenfield memerintahkan untuk membuka Gerbang C yang sialnya saat itu sudah penuh sesak dengan fans dari kedua klub yang telah ada di dalam sebelunya. Akibatnya, aliran manusia deras mengalir masuk dan para supporter yang sudah ada sebelumnya terdesak ke depan dan terjempit di antara pagar pembatas. Akibatnya, The Lapping Lane menjadi “the killing field” untuk fans LFC dan 96 orang tewas karena terjepit pagar pembatas, terinjak oleh manusia dan kehabisan oksigen di dalam “killing field” tersebut.

Tercatat 89 orang (7 diantaranya perempuan) meninggal langsung di tempat dan sisanya meninggal setelah kejadian tersebut. Korban jiwa termuda adalah Jon Paul Gilhooley (10 tahun) yang merupakan sepupu dari Steven Gerrard, pemain besar dan kapten Liverpool FC saat ini. Korban ke 96 dari tragedi tersebut bernama Tony Bland, ia selamat dalam peristiwa naas tersebut namun mengalami kerusakan otak cukup parah sehingga ia hidup dengan kondisi setengah koma dan meninggal 3 tahun kemudian.

PEMALSUAN INFORMASI OLEH KEPOLISIAN

Statement resmi kepolisian saat itu mengungkapkan bahwa desakan para supporter LFC untuk masuk ke dalam stadion diakibatkan karena banyak dari mereka terkena pengaruh alkohol. Kemudian salah satu pejabat kepolisian melakukan kongkalingkong dengan media The Sun yang kemudian mengeluarkan berita dengan headline “The Truth”.

Berita “The Truth” terdiri dari 3 sub judul yang sangat menghancurkan hati keluarga dan telah dipandang sebagai “berita palsu” terbesar dalam jurnalisme olahraga di Britania Raya. Artikel tersebut mengungkapkan kesaksian narasumber yang mengatakan bahwa beberapa fans LFC mengencingi para polisi yang bertugas, sekelompok fans LFC mencuri barang-barang milik korban dan segerombolan fans LFC menghalangi para petugas medis untuk memberikan pertolongan kepada korban.

The Truth ditulis oleh editor senior The Sun Kelvin McKenzie dan tulisan tersebut telah menghancurkan hati masyarakat Liverpool. Semenjak pemberitaan itu, Koran The Sun telah diblokade penjualannya di Kota Liverpool hingga saat ini karena tulisan tersebut menyalahkan holiganisme fans LFC lah yang harus bertanggung jawab terhadap kematian 96 korban dan tulisan tersebut turut membantu pencapaian tujuan dari usaha pemalsuan informasi yang dilakukan oleh kepolisian.

Setelah tragedi itu berlangsung, pemerintah sebenarnya telah membentuk suatu tim investigasi dipimpin oleh Lord Justice Taylor, kemudian dalam dunia sepakbola hasil investigasi tersebut dikenal sebagai Taylor Inquiry. Hanya saja Taylor Inquiry banyak menemukan fakta tidak mengenakkan bagi kepolisian dan pemerintah, karena dalam laporannya (berlawanan dengan berita McKenzie yang dikeluarkan jauh sebelum Taylor Inquiry dilaporkan) justru mengungkapkan bahwa kelalaian polisi menjadi penyebab utama mengapa tragedi itu dapat terjadi. Akan tetapi, PM Margaret Thatcer ketika itu memilih untuk mengabaikan fakta tersebut dan cenderung merestui segala upaya untuk menutupi kesalahan dan menjaga martabat kepolisian.

Taylor Inquiry kemudian mengubah kebijakan stadion Inggris secara radikal dengan memperkenalkan teras tanpa pagar pembatas yang hingga saat ini dapat kita saksikan penerapannya di setiap pertandingan liga Inggris.

THE TRUTH HAS COME OUT NEXT FIGHT FOR JUSTICE

Publikasi Laporan HIP ini benar-benar telah memukul telak Partai Konservatif di Inggris dikarenakan laporan ini telah menelanjangi setiap kebohongan publik yang dibuat kepolisian dan direstui oleh pemerintah yang dipimpin oleh Margaret Thatcher yang berasal dari Partai Konservatif.

Laporan ini memojokkan posisi Partai Konservatif dan David Cameroon, PM Inggris dari Partai Konservatif saat ini, sehingga memaksa Cameron sebagai wakil pemerintah menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga korban di hadapan parlemen Inggris dan disiarkan langsung oleh semua stasiun TV nasional di Inggris. Cameron juga mengakui telah terjadi kebohongan publik mengenai Hillsborough dan mendukung upaya keluarga korban dalam memperoleh kebenaran dan keadilan.

Laporan HIP ini juga akhirnya mendorong Kejaksaan Inggris untuk membuka kembali kasus Hillsborough dan menemukan serta menghukum seluruh pihak yang terbukti terlibat dalam kegiatan pemalsuan informasi yang menjadi salah satu pemalsuan informasi terbesar di Britania Raya paska perang dunia kedua.

Hasil investigasi HIP juga mengungkapkan peran Margaret Thatcher yang mengabaikan temuan Taylor Inquiry mengenai kelalaian polisi. Thatcher memilih tidak menindaktegas setiap aparat yang terbukti lalai namun malah merestui upaya pemalsuan informasi oleh kepolisian demi menjaga martabat kepolisian..

So the truth has finally come out and fight for justice will begin

PELAJARAN PENTING DARI HILLSBOROUGH

Pelajaran penting dari Tragedi Hillsborough adalah janganlah mengenal lelah dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Ketika seseorang memilih untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan maka jalan yang akan ditempuh tidaklah mulus melainkan akan penuh kelokan dan cobaan.

Bagi saya perjuangan keluarga korban Hillsborough selama 23 tahun untuk memperoleh kebenaran sangatlah inspiratif. Ini bisa menjadi penyemangat bagi sebagian kecil keluarga di Indonesia yang tengah memperjuangkan kebenaran dan keadilan karena tindakan kekerasan aparat maupun kekerasan sipil.

Jika kebenaran dan keadilan merupakan komoditas, maka ia adalah komoditas yang sangat mahal dan hanya bisa dibeli dan diatur oleh mereka yang memiliki kuasa lebih. Di Indonesia, seringkali kampanye dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan berakhir “antiklimaks”. Namun, Hillsborough membuktikan bahwa sepandainya mereka yang berkuasa menutup-nutupi kebenaran namun pada akhirnya kebenaran itu akan muncul juga. Namun kebenaran tidak akan muncul dengan begitu saja, melainkan kebenaran akan muncul akibat sebagian orang memperjuangkannya dengan gagah berani dan tanpa kenal lelah.

YNWA.



0
1.3K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923KThread83.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.